Tak ada pilihan bagi dunia internasional, termasuk ASEAN, selain terus mendorong junta agar demokrasi dikembalikan dan kekerasan diakhiri. Pembicaraan damai harus segera berlangsung. Akhiri penderitaan rakyat Myanmar.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kekerasan tak kunjung berakhir di Myanmar. Konflik bersenjata antara militer dan kelompok milisi anti-pemerintah masih terus berkecamuk.
Dalam peringatan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar pada Senin (27/3/2023), Panglima Min Aung Hlaing menegaskan kembali sikapnya yang tidak berkompromi dengan kelompok penentang junta militer. Angkatan Bersenjata Myanmar atau Tatmadaw akan menindak tegas, dengan segala cara, siapa pun yang melawannya. Ia juga memberi catatan kepada negara yang mendukung kelompok perlawanan: mereka seharusnya justru membantu pemerintahan yang dipimpinnya (Kompas, 28/3/2023).
Min Aung Hlaing menggerakkan kudeta atas pemerintahan sipil pada 1 Februari 2021. Pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pun ditahan dan kini dipenjara. Kubu militer berargumen, kelompok yang dipimpin Aung San Suu Kyi, antara lain, mencurangi pemilu sehingga bisa menang.
Kecaman dari dunia internasional muncul bertubi-tubi. Negara-negara Asia Tenggara juga sepakat ”mengucilkan” Myanmar. Dalam pertemuan ASEAN, hanya pejabat nonpolitis atau teknis yang diperbolehkan bergabung. Tujuannya satu, yakni mendorong junta militer agar bernegosiasi dengan kelompok oposisi dan mengembalikan kehidupan demokrasi di negara itu.
Kudeta diikuti dengan perlawanan besar. Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang meliputi anggota parlemen terpilih tetapi disingkirkan militer, menguasai kantong-kantong di Myanmar. Sayap militer NUG juga bergabung dengan kelompok milisi etnis. Dengan kata lain, perlawanan terhadap junta kian membesar.
Serangan terhadap aparat terjadi di berbagai tempat. Tak mudah bagi militer Myanmar untuk menghadapinya. Dilaporkan, tak sedikit tentara Myanmar yang desersi.
Dalam situasi itu, kekerasan menjadi hal biasa. Korban penyiksaan dan pembunuhan berjatuhan.
Tekanan yang diberikan oleh negara Barat dan ASEAN terhadap junta militer tampaknya belum membuahkan hasil. Sanksi terhadap elite bisnis dan militer Myanmar oleh Amerika Serikat tidak mampu membuat junta jera. Sikap negara-negara Asia Tenggara untuk tak mengikutsertakan pejabat politik Myanmar dalam berbagai pertemuan belum membuat junta kapok.
Junta yang dipimpin Min Aung Hlaing bahkan kembali menegaskan akan bertindak keras terhadap kelompok oposisi. Janjinya untuk menyelenggarakan pemilu juga tak mendapat respons positif. Sulit membayangkan kekuatan yang memberangus demokrasi akan mampu menyelenggarakan pemilu yang betul-betul jujur, bebas, dan adil.
Tak ada pilihan bagi dunia internasional, termasuk ASEAN, selain terus mendorong junta agar demokrasi dikembalikan dan kekerasan diakhiri. Pembicaraan damai harus segera berlangsung. Akhiri penderitaan rakyat Myanmar.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO