Keamanan PLTN Zaporizhzhia terancam karena pertempuran di sekitar fasilitas itu semakin intensif. Rusia dan Ukraina didesak untuk bersepakat melindungi fasilitas itu sebelum terjadi bencana nuklir.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
Kyiv, Rabu - Keamanan pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, Zaporizhia, terancam dan rentan mengalami kecelakaan atom. Ancaman itu makin serius jika pertikaian Rusia dan Ukraina di sekitar fasilitas nuklir itu tak juga dihentikan. Kekhawatiran akan keamanan fasilitas ini meningkat karena di sekitar fasilitas itu kerap terjadi saling tembak antara pasukan Rusia dan Ukraina.
Jika ada serangan terhadap fasilitas ini lalu sistem pendinginnya terkena hingga kehilangan daya maka yang terjadi adalah bencana nuklir. Kekhawatiran bertambah karena daerah itu kerap mengalami pemadaman listrik berulangkali. Padahal pembangkit listrik itu membutuhkan pasokan listrik yang dapat diandalkan untuk memastikan fungsi keselamatan dan keamanan nuklir.
Untuk mencegah risiko kecelakaan nuklir, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengunjungi pembangkit listrik tenaga nuklir yang berada di wilayah Ukraina dan kini dikuasai pasukan Rusia itu, Rabu (29/3/2023). Ini sudah kedua kalinya Grossi datang ke Zaporizhia sejak Rusia menginvasi Ukraina, Februari lalu. IAEA menjelaskan tujuan kunjungan itu untuk menilai secara langsung situasi keamanan dan keselamatan nuklir di fasilitas itu. Meski IAEA sudah menempatkan tim ahli di PLTN itu sejak September 2022, Grossi tetap menilai situasinya masih genting.
Sebelumnya, Grossi bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang khawatir tidak mungkin memulihkan keamanan di pabrik itu. Zelensky mengatakan jika pasukan Rusia tidak ditarik segera dari PLTN itu dan wilayah sekitarnya, akan sulit memastikan keamanan dan keselamatan PLTN itu.
Pasukan Rusia mengambil alih PLTN Zaporizhia pada Maret 2022 dan Rusia tampaknya tidak mau melepaskan kendalinya atas PLTN itu. Grossi sudah berulangkali menyerukan zona aman di sekitar Zaporizhia sambil mencoba bernegosiasi dengan Ukraina dan Rusia.
Zelensky “mengadu” ke Grossi bahwa karyawan di Zaporizhia berada di bawah tekanan Rusia yang menurutnya gagal memastikan keamanan fasilitas tersebut. Ukraina menuding Rusia memanfaatkan PLTN itu sebagai perisai untuk melindungi pasukan dan persenjataannya.
Zaporizhia adalah salah satu dari empat wilayah yang diklaim Moskwa. Rusia menganggap fasilitas itu berada di dalam wilayahnya dan ini dibantah Ukraina. Rusia berbalik menuding Ukraina yang membahayakan keselamatan fasilitas dan Rusia justru sedang membangun bangunan pelindung.
“Mereka menyandera PLTN itu lebih dari setahun. Ini hal terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah tenaga nuklir Eropa bahkan dunia,” kata Zelenskyy.
Meski situasi di sekitar PLTN tak juga membaik, Grossi tetap optimis akan tercapai kesepakatan Rusia dan Ukraina untuk melindungi fasilitas nuklir itu demi mencegah bencana nuklir. Ketika diwawancarai kantor berita The Associated Press, Selasa, Grossi mengatakan setelah bertemu dengan Zelenskyy, kemungkinan besar ia akan ke Rusia untuk membicarakan isu ini karena pertempuran di sekitar PLTN semakin aktif.
Sejak lama Grossi sudah meminta agar dibangun zona perlindungan di sekitar PLTN tetapi kesepakatan untuk itu belum tercapai. “Butuh komitmen politik untuk mencapai kesepakatan itu. Kesepakatan ini tentang perlindungan PLTN dan menghindari kecelakaan. Mereka setuju dengan IAEA tentang itu dan ini elemen penting,” kata Grossi.
Saat ini, enam reaktor pembangkit listrik dalam keadaan mati dan PLTN itu masih menerima pasokan listrik yang dibutuhkan melalui satu jaringan listrik yang masih berfungsi. Personel PLTN harus bersiaga beralih ke generator diesel darurat untuk memastikan pasokan listrik terkendali. Dalam satu tahun terakhir, mereka telah enam kali menggunakan generator itu gara-gara pasokan listrik macet setelah terjadi serangan udara oleh pesawat tanpa awak dan sebab-sebab lainnya. Risiko seperti ini yang kata Grossi membahayakan karena serba tidak terduga. (REUTERS/AFP/AP)