Ekonomi China Melejit, Indeks PMI Tertinggi dalam Satu Dekade
Pemulihan ekonomi China terjadi karena pulihnya operasional perusahaan-perusahaan China. Namun, pemulihan ekonomi di China ini kemungkinan tidak akan cukup kuat untuk mengompensasi pelemahan di seluruh dunia.
Oleh
simon saragih
·4 menit baca
BEIJING, RABU — Perekonomian China tampaknya tumbuh melejit tertinggi dalam satu dekade terakhir. Akan tetapi, situasi lesu terjadi di negara-negara Asia lainnya sebagai efek kenaikan suku bunga global.
Berdasarkan data Biro Statistik Nasional China pada Rabu (1/3/2023), melejitnya perekonomian China terlihat dari kenaikan Purchasing Managers Index (PMI) pada Februari 2023 ke level 52,6 dari 50,1 pada Januari.
Indeks di atas angka 50 pertanda perekonomian tumbuh dan itu terjadi pertama kali dalam tujuh bulan terakhir. Yang lebih menarik, indeks PMI China yang diumumkan Biro Statistik Nasional (NBS) itu adalah yang tertinggi sejak April 2012.
Kenaikan indeks PMI China itu juga sekaligus mengakhiri kemerosotan ekonomi terburuk yang terjadi pada 2022 akibat penguncian wilayah yang meluas saat pandemi Covid-19.
”Kami memang sudah menduga akan terjadi pemulihan,” kata Julian Evans-Pritchard, Kepala Capital Economics, Biro China.
Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan 5,5 persen pada 2023. Namun, untuk itu Pemerintah China tetap perlu meluncurkan kebijakan pendukung. ”PMI yang bagus itu merupakan sinyal positif. Kami berharap pemerintah perlu meluncurkan kebijakan untuk memperkuat pemulihan,” kata Zhou Hao, ekonom dari Guotai Junan International.
Akan tetapi, kenaikan PMI China itu juga sangat dimungkinkan karena perekonomian bangkit dari titik terlemah. ”Kemungkinan PMI akan melambat lagi seiring dengan berlanjutnya pemulihan pasca-Covid,” kata Pritchard.
Kenaikan PMI China memicu kegairahan. Pasar global menyambut berita baik perekonomian China tersebut. Indeks saham meningkat. Kurs dollar Australia dan yuan juga menguat. Pasar optimistis akan prospek ekonomi China.
Faktor penyebab
Menurut NBS, pemulihan terjadi karena pulihnya operasional perusahaan-perusahaan China. Aktivitas menguat di subsektor manufaktur mebel, produk logam, dan peralatan mesin elektronik dengan indeks PMI untuk semua kategori itu di atas angka 60.
PMI nonmanufaktur China juga naik menjadi 56,3 pada Februari dari 54,4 pada Januari, tertinggi sejak Maret 2022. Aktivitas di sektor konstruksi, bagian dari sektor nonmanufaktur, melejit ke angka 60,2 pada Februari dari 56,4 pada Januari. Hal ini karena terjadi peningkatan aktivitas di sektor infrastruktur dan pembiayaan di bidang real estat yang sempat mandek.
Kenaikan PMI China memicu kegairahan. Pasar global menyambut berita baik perekonomian China tersebut. Indeks saham meningkat.
Sektor jasa di China juga meningkat sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan akan transportasi dan akomodasi seperti perhotelan serta pendukungnya.
Meski demikian, pihak Bank Sentral China, Jumat (24/2), mengatakan, situasi eksternal tetap akut dan kompleks meski pertumbuhan ekonomi China akan pulih pada 2023.
Lesu
Akan tetapi, gambaran cerah China tidak diikuti situasi di Asia lainnya yang masih menunjukkan kelesuan. Gambaran tidak optimistis terjadi di