Xi Ingin Redakan Perang Ukraina, AS Curigai Inisiatif Itu untuk Perkuat Rusia
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin membicarakan proposal damai di Ukraina dalam upaya menghentikan perang. Namun, AS dan Barat mencurigai upaya Xi sebagai cara untuk memperkuat posisi Rusia.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·5 menit baca
AP/SPUTNIK/KREMLIN POOL/GRIGORY SYSOYEV
Presiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) berjalan bersama selepas pertemuan informal keduanya di Kremlin, Moskwa, Rusia, Senin (20/3/2023).
MOSKWA, SELASA — Hari kedua kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Rusia, Selasa (21/3/2023), akan memuat agenda pembicaraan lebih mendalam dan detail mengenai hubungan kemitraan kedua negara. Tidak tertutup kemungkinan pembicaraan Xi dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyinggung proposal damai di Ukraina.
Dalam pertemuan informal pada hari pertama kunjungan Xi di Kremlin, Moskwa, Senin (20/3/2023), isu proposal damai di Ukraina sempat disinggung kedua pemimpin. Seperti dirilis Kementerian Luar Negeri China, dalam pertemuan itu, Xi menekankan bahwa mengenai isu Ukraina, suara-suara yang mendorong perdamaian dan sikap rasional terus meningkat.
”Sebagian besar negara mendukung peredaan ketegangan, perundingan-perundingan damai, dan menolak menyiramkan bahan bakar ke tengah api. Catatan sejarah menunjukkan, konflik-konflik pada akhirnya harus diselesaikan melalui dialog dan negosiasi,” sebut Kemenlu China, merujuk pada pernyataan Xi.
Pada Februari lalu, China mengeluarkan Inisiatif Keamanan Global berisi 12 poin mengenai upaya penghentian perang antara Rusia dan Ukraina. Isinya agar semua pihak mengutamakan penghentian kekerasan dan gencatan senjata di antara dua negara itu.
”China akan terus memainkan peran konstruktif dalam mendorong penyelesaian politik dalam isu Ukraina,” lanjut Kemenlu China.
KOMPAS
Presiden China Xi Jinping, sejak Senin (20/3/2023) memulai lawatannya ke Rusia. Selama tiga hari ke depan Jinping akan membahas hubungan bilateral China dan Rusia. Salah satu aspek yang ditekankan adalah mengenai perdagangan serta keamanan dunia. Hingga kini, belum ada informasi apakah Xi Jinping akan membujuk Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyegerakan gencatan senjata dan perundingan damai dengan Ukraina.
Dalam pertemuan informal yang berlangsung sekitar 4,5 jam itu, Putin memuji proposal damai China. Ia juga menyatakan terbuka untuk berunding mengenai isu Ukraina.
”Kita akan membahas semua isu itu, termasuk inisiatif Anda yang sangat kami hormati,” ujar Putin kepada Xi. ”Kerja sama kita di arena internasional tak diragukan ikut membantu memperkokoh prinsip-prinsip dasar tata dunia dan multipolaritas.”
Pada awal pertemuan tersebut, Xi dan Putin tersenyum dan berjabat tangan erat. Keduanya saling menyapa dengan panggilan, ”Temanku yang baik”, dan saling melempar pujian.
Putin memberi selamat atas terpilihnya Xi sebagai Presiden China untuk periode ketiga, sembari berharap hubungan kedua negara bisa lebih erat. ”China telah membuat lompatan kolosal dalam pembangunan pada tahun-tahun terakhir ini,” kata Putin.
”Hal itu menarik perhatian murni di seluruh dunia, dan bahkan kami merasa agak iri,” lanjut Putin, yang disambut Xi dengan senyuman.
AP/XINHUA/SHEN HONG
Presiden China Xi Jinping (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan di Kremlin, Moskwa, Rusia, Senin (20/3/2023).
Xi juga balik memuji Putin. Menurut Xi, Rusia di bawah kepemimpinan kuat Putin semakin sejahtera. Xi menambahkan, dirinya yakin rakyat Rusia akan mendukung dan memilih Putin lagi dalam pemilu tahun depan. Putin (70), yang berkuasa sejak 2000, secara terbuka belum menyampaikan keinginan menjadi kandidat presiden lagi.
Potret juru damai
Kunjungan ke Moskwa ini merupakan kunjungan luar negeri pertama Xi setelah ia kembali dipilih menjadi presiden untuk periode ketiga dalam sidang Kongres Rakyat Nasional (NPC) beberapa waktu lalu. Xi berupaya menampilkan potret Beijing sebagai juru damai yang potensial mendinginkan perang di Ukraina.
Moskwa juga sejak beberapa bulan terakhir terus mempromosikan rencana kunjungan Xi tersebut. Namun, waktu kunjungan Xi memberi makna baru lantaran berlangsung tidak lama setelah Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) pada Jumat (17/3/2023) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin. ICC menuding Putin melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi anak-anak Ukraina ke Rusia.
Moskwa membantah tudingan bahwa pihaknya mendeportasi anak-anak itu secara ilegal. Mereka beralasan, Rusia mengambil para anak yatim atau yatim piatu untuk diberi perlindungan. Moskwa juga membuka kasus kriminal terhadap para jaksa dan hakim ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan Putin.
AP/SPUTNIK/KREMLIN POOL PHOTO/SERGEI KARPUKHIN
Presiden China Xi Jinping (kiri) berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan di Kremlin, Moskwa, Rusia, Senin (20/3/2023).
Menurut Beijing, keluarnya surat perintah penangkapan terhadap Putin itu mencerminkan sikap standar ganda. Namun, menurut Barat, surat perintah penangkapan oleh ICC itu harus membuat Putin menjadi pariah.
Perlindungan diplomatik
”Kunjungan Presiden Xi ke Rusia beberapa hari setelah Mahkamah Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Putin menunjukkan bahwa China tidak memiliki tanggung jawab untuk meminta Kremlin agar mau bertanggung jawab atas kejahatan (Rusia) di Ukraina,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
”Alih-alih mengecam mereka, (China) malah lebih cenderung memberi perlindungan diplomatik kepada Rusia agar melanjutkan kejahatan-kejahatan berat mereka,” lanjut Blinken.
Juru bicara Gedung Putih, John Kirby, menyebut Xi seharusnya menggunakan pengaruhnya guna menekan Putin agar menarik pasukan dari Ukraina. Washington menduga, Beijing dapat mendorong gencatan senjata yang akan membiarkan pasukan Rusia bertahan di wilayah yang telah mereka kuasai.
Di mata Barat, proposal damai inisiatif Beijing dipandang sebagai upaya untuk memberi lebih banyak waktu kepada Putin untuk mengonsolidasikan kekuatan pasukannya dan memperkokoh cengkeraman di wilayah yang mereka duduki. Washington dalam beberapa pekan terakhir bahkan menyatakan kekhawatiran tentang kemungkinan China memasok senjata ke Rusia. Beijing menepis tudingan tersebut.
AFP/NATALIA KOLESNIKOVA
Boneka-boneka tradisional Rusia berbahan kayu ini bergambarkan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dijual di tengah kunjungan Xi di Moskwa, Rusia, Senin (20/3/2023).
Beberapa analis menyebutkan, sementara Putin berupaya memperoleh dukungan kuat Xi dalam isu Ukraina, diragukan bahwa kunjungan Xi ke Moskwa bakal membuahkan dukungan militer China untuk Rusia. ”China terlihat lebih berminat untuk bertindak sebagai mediator inisiatif perdamaian terkait Ukraina daripada menambah dukungan bagi invasi Rusia,” kata Robert Murrett, Wakil Direktur Institute for Security Policy and Law di Syracuse University, AS.
Yu Jie, peneliti senior Program Asia-Pasifik pada Chatham House di London, menyebutkan bahwa rombongan delegasi Xi tidak mengikutsertakan para pejabat senior Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China. ”Mereka mungkin memberi pesan bahwa Beijing kemungkinan tidak akan menawarkan dukungan militer secara langsung kepada Moskwa terlepas dari beberapa hal yang sudah diperkirakan pengamat,” katanya.
Sementara Kyiv dengan hati-hati menyambut proposal damai Beijing saat dilontarkan bulan lalu. Ukraina selama ini menegaskan bahwa perang tidak akan berakhir sebelum Rusia menarik pasukan dari wilayah Ukraina yang mereka duduki.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan, jika China membantu pasukan senjata ke Rusia, akan pecah Perang Dunia III. Zelenskyy juga telah mengundang Xi untuk berbicara dengannya.
Pada Senin kemarin, beberapa negara Uni Eropa sepakat di Brussels, Belgia, bahwa mereka bersama-sama akan membeli 1 juta peluru artileri 155 mm untuk Ukraina. Sementara AS terakhir mengumumkan paket bantuan militer senilai 350 juta dollar AS, termasuk peluncur-peluncur roket HIMARS, howitzers, kendaraan tempur infanteri Bradley, plus rudal-rudal HARM, senjata anti-tank, dan perahu-perahu sungai. (AP/AFP/REUTERS)