Invasi Militer Rusia Membahayakan PLTN Ukraina
Penguasaan sejumlah reaktor PLTN Ukraina oleh Rusia harus tetap mengedepankan keselamatan dan keamanan. Invasi militer Rusia ke Ukraina berpotensi besar membahayakan keselamatan operasional PLTN.
Invasi militer Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu berpotensi besar membahayakan keselamatan operasional pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN. Sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap pasokan listrik dari PLTN membuat reaktor ini menjadi sasaran stategis militer Rusia untuk segera dilumpuhkan.
Upaya penguasaan atau pelumpuhan obyek strategis ini tentu saja sangat berbahaya bagi keselamatan dan keamanan nasional bangsa Ukraina. Apabila tidak diantisipasi, peristiwa kecelakaan reaktor PLTN di Chernobyl IV, Ukraina, pada April 1986 dapat terulang.
Kelistrikan merupakan wujud energi yang sangat vital bagi masyarakat Ukraina.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA) pada kurun waktu 1990-2020, konsumsi energi final di Ukraina sekitar 35 persen berupa energi listrik dan panas. Kedua bentuk energi ini mengalahkan masing-masing konsumsi final dalam bentuk energi fosil, seperti minyak, batubara, dan gas alam.
Hal ini menunjukkan bahwa kelistrikan merupakan wujud energi yang sangat vital bagi masyarakat Ukraina. Apabila ditelusuri lebih dalam lagi, pembangkitan energi listrik dan panas itu sebagian besar bersumber dari PLTN.
Sekitar 54 persen energi listrik dan panas di Ukraina disuplai oleh PLTN. Kondisi ini mengindikasikan bahwa PLTN merupakan tulang punggung yang sangat penting bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat Ukraina.
Berdasarkan data dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), kontribusi energi listrik dari PLTN hingga lebih dari 50 persen di Ukraina itu merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Berada di urutan kedua setelah Perancis yang memiliki besaran suplai listrik dari PLTN hingga 70 persen.
Ketergantungan yang tinggi ini membuat reaktor PLTN menjadi salah satu obyek yang sangat penting untuk terus dijaga pasokan energinya. Bahkan, Ukraina terus berupaya meningkatkan kapasitas pembangkitan listrik dari PLTN agar produksinya terus bertambah.
Saat ini, Ukraina sedang membangun 2 reaktor baru dengan kapasitas total sekitar 2 gigawatt (GW). Reaktor baru itu akan mulai commercial operation date (COD) beberapa tahun mendatang.
Penambahan unit reaktor baru tersebut mengindikasikan bahwa nuklir menjadi pilihan penting dan terbaik bagi perkembangan sektor energi Ukraina di masa mendatang. Padahal, negara bekas pecahan Uni Soviet ini pernah mengalami sejarah buruk terkait bencana kecelakaan reaktor PLTN di masa silam di Chernobyl IV pada tahun 1986.
Namun, kecelakaan itu sepertinya bukan menjadi penghalang bagi Ukraina untuk terus membangun reaktor PLTN yang baru. Indikasinya terlihat dari selesainya pembangunan tujuh PLTN dan sekaligus tersambung secara on grid pasca-kecelakaan Chernobyl IV.
Hingga saat ini, Ukraina sudah memiliki 15 PLTN yang sudah beroperasi dengan kapasitas sekitar 13 GW. Jadi, dalam beberapa tahun mendatang kapasitas listrik dari PLTN akan meningkat hingga 15 GW setelah 2 PLTN baru mulai COD.
Baca juga: Militer Rusia Menghadapi Kekuatan Ukraina dan NATO
Nuklir target invasi
Tingginya ketergantungan listrik Ukraina pada PLTN membuat reaktor tersebut menjadi target penting dalam invasi militer Rusia. Sejak invasi dilancarkan pertama kali, Rusia berupaya menguasai sejumlah titik sentral terkait pembangkit nuklir.
Pada 24 Februari 2022, Ukraina melaporkan kepada IAEA bahwa pasukan Rusia telah menguasai semua fasilitas pembangkit nuklir Chernobyl. Hal ini tentu saja membuat sejumlah negara di dunia khawatir tentang peristiwa kecelakaan reaktor PLTN di Chernobyl dapat terulang.
