Serangan Udara Junta Myanmar Tewaskan 50 Orang
Junta militer Myanmar kembali menyerang desa yang dianggap melawan kekuasaan junta. Sebanyak 50-100 orang tewas, termasuk warga sipil perempuan dan anak-anak. Dunia kembali mengecam tindak kekerasan junta.
BANGKOK, SELASA — Junta militer Myanmar melancarkan serangan udara terhadap Desa Pazi Gyi di Kota Kanbalu, Sagaing, Myanmar, Selasa (11/4/2023). Akibatnya, 50-100 orang, termasuk warga sipil, tewas.
”Menurut informasi lapangan yang kami dapat, orang-orang tewas bukan hanya karena serangan kami, tetapi ada beberapa akibat ranjau yang ditanam Pasukan Pertahanan Rakyat (PPR) di sekitar daerah itu. Korban yang tewas itu anggota pejuang antikudeta yang berseragam. Mungkin ada beberapa orang berpakaian sipil,” kata juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun, Selasa malam.
Baca juga : AS Tambah Sanksi untuk Myanmar
Junta militer mengklaim serangan udara itu juga mengenai area penyimpanan mesiu dan ranjau. Menurut junta, sayap militer pemerintah bayangan Myanmar itu meneror penduduk untuk mendukung mereka. Mereka juga membunuh biksu Buddha, guru, dan warga sipil. Sementara militer justru menghendaki perdamaian dan stabilitas.
Menurut junta, Pasukan Pertahanan Rakyat atau kelompok-kelompok yang memerangi junta militer bentukan Pemerintahan Persatuan Nasional sedang melangsungkan upacara pembukaan kantor di desa itu. Selama ini, junta militer Myanmar membantah melakukan kekerasan terhadap warga sipil dan sedang memerangi kelompok teroris yang hendak mengacaukan Myanmar.
Sejumlah saksi mata yang berada di lokasi kejadian menceritakan, sekitar 150 orang berkumpul saat serangan terjadi, termasuk perempuan dan 20-30 anak yang kemudian diketahui tewas.
Sejumlah saksi mata yang berada di lokasi kejadian menceritakan, sekitar 150 orang berkumpul saat serangan terjadi, termasuk perempuan dan 20-30 anak yang kemudian diketahui tewas. Di antara korban tewas adalah sejumlah pemimpin Pasukan Pertahanan Rakyat.
”Saya sedang berdiri agak jauh dari kerumunan ketika ada teman saya yang menelepon memberitahukan ada pesawat jet yang mendekat. Pesawat itu langsung menjatuhkan bom ke kerumunan. Saya lompat ke selokan terdekat dan sembunyi. Setelah keluar dari tempat persembunyian, saya lihat banyak orang tewas. Kantor yang mau diresmikan itu ludes dan masih terbakar. Ketika orang-orang mengangkut korban yang luka-luka, ada helikopter datang dan menembaki orang-orang lagi,” kata seorang saksi.
Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Volker Turk mengaku ngeri dengan serangan udara mematikan yang dilancarkan junta militer. Dari informasi yang diperoleh, di antara korban tewas terdapat anak-anak sekolah yang sedang menari.
Laporan BBC Burma, portal berita The Irrawaddy, dan Radio Free Asia menyebutkan, pesawat militer memberondong Desa Pazi Gyi ketika puluhan warga setempat sedang berkumpul untuk menghadiri pembukaan kantor PPR. Wilayah Sagaing yang berada di dekat kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, itu selama ini kerap terlibat dalam pertempuran sengit dengan militer.
Baca juga : Kekerasan Tak Berujung di Myanmar
Dalam pidatonya di parade militer, bulan lalu, pemimpin junta militer Min Aung Hlaing menyatakan, pihaknya akan terus menindak lawan. Junta juga mengumumkan perpanjangan enam bulan kondisi darurat dan menunda pemilu yang dulu dijanjikan akan diadakan pada Agustus 2023. Alasannya, junta belum cukup menguasai Myanmar untuk menyelenggarakan pemungutan suara.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam serangan ini dan meminta junta militer bertanggung jawab. PBB menegaskan kembali seruannya kepada junta militer untuk mengakhiri kekerasan terhadap rakyat Myanmar, terutama warga sipil.
Pada waktu itu, sedikitnya 50 warga sipil tewas. Pada bulan lalu, sedikitnya delapan warga sipil, termasuk anak-anak, juga tewas akibat serangan udara di sebuah desa di barat laut Myanmar.
Sedikitnya 1,2 juta orang sudah mengungsi akibat krisis di Myanmar. Sejak kudeta militer per Februari 2021, Myanmar dalam kondisi kacau. Tentara etnis minoritas dan pejuang perlawanan melawan kekuasaan junta. Junta militer menanggapinya dengan serangan udara dan senjata berat, termasuk di wilayah masyarakat sipil.
Serangan junta di desa itu menjadi salah satu serangan paling mematikan sejak junta menyerang lokasi konser di Negara Bagian Kachin, Oktober 2022. Pada waktu itu, sedikitnya 50 warga sipil tewas. Pada bulan lalu, sedikitnya delapan warga sipil, termasuk anak-anak, juga tewas akibat serangan udara di sebuah desa di barat laut Myanmar.
Pemerintah prodemokrasi Myanmar yang berada di pengasingan, Pemerintah Persatuan Nasional, mengecam serangan udara junta. Mereka menyebutnya sebagai bentuk lain dari penggunaan kekuatan ekstrem militer yang membabi buta terhadap warga sipil.
Negara-negara Barat sudah menjatuhkan sanksi kepada junta dan jaringan bisnisnya guna menghentikan pendapatan dan akses senjata. ”Kami merasakan sakit yang dirasakan keluarga para korban serangan udara ini,” demikian pernyataan tertulis Pemerintah Persatuan Nasional.
Baca juga : Junta Militer Akan Tindak Tegas Siapa Saja yang Melawan
PBB dan organisasi non-pemerintah lain sudah mengumpulkan bukti kredibel tentang pelanggaran hak asasi manusia berskala besar yang dilakukan oleh junta militer Myanmar. Termasuk di dalamnya adalah kasus pembakaran desa dan pemindahan lebih dari 1 juta orang yang memicu krisis kemanusiaan.
Junta kerap menyerang desa-desa karena menganggap desa-desa itu dikuasai teroris. Meski tak kuasa menghadapi serangan udara junta dan minim persenjataan, pasukan perlawanan mampu mencegah junta mengambil alih seluruh wilayah Myanmar.
Guna menggerus kekuatan militer junta, banyak negara Barat memberlakukan embargo senjata terhadap junta. Amerika Serikat dan Inggris baru-baru ini, misalnya, memberlakukan sanksi baru yang menyasar individu dan perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan bakar jet ke Myanmar.
Kelompok pejuang HAM, Amnesty International, dalam pernyataan tertulisnya mendesak berbagai pihak untuk menangguhkan ekspor bahan bakar pesawat ke Myanmar. Langkah ini dianggap perlu dilakukan karena serangan udara junta militer Myanmar yang terus-menerus dilakukan. Amnesty International menegaskan kembali seruannya pada semua negara dan bisnis untuk menghentikan pengiriman yang kemungkinan akan dikuasai junta.
Kelompok ini juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk meminta pertanggungjawaban junta. Mereka juga menyerukan agar junta militer Myanmar diajukan ke Pengadilan Kejahatan Internasional. (REUTERS/AFP/AP)