China, Rusia, dan Iran Rapatkan Barisan dengan Latihan Militer di Teluk Oman
Latihan militer di antara negara-negara yang bermasalah dengan Amerika Serikat ini menawarkan kerja sama pertahanan dan keamanan baru.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AP/IRANIAN ARMY
Foto yang dirilis Angkatan Bersenjata Iran, Jumat (21/1), kapal perang milik Angkatan Laut Iran ikut serta dalam latihan militer bersama dengan kapal perang Angkatan Laut Rusia dan China di utara Samudra Hindia. Sejak beberapa bulan terakhir, Iran secara reguler mengadakan latihan tempur, mengantisipasi serangan musuh mereka jika perundingan program nuklir Iran buntu.
BEIJING, KAMIS — Kementerian Luar Negeri China mengumumkan bahwa China menggelar latihan perang bersama dengan Iran dan Rusia di Teluk Oman. Latihan perang ini merupakan latihan kedua bagi Rusia setelah awal 2023 mereka mengadakan bersama Belarus. Latihan-latihan perang itu digelar saat Rusia masih dalam peperangan menghadapi Ukraina.
Pengumuman tersebut dikeluarkan melalui keterangan resmi Kementerian Luar Negeri China di Beijing, Rabu (15/3/2023). ”Latihan ini berguna untuk memperkuat angkatan laut masing-masing, sekaligus juga meningkatkan ikatan kerja sama antarnegara untuk menjaga keamanan dan kestabilan kawasan,” demikian keterangan itu. Latihan tersebut dilaksanakan Rabu hingga Minggu (15-19/3/2023).
Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai negara-negara lain yang mengikuti latihan militer. Akan tetapi, diperkirakan negara-negara di Teluk Arab, antara lain Oman dan Uni Emirat Arab, juga turut serta dalam latihan tersebut.
Pakistan juga dikabarkan akan terlibat di dalam latihan. Kapal perang China, Nanning, yang memiliki kemampuan mengincar dan menghancurkan rudal akan diturunkan.
AFP/ASIF HASSAN
Kapal Angkatan Laut China, Nanning, berpartisipasi pada latihan angkatan laut multinasional AMAN-23 di Laut Arab dekat kota pelabuhan, Karachi, Pakistan, 13 Februari, 2023. Kapal Nanning melanjutkan partisipasinya pada latihan perang di Teluk Oman, yang juga diikuti Rusia dan Iran, 15-19 Maret 2023.
China semakin dekat dengan negara-negara Timur Tengah. Pekan lalu, China sukses menggelar dialog damai antara Iran dan Arab Saudi yang mengakhiri ketegangan selama tujuh tahun terakhir.
Amerika Serikat, sahabat Arab Saudi sejak lama, akhir-akhir ini semakin renggang hubungannya dengan Riyadh dan kawasan Timur Tengah secara keseluruhan. Hal ini terutama sejak kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang bekerja di media AS, The Washington Post, pada tahun 2018 yang diduga dilakukan atas perintah Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Belakangan ini, AS marah kepada Riyadh karena, sebagai kartel minyak terbesar dunia, Arab Saudi tidak mau meningkatkan produksi demi menjegal penghasilan minyak dari Rusia.
Latihan di Teluk Oman kali ini merupakan latihan di antara negara-negara yang memiliki masalah dengan AS.
Latihan di Teluk Oman kali ini merupakan latihan di antara negara-negara yang memiliki masalah dengan AS. Iran telah bersengketa dengan AS sejak tahun 1979 ketika Pemerintah Republik Islam Iran hasil gerakan revolusi menumbangkan Shah Iran. Baru-baru ini, unjuk rasa besar-besaran akibat kematian Mahsa Amini, perempuan yang diduga dianiaya oleh polisi moral akibat dinilai tidak berjilbab sesuai peraturan, menambah ketegangan hubungan Teheran-Washington.
Selain itu juga ada persoalan tersendatnya perundingan untuk kembali pada kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Kesepakatan itu, yang dikenal dengan nama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), membahas isu pengayaan nuklir Iran. JCPOA diteken pada tahun 2015 ini antara negara-negara pemilik nuklir plus Jerman. Kesepakatan itu ditinggalkan secara sepihak oleh AS di bawah Presiden Donald Trump pada tahun 2018 .
KOMPAS
Dimediasi China, Arab Saudi dan Iran sepakat untuk rekonsiliasi setelah tujuh tahun putus hubungan diplomatik.
Hubungan AS-Rusia memburuk sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Satu tahun peperangan, belum ada tanda-tanda kedua belah pihak menginginkan dialog damai. Di luar pertempuran di Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin meyakini bahwa AS adalah pelaku peledakan pipa Nord Stream yang mengalirkan gas dari Rusia ke Ukraina. Apalagi, laporan wartawan investigasi AS, Seymour Hersh, turut mengatakan demikian.
”Saya tidak memercayai teori Nord Stream dirusak oleh teroris Ukraina. Peledakan ini memerlukan teknologi canggih dan misi terencana dan hanya bisa dilakukan oleh negara dengan kemampuan itu. AS memiliki kepentingan dalam perusakan Nord Stream karena mereka bisa menjual gas ke Eropa,” kata Putin, dikutip oleh kantor berita TASS.
China mengumpulkan negara-negara yang bermasalah dengan AS ini dan memperkuat ikatan kerja sama. Bahkan, China juga telah menawarkan mediasi perundingan damai antara Rusia dan Ukraina. Gestur ini ditampik oleh AS, tetapi disambut dengan baik oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Bahkan, Zelenskyy meminta pertemuan empat mata dengan Presiden China Xi Jinping guna membahas rencana tersebut.
Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Asia Pasifik Danie Kritenbrink ketika berkunjung ke Jakarta pekan lalu mengatakan, AS tidak berusaha memusuhi China. Sebaliknya, AS tetap mencari jalur-jalur komunikasi yang memungkinkan kerja sama di sektor-sektor strategis universal. (AP)