Duel MQ-9 Reaper Vs Sukhoi-27, Benang Kusut Hukum Penerbangan di Laut Hitam
Saling cegat di sekitar Laut Hitam antara pesawat-pesawat AS dan Rusia kerap terjadi. Adanya perang di Ukraina, yang didukung AS, memperbesar ancaman eskalasi perang. Selain itu, ada benang kusut soal hukum penerbangan.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
AP/US DEPARTMENT OF DEFENSE
Foto tangkapan dari video yang dirilis Departemen Pertahanan AS, Kamis (16/3/2023), ini memperlihatkan rekaman kamera video di pesawat nirawak Angkatan Udara AS, MQ-9, saat didekati oleh jet tempur Rusia, Su-27, yang mengeluarkan bahan bakar di atas Laut Hitam, Selasa (14/3/2023).
Insiden yang melibatkan pesawat nirawak serbu-intai MQ-9 Reaper dan Sukhoi-27 (Su-27) bukan hanya soal ancaman pecahnya perang dua negara adidaya. Insiden itu menunjukkan hukum internasional dan klaim kewilayahan tetap menjadi masalah rumit.
Saling cegat di sekitar Laut Hitam antara pesawat Amerika Serikat dan Rusia sebenarnya hal biasa. Pesawat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Rusia rata-rata saling cegat hingga 400 kali setiap tahun. Insiden pada 14 Maret 2022, saat MQ-9 dicegat Su-27, berbeda karena salah satu pesawat yang saling cegat jatuh ke laut.
”Setiap unit Reaper bisa berharga 32 juta dollar AS. Penenggelaman aset militer semahal itu jelas bisa meningkatkan ketegangan,” kata James Patton Rogers, pengajar Danish Institute for Advanced Study. Jika dirupiahkan, harga itu setara dengan Rp 492 miliar.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin memang telah menyatakan, AS akan terus menerbangkan pesawat ke Laut Hitam. Walakin, sejumlah pejabat intelijen dan pertahanan AS tengah menelaah lebih lanjut risiko melakukan itu. Bukan hanya soal kehilangan aset puluhan juta dollar AS, menerbangkan pesawat sejenis Reaper bisa membuat potensi baku tembak AS-Rusia semakin besar.
KOMPAS
Para pejabat pertahanan Amerika Serikat dan Rusia kembali berkomunikasi selepas insiden MQ-9 Reaper di Laut Hitam.
Duta Besar Rusia untuk AS di Washington Anatoly Antonov mengakui, pesawat intai-serbu AS tersebut tidak terbang di wilayah udara Rusia. ”Pesawat itu masuk wilayah operasi militer khusus. Informasi (soal wilayah operasi) sudah diumumkan secara internasional. Kami, Rusia, telah memperingatkan semua orang,” ujarnya, sebagaimana dikutip media Rusia, TASS, Kamis (16/3/2023).
Pernyataan itu disampaikan dua hari setelah MQ-9 Reaper jatuh di Laut Hitam. Menurut AS, Su-27 Rusia menabrak baling-baling Reaper. Sementara Rusia, berdasarkan video yang direkam Reaper dan lalu disebarkan AS, menyangkal ada tabrakan itu.
MQ-9 sedang terbang 75 kilometer di barat daya Semenanjung Crimea atau tidak berada di wilayah teritorial Rusia kala insiden itu terjadi.
MQ-9 sedang terbang 75 kilometer di barat daya Semenanjung Crimea kala insiden itu terjadi. Lokasi itu menunjukkan pesawat intai-serbu AS tersebut tidak berada di wilayah teritorial Rusia.
Suatu negara bisa mengklaim langit di atas wilayah daratan dan perairan teritorialnya. Di laut, batas terjauh teritorial adalah 12 mil laut atau 22,2 kilometer dari pulau terluar. Sekalipun Rusia mengklaim Semenanjung Crimea, wilayah Ukraina yang direbutnya pada 2014, lokasi kejadian jelas jauh dari batas wilayah klaim.
Menurut hukum internasional, semua jenis pesawat bisa bebas terbang di atas lautan jauh. Setidaknya ada dua aturan internasional soal itu, yakni Konvensi Laut Dalam 1958 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Hukum Laut (UNCLOS) 1982. AS meneken Konvensi 1958, tetapi tidak mengaksesi UNCLOS. Sebaliknya, Rusia meneken kedua konvensi itu.
Pengajar Hukum Antariksa di Leiden University, Benjamyn Scott, mengatakan bahwa Laut Hitam terbagi atas perairan teritorial dan internasional. UNCLOS menetapkan, perairan internasional dan langit di atasnya terbuka bagi semua negara. Karena itu, pesawat dan kapal AS atau negara lain bisa mengakses bagian internasional dari Laut Hitam.
”Untuk memasuki perairan dan wilayah udara internasional, kapal dan pesawat bisa melalui perairan dan wilayah udara teritorial,” kata Scott kepada Euronews.
Jika skenario itu terjadi, diperlukan izin dari negara yang memiliki perairan atau wilayah udara. Pengaturan itu berlaku pula untuk perairan dan wilayah udara lain. Praktik itu lazim diterapkan di sejumlah negara. Selain Rusia, Laut Hitam diklaim oleh sejumlah negara di sekitarnya. Beberapa negara di antaranya adalah anggota NATO.
Mata-mata
Pengajar pada University of Reading, Michael Schmitt, mengatakan bahwa AS mengakui Reaper sedang dalam misi pengintaian. Hukum internasional tidak pernah melarang kegiatan mata-mata. Selain itu, selama puluhan tahun, misi sejenis telah dilakukan AS di sekitar Rusia.
”Jadi, masalahnya bukan soal misi itu mengumpulkan data untuk Ukraina sebagaimana dituduhkan Rusia,” kata Schmitt.
Kalaupun benar hal itu terjadi, memang ada pelanggaran soal netralitas. Hukum perang AS sekalipun melarang negara netral berbagi informasi dengan pihak yang tengah berkonflik.
REUTERS/UKRAINIAN DEFENCE MINISTRY
Kapal perusak dengan rudal berpemandu kelas Arleigh Burke milik Angkatan Laut AS berlayar dalam formasi saat berpartisipasi pada latihan maritim multinasional Sea Breeze 2020 yang digelar Ukraina dan AS di Laut Hitam, 25 Juli 2020.
Antonov menyebut Reaper terbang dengan niat tidak baik. Pesawat itu terbang dengan pemancar identifikasi yang dimatikan. Pesawat itu juga sengaja masuk zona larangan terbang. Sejak April 2021, Rusia sudah mengumumkan zona itu. Selain itu, Reaper bisa mengangkut hingga 1,7 ton peledak di beberapa rudalnya.
Schmitt menyebut, hukum internasional bisa jadi membenarkan keputusan Rusia mencegat Reaper. Untuk bisa dibenarkan, Rusia terlebih dulu harus membuktikan data yang dikumpulkan Reaper diberikan AS ke Ukraina.
Dalam laporan sejumlah media AS, memang diungkap bukti AS memberikan intelijen tempur ke Ukraina. Bahkan, titik koordinat sasaran roket-roket Ukraina diberikan oleh AS. Meski demikian, tidak berarti Reaper yang jatuh itu benar-benar memberi data ke Ukraina.
Kalaupun pembagian informasi tersebut benar, ada pembelaan pula untuk Ukraina. Kyiv jelas sedang membela diri dari serangan Moskwa. Oleh karena itu, Ukraina dapat menggunakan berbagai cara untuk bertahan. Hukum internasional membenarkan hal itu.
Masalahnya, AS dan sejumlah sekutunya kerap kali mengabaikan klaim sejumlah negara yang didasarkan pada hukum internasional. Saat itu terjadi, ada potensi adu kuat. Kini, skenario itu yang sedang terjadi di Laut Hitam. (AFP/REUTERS)