Hanya saja, kekhawatiran secara global tersebut sepertinya tidak dihiraukan oleh Rusia karena pasukan ”Beruang Merah” itu terus berusaha menguasai sejumlah reaktor nuklir lainnya.
Pada awal Maret 2022, Rusia memberi tahu IAEA bahwa pasukan militernya telah menguasai wilayah di sekitar pembangkit nuklir Zaporizhzhia, Ukraina. Pembangkit nuklir ini merupakan yang terbesar di Ukraina karena memiliki enam reaktor PLTN berkapasitas hingga sekitar 6 GW. Kota Enerhodar yang menjadi kawasan PLTN tersebut menjadi sasaran pertempuran kota antara Rusia dan Ukraina.
Pembangkit nuklir ini merupakan yang terbesar di Ukraina karena memiliki enam reaktor PLTN berkapasitas hingga sekitar 6 GW.
Tentu saja peperangan ini sangat membahayakan sehingga Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi menyerukan kepada pihak yang bertikai untuk menghentikan penggunaan kekuatan persenjataan dan meminta pasukan militer untuk menahan diri karena berada di lokasi sekitar PLTN.
Sayangnya, dalam pertempuran di kota Enerhodar itu ada proyektil persenjataan yang mengenai gedung pelatihan di dalam lokasi pabrik enam unit PLTN Zaporizhzhia sehingga menimbulkan kebakaran.
Inspektorat Pengaturan Nuklir Ukraina (SNRIU) mengatakan, kebakaran yang terjadi di lokasi PLTN Zaporizhzhia tidak memengaruhi peralatan ”kritis” dan personel pabrik mengambil langkah-langkah mitigasi. Dilaporkan tidak ada perubahan tingkat radiasi di area pabrik dan enam reaktor PLTN tidak terpengaruh. Saat ini, PLTN Zaporizhzhia sudah diambil alih oleh pasukan militer Rusia.
Pengambilalihan reaktor nuklir sejauh ini tidak atau belum menimbulkan tanda-tanda yang mengarah pada ancaman keselamatan akibat radiasi nuklir. Bisa jadi pengambilalihan ini semata-mata karena upaya represif Rusia untuk segera menundukkan Ukraina. Tanpa harus sengaja ”mengganggu” serta ”mengancam” faktor keselamatan dan keamanan reaktor PLTN tersebut.
Hingga pertengahan Maret ini, tidak ada laporan dari IAEA yang menyatakan reaktor PLTN yang dikuasai militer Rusia berdampak kritis pada keselamatan operasional. Reaktor Chernobyl yang dikuasai sejak awal pertempuran sekalipun, menurut IAEA, tidak menunjukkan kondisi kritis pada keselamatan.
Bahkan, operator PLTN milik Pemerintah Ukraina, Energoatom, menyatakan pada 13 Maret lalu bahwa operator sistem transmisi Ukrenergo berhasil memperbaiki saluran listrik yang diperlukan untuk memulihkan pasokan listrik eksternal ke Chernobyl. SNRIU mengatakan bahwa situs tersebut akan terhubung kembali ke jaringan listrik pada 14 Maret.
Artinya, jaringan listrik dari Chernobyl kembali terhubung dengan negara tetangganya, yakni Belarusia dan Rusia. ”Mode Pulau” yang sempat diaktifkan yang menandakan tidak terhubung ke jaringan negara tetangga mana pun kemungkinan sudah dinonaktifkan.
Baca juga: Serangan Rusia ke Ukrania Bayangi Gejolak Energi di Eropa
Bencana radiasi Chernobyl
Invasi militer Rusia memang patut manjadi kekhawatiran global, terutama yang terkait pengambilalihan reaktor PLTN di Ukraina. Sejarah silam akibat kecelakaan reaktor PLTN Chernobyl IV yang berdampak serius bagi lingkungan dan mahkluk hidup layak menjadi keresahan bersama masyarakat dunia.
Korban jiwa dan ancaman kesehatan yang serius akibat radiasi nuklir Chernobyl hingga saat ini selalu menjadi contoh konkret tentang betapa bahayanya reaktor PLTN itu. Ledakan reaktor Chernobyl IV telah mengukir citra buruk tentang pembangkitan nuklir di berbagai penjuru dunia.
Menurut laporan World Nuclear Association, kecelakaan reaktor Chernobyl itu merupakan akumulasi dari beberapa kesalahan. Pertama, reaktor tersebut dinilai sebagai produk Uni Soviet yang cacat produksi.
Kedua, adanya kesalahan serius yang dibuat oleh operator pembangkit itu pada saat kejadian. Ketiga, relatif rendahnya budaya keselamatan sebagai bentuk konsekuensi dari isolasi Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur.
Kecelakaan pada April 1986 itu menghancurkan reaktor Chernobyl IV serta menewaskan 30 operator dan petugas pemadam kebakaran dalam waktu tiga bulan. Selain itu, juga diikuti dengan beberapa kematian lanjutan. Setidaknya ada 19 pekerja lainnya kemudian meninggal pada 1987-2004, tetapi kematian mereka tidak serta-merta dapat dikaitkan dengan paparan radiasi.
Komite Ilmiah PBB tentang efek radiasi atom telah menyimpulkan bahwa selain dari sekitar 5.000 kanker tiroid (yang mengakibatkan 15 kematian), tidak ada bukti dampak kesehatan yang besar bagi masyarakat yang disebabkan oleh paparan radiasi 20 tahun setelah kecelakaan itu.
Meskipun dampak bagi kesehatan bisa dikatakan semakin minim, bahaya pengendapan radiasi tetap menjadi kewaspadaan bersama sejumlah negara.
Ledakan uap yang dihasilkan dari kebakaran reaktor itu setidaknya telah melepaskan sekitar 5 persen dari inti reaktor radioaktif ke lingkungan serta pengendapan bahan radioaktif di sejumlah negara Eropa.
Meskipun dampak bagi kesehatan bisa dikatakan semakin minim, bahaya pengendapan radiasi tetap menjadi kewaspadaan bersama sejumlah negara.
Sebagian besar wilayah Belarus, Ukraina, Rusia, dan sekitarnya terkontaminasi radiasi nuklir dalam berbagai tingkatan. Pada saat kejadian tahun 1986 itu, setidaknya ada sekitar 350.000 orang dievakuasi guna menghindari paparan radiasi.
Akibat dari bencana tersebut, ketiga reaktor PLTN lainnya di Chernobyl mulai dinonaktifkan. Chernobyl II mulai dekomisioning tahun 1996, Chernobyl I tahun 1996, dan Chernobyl III tahun 2000. Selain itu, Pemerintah Ukraina yang didukung oleh sejumlah lembaga donor lainnya membangun kompleks industri untuk pengelolaan limbah radikal padat yang mulai dioperasikan tahun 2009.
Dalam hal ini, limbah padat tingkat rendah dan menengah terakumulasi dari operasi pembangkit listrik dan penonaktifan blok reaktor Chernobyl I, II, dan III dikondisikan dengan insinerasi, pemadatan kekuatan tinggi, dan sementasi, sesuai kebutuhan dan kemudian dikemas untuk dibuang.
Selain itu, limbah padat radioaktif tinggi dan berumur panjang dipilah untuk penyimpanan terpisah sementara. Proyek ini menelan biaya sekitar 1,5 miliar euro atau sekitar Rp 23 triliun. Dana ini termasuk untuk membangun tempat perlindungan baru guna menutup reaktor Chernobyl IV yang hancur.
Penguasaan sejumlah reaktor PLTN oleh Rusia harus tetap mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan.
Melihat dari betapa panjangnya proses dekomisioning dan juga biaya yang sangat besar dalam mengelola limbah radioaktif nuklir dari peristiwa Chernobyl itu, maka sudah sewajarnya jika masyarakat dunia harus tegas mengingatkan Rusia dalam melancarkan aksi invasi militernya.
Penguasaan sejumlah reaktor PLTN oleh Rusia harus tetap mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan. Apabila hal ini dilanggar, efek buruk dari radiasi nuklir bagi lingkungan dan mahkluk hidup dapat mendera sejumlah negara-negara di sekitar Ukraina. Rusia juga termasuk salah satu negara yang terancam paparan radiasi nuklir itu. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mencermati Intensi Kremlin di Ukraina