Jordania Desak Negara-negara Arab Akhiri Konflik Suriah
Pemerintah Jordania mendorong agar pertemuan negara GCC+ di Jeddah, Arab Saudi, bisa menyusun peta jalan perdamaian di Timur Tengah, termasuk di Suriah. Peta jalan ini penting sebagai kerangka kerja solusi konflik.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
RIYADH, JUMAT — Dalam pertemuan negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan sejumlah negara Arab, Pemerintah Jordania mendorong agar peta jalan perdamaian Timur Tengah dibahas, termasuk penerimaan kembali Suriah ke dalam Liga Arab. Rencana perdamaian yang lebih luas, termasuk melibatkan Suriah, mulai terlihat setelah Iran dan Arab Saudi memulihkan hubungan diplomatiknya. Pemulihan itu disusul dengan kunjungan pejabat senior Pemerintah Suriah ke Riyadh, ibu kota Arab Saudi, awal pekan ini.
Seorang pejabat Pemerintah Jordania, Kamis (13/4/2023), mengatakan, peta jalan yang dimaksud adalah termasuk pembentukan kelompok kerja negara-negara Arab yang diharapkan bisa menyusun rencana terperinci untuk mengakhiri konflik. ”Penyusunan peta jalan detail mencakup semua masalah utama dan menyelesaikan krisis sehingga Suriah dapat memulihkan perannya di kawasan serta bergabung kembali dengan Liga Arab,” kata pejabat yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Mulai Jumat (14/4/2023), Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara GCC, ditambah Irak, Jordania, dan Mesir. Fokus utama pertemuan itu adalah meneguhkan posisi negara-negara Arab dalam penyelesaian konflik regional, termasuk Suriah, yang sudah berlangsung sangat lama.
Pejabat itu mengemukakan, penyelesaian konflik secara bertahap, selangkah demi selangkah, menjadi penting untuk menangani konflik besar dan menahun seperti yang terjadi di Suriah. ”Peta jalan yang terperinci bisa menjadi landasan bagi semua pihak untuk bergerak menangani berbagai persoalan besar, mulai dari masalah kemanusiaan, politik, hingga keamanan,” tambahnya.
Dalam ide pembuatan cetak biru itu, Pemerintah Jordania berharap ada upaya untuk rekonsiliasi nasional di antara para pihak berkonflik, terutama kubu Presiden Bashar al-Assad dengan pihak oposisi. Rekonsiliasi nasional ini akan menjadi landasan awal perubahan di internal Suriah, termasuk para pengungsi yang tersebar di banyak negara. Diharapkan pula rekonsiliasi itu bisa memberikan jawaban terhadap nasib puluhan ribu warga yang hilang semasa konflik dan diyakini tewas selama menjalani masa tahanan.
Upaya untuk menata jalan damai di Timur Tengah terbuka setelah Arab Saudi, difasilitasi China, memulihkan hubungan diplomatik dengan Iran. Langkah lanjutan lain yang dilakukan adalah melakukan pembicaraan dengan kelompok Houthi di Yaman sebagai upaya mengakhiri keterlibatan Arab Saudi dalam konflik di negara itu yang berlangsung sejak 2015.
Arab Saudi sejak lama menolak normalisasi hubungan dengan rezim Assad. Arab Saudi mengubah paradigmanya dengan menyatakan bahwa perlu pendekatan baru dengan Damaskus untuk menciptakan perdamaian di kawasan.
Hasilnya, Riyadh membuka pintu bagi kehadiran pejabat senior Suriah di Arab Saudi dengan mengundang Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mekdad, Rabu (12/4/2023). Dalam kunjungan itu, langkah penting dibuat dengan kesepakatan kedua negara akan kembali saling membuka kedutaan.
Perlunya pendekatan baru dalam menyelesaikan konflik di Suriah juga disampaikan oleh Menlu Jordania Ayman Safadi. Saat bertemu dengan Assad, Februari lalu di Damaskus, Safadi mengemukakan rencana tersebut. Rencana itu mendapatkan lampu hijau dari Assad yang mengemukakan bahwa perlu ada langkah baru untuk memecah kebuntuan dalam penyelesaian konflik di Suriah.
Selama lebih dari satu dekade, Suriah menjadi wilayah konflik. Dari semula konflik lokal, protes kelompok anak muda menentang pemerintahan Assad, konflik ini meluas menjadi konflik bersenjata antara pemerintah dan oposisi. Kemudian, konflik menjadi lebih buruk dengan kehadiran sejumlah negara, baik yang mendukung rezim Assad maupun kelompok oposisi, mengusung kepentingan masing-masing.
AS dan Rusia tidak ketinggalan bermain di dalamnya. Di satu sisi, Rusia dan Iran mendukung rezim Assad. Di sisi lain, AS mendukung kelompok perlawanan Kurdi, Turki di kubu berbeda, plus negara-negara di kawasan seperti Arab Saudi dan Qatar yang berada di kubu oposisi (Kompas.id, 10 Maret 2021).
Pejabat senior Pemerintah Jordania itu mengatakan, untuk mendapat dukungan yang lebih luas soal perdamaian di Suriah dan Timur Tengah, negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa, harus memberikan dukungan. Pencabutan sanksi terhadap rezim Assad dan Suriah oleh AS dan Uni Eropa akan menjadi instrumen penting mengakhiri krisis di negara itu dan memungkinan rekonstruksi besar-besaran pascaperang dan pascagempa.
Meredam potensi konflik baru
Peluang untuk rekonsiliasi negara-negara Arab dengan Suriah yang terbuka lebar, termasuk masuknya kembali Suriah ke Liga Arab, di sisi lain membuka peluang untuk terbukanya celah konflik yang baru. Aaron Lund, peneliti pada lembaga Century International, mengatakan, rehabilitasi dan rekonsiliasi Suriah ke dalam komunitas negara-negara Arab bisa diartikan sebagai pesan pada oposisi bahwa Assad akhirnya adalah pemenang dalam ”konflik”. Negara-negara yang semula mendukung kelompok oposisi akan berbalik dengan mendukung penuh pemerintahannya.
Situasi itu juga diamini oleh Sam Heller, kolega Lund di lembaga yang sama. Menurut dia, keterlibatan langsung rezim Assad dengan Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya adalah tujuan yang ingin dicapai oleh Assad.
Sejumlah analis menilai, Arab Saudi juga memiliki keinginan untuk berperan lebih besar dalam proses perdamaian di Suriah agar bisa fokus mengembangkan proyek domestik yang ambisius sebagai bagian dari diversifikasi ekonomi pascaminyak pada 2030. Upaya untuk mengurangi perbedaan antarnegara anggota Liga Arab sendiri, menurut seorang diplomat yang berbasis di RIyadh, dimulai pada pertemuan kali ini. Terlebih karena diyakini bahwa nantinya tidak akan tercapai kata sepakat soal kembalinya Suriah ke dalam organisasi regional itu.
”Pertemuan itu bertujuan untuk mengatasi perbedaan Teluk atas Suriah sebanyak mungkin. Arab Saudi berusaha setidaknya untuk memastikan Qatar tidak keberatan dengan kembalinya Suriah ke Liga Arab jika masalah ini diajukan ke pemungutan suara,” tambah diplomat itu.
Senada dengan diplomat Riyadh, pejabat senior Jordania mengatakan, keinginan besar dari Pemerintah Jordania adalah agar konflik segera berakhir. Pemulihan keamanan dan stabilitas di Suriah akan memiliki dampak positif pada keamanan kawasan. (AFP/REUTERS)