Meski Xi Jinping dan Vladimir Putin tampak mesra, hubungan China dan Rusia tidak senyaman dan seharmonis itu. AS berpendapat, posisi keduanya saja tidak setara dan Rusia lebih terlihat seperti "adik".
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
AP/SPUTNIK/KREMLIN POOL/GRIGORY SYSOYEV
Presiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin berjalan bersama setelah keduanya berdialog di Moskwa, Rusia, Senin (20/3/2023).
Washington, Rabu - Di mata Amerika Serikat, hubungan bilateral antara China dan Rusia tidak ideal dan tidak sehangat dugaan orang. Ini karena China belum memberikan bantuan militer apapun kepada "mitra juniornya", Rusia, sebagai bekal untuk berperang di Ukraina. Amerika Serikat pernah menuduh China sedang mempertimbangkan permintaan senjata Rusia untuk berperang di Ukraina tetapi sampai sekarang belum dipenuhi. Hubungan keduanya pun tidak setara secara ekonomi. Sampai sejauh ini, Amerika Serikat masih menilai China belum “melewati batas”.
Setidaknya itu pandangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, yang dikatakannya, Rabu (22/3/2023). “Dunia memandang ‘pernikahan’ mereka nyaman. Tetapi saya tidak yakin begitu karena dalam hubungan mereka, Rusia mitra juniornya. China juga belum ‘melewati batas’ dengan memberikan bantuan mematikan ke Rusia,” kata Blinken kepada Komite Hubungan Luar Negeri di Senat AS.
Blinken juga mengingatkan China mendorong visi “tidak liberal” untuk menggantikan tatanan dunia yang dipimpin AS. Sebaliknya, Washington menyebut, Rusia diduga justru tidak menginginkan tatanan dunia. Dan karena belum juga ada bantuan dari China, menurut intelijen AS, Rusia yang merupakan salah satu kekuatan militer top dunia terpaksa mengandalkan Iran dan Korea Utara untuk pasokan persenjataan.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Moskwa, Presiden China Xi Jinping, mengajukan usulan agar Rusia-Ukraina melakukan gencatan senjata. Di akhir pertemuannya dengan Putin, Xi mengatakan China dan Rusia menyaksikan perubahan yang belum pernah terjadi selama lebih dari satu abad. Dan Putin setuju. Keduanya berbicara selama 10 jam lebih. Xi kemungkinan akan menawarkan bantuan yang penting kepada Putin, termasuk dalam upayanya membentuk kembali dunia dengan membatasi dominasi AS.
Namun AS menanggapi skeptis usulan tentang gencatan senjata. AS khawatir Rusia akan memanfaatkan jeda waktu gencatan senjata itu untuk menyusun kembali kekuatan pasukan yang sudah babak belur di lapangan.
AFP/YASUYOSHI CHIBA
Prajurit Ukraina berjalan di sebuah jalan di Siversk pada 17 Februari 2023.
China-Rusia
Putin memuji usulan China untuk penyelesaian perang di Ukraina. Putin juga meluncurkan banyak inisiatif yang mengukuhkan peran Rusia sebagai sumber utama energi dan bahan mentah lainnya untuk ekonomi raksasa China. Ia mengusulkan pembangunan jalur pipa energi baru, mengundang China untuk mengisi dunia bisnis yang ditinggalkan Barat, dan berjanji meningkatkan ekspor produk pertanian ke China.
Akan tetapi, Xi menghindari komitmen tegas apapun terkait proyek tertentu. Komentar yang keluar dari Xi sebagian besar retorika umum dan samar tentang perluasan hubungan. “Banyak hal yang diharapkan Putin terjadi, tetapi pada kenyataannya, tidak terjadi. Tidak ada gunanya Xi secara eksplisit mengatakan menerima posisi Rusia dalam perang Ukraina. Bahkan sepertinya China menjauh dan tidak mau menunjukkan dukungan penuh pada posisi Rusia,” kata Guru Besar Sejarah dan Politik China di Universitas Oxford, Rana Mitter.
Banyak komentator berpendapat pertemuan Xi-Putin itu gagal karena Putin tidak mendapatkan bantuan khusus apapun dari China. Bahkan Rusia tampak semakin tersubordinasi dalam aliansi dengan China. “Mungkin ada kesepakatan yang tidak ingin diketahui publik tetapi tidak ada indikasi adanya peningkatan dukungan militer China untuk Rusia. Bahkan tidak ada kemauan Xi untuk meningkatkan dukungan diplomatiknya,” kata Guru Besar Politik Rusia di King’s College London, Inggris, Sam Greene.
Setelah lebih dari setahun bertempur di Ukraina dan dijatuhi sanksi bertubi-tubi dari Barat, ketergantungan Rusia pada China meningkat signifikan. Menghadapi pembatasan Barat atas minyak, gas, dan ekspor lainnya, Rusia mengalihkan aliran energinya ke China dan memperluas ekspor lainnya secara tajam dan menghasilkan kenaikan 30 persen dalam perdagangan bilateral.
Pembatasan harga Barat pada minyak Rusia memaksa Moskwa untuk menawarkannya ke China dan pelanggan lain dengan diskon tajam. Pasar China yang begitu besar menyerap dan memastikan aliran pendapatan minyak yang stabil ke pundi-pundi Kremlin. CEO perusahaan konsultan Macro-Advisory, Chris Weafer, mengatakan selama Rusia dapat berdagang dengan China dan negara-negara Asia lainnya, Rusia tidak akan menghadapi bahaya kehabisan uang atau dipaksa menyerah di medan perang.
Meski mendapat untung besar dari situasi putus asa Moskwa, Beijing pasti akan meningkatkan dukungannya jika melihat Rusia melemah. “Skenario mimpi buruk bagi China adalah runtuhnya Rusia secara militer yang akan menyebabkan runtuhnya rezim dan penggantian pemerintahan ke pro-Barat,” kata peneliti senior di Carnegie Endowment, Alexander Gabuev.
Gabuev menilai China tidak mungkin memberikan bantuan militer langsung ke Moskwa dalam waktu dekat hanya karena tidak merasa ada kebutuhan mendesak untuk melakukannya. “Rusia tidak melakukan yang terbaik di medan perang, tetapi jelas tidak akan kalah. Jadi, kebutuhan untuk mendukung militer Rusia sejauh ini dipertanyakan dari kedua belah pihak,” ujarnya.
AP PHOTO/FILE
Kapal tanker Sun Arrows mengangkut kargo berisi gas alam dari proyek Sakhalin-2 di Pelabuhan Prigorodnoye, Rusia. Foto diambil pada , 29 October 2021
Selain bantuan amunisi, tank, dan roket, Rusia juga sangat membutuhkan bantuan China untuk menghindari sanksi Barat guna mempertahankan aliran komponen berteknologi tinggi untuk industri senjata dan sektor ekonomi lainnya. Sergei Markov, analis politik pro-Kremlin, memperkirakan China dapat diharapkan untuk bertindak lebih tegas untuk membantu Rusia mendapatkannya. “Rusia tidak membutuhkan senjata dari China. Mereka butuh microchip dan komponen dan mereka akan mendapatkannya,” kata Markov.
Sejumlah pengamat menilai China masih malu-malu mendukung Rusia. Namun China jelas memiliki kepentingan besar untuk menopang Rusia karena China tidak mau sendirian menghadapi potensi konfrontasi dengan AS. Pakar Hubungan Rusia-China, Mikhail Korostikov mengatakan, China sudah cermat mengamati pengalaman Rusia dalam menghadapi sanksi Barat yang masif. Meski ketergantungan Rusia pada China meningkat, ruang gerak China juga menyempit. Tidak ada alternatif bagi Rusia sebagai mitra yang menyediakan sumber daya yang sangat dibutuhkan China jika terjadi eskalasi dalam konfrontasinya dengan Barat. Ini membantu menyeimbangkan situasi dan memungkinkan Moskwa untuk berharap Beijing tidak akan menggunakan tuas ekonomi yang baru diperolehnya secara berlebihan," kata Korostikov.