Ingin Buang Air Paparan Radiasi Nuklir, Jepang Bujuk Kepulauan Pasifik
Menteri Luar Negeri Jepang menggelar safari politik ke negara-negara Kepulauan Pasifik. Salah satu agendanya adalah membujuk negara-negara itu agar mau menerima rencana Tokyo membuang air yang terkena radiasi nuklir.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TOKYO, MINGGU — Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi akan mengunjungi tiga negara di Kepulauan Pasifik untuk menawarkan pakta kerja sama pertahanan. Hayashi juga berencana membujuk mereka mengenai pembuangan air bekas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima yang bocor.
Kabar itu diberitakan surat kabar Yomiuri edisi Minggu (12/3/2023). Hayashi berencana mengunjungi Kepulauan Solomon, Kepulauan Cook, dan Kiribati pada 18-22 Maret.
Berdasarkan sumber yang tidak disebut identitasnya, lawatan Hayashi ini bermaksud meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Pasifik Selatan, termasuk di bidang pertahanan dan keamanan. Landasannya ialah prinsip Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Upaya mendekati dan membangun kerja sama dengan negara-negara Pasifik selatan oleh sejumlah negara besar dalam beberapa tahun terakhir latar belakangnya adalah pertarungan pengaruh antara China dan Amerika Serikat (AS)-sekutu.
China selama beberapa tahun belakangan semakin dekat dengan Kepulauan Pasifik. Sejumlah proyek pembangunan strategis negara-negara itu, yang awalnya dibantu oleh Australia, kini disponsori China.
Bahkan, pertengahan tahun 2022, Kepulauan Solomon menandatangani pakta pertahanan dengan China. AS-sekutu belakangan berusaha membendung perluasan pengaruh China tersebut.
Selain urusan politik, kunjungan Hayashi ini juga demi membujuk negara-negara anggota Forum Kepulauan Pasifik (PIF) sekaligus menjernihkan suasana. Jepang hendak membuang 1 juta ton air terkontaminasi kebocoran radiator nuklir Fukushima.
Jepang mengalami gempa bermagnitudo 9 pada 11 Maret 2011 yang mengakibatkan tsunami. Gelombang tersebut menghantam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima dan merusak sistem pendingin. Akibatnya, tiga reaktor meleleh dan radiasi nuklir mencemari air serta tanah di sekitar lokasi.
Perusahaan Listrik Tokyo (TEPCO) sebagai pengelola PLTN Fukushima mengumpulkan air tercemar ini untuk diolah di dalam tangki. Seluruh proses dipandu dan diawasi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) agar sesuai dengan standar keamanan dunia.
Tangki-tangki ini sudah 96 persen penuh sehingga air yang telah diolah ini harus dibuang. Pemerintah Jepang bermaksud membuangnya ke Samudra Pasifik melalui pipa bawah laut.
Pemerintah Jepang bermaksud membuangnya ke Samudra Pasifik melalui pipa bawah laut.
Laporan IAEA mengatakan, radiasi telah dibersihkan. Masih ada residu isotop tritium yang tidak bisa dipisahkan dari hidrogen. Akan tetapi, kadarnya rendah sekali sehingga tidak berbahaya bagi manusia ataupun alam.
Apalagi, jika sudah tercampur dengan air laut, kadarnya semakin menurun. Jumlah isotop yang tersisa sudah sama dengan air lepasan PLTN ke laut dalam kondisi normal.
Namun, rencana Jepang ini ditolak China, Korea Selatan, dan PIF. Dalam pernyataan resmi, PIF yang terdiri dari 17 negara mengatakan, keputusan menerima rencana Jepang hanya jika semua anggota sepakat dengan suara bulat.
”Ini egois. Samudra Pasifik bukan milik Jepang. Sejak awal, negara-negara yang memiliki koneksi dengan Pasifik tidak dilibatkan dalam perencanaan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning, dikutip oleh kantor berita nasional Xinhua.
Dilansir dari media In Depth News, Menteri Perikanan Papua Niugini Jelta Wong turut mengemukakan keberatan. Sekecil apa pun kadar residu, tetap berpengaruh kepada lingkungan laut. Apalagi, PIF trauma karena wilayah mereka dulu kerap dijadikan lokasi uji coba nuklir oleh Barat.
Misalnya, Kepulauan Marshall hingga 1950-an menjadi tempat uji coba nuklir AS. Atol Mururoa selama 1966-1996 adalah tempat uji coba nuklir Perancis. Mereka masih meminta ganti rugi atas kerusakan alam dan risiko kesehatan yang ditimbulkan.
”Kenapa harus dibuang ke laut? Apakah Jepang tidak bisa mendaurnya di dalam negeri? Misalnya, untuk manufaktur atau lain-lain,” kata Pelaksana Tugas Perdana Menteri Fiji Manoa Kamikamica. (REUTERS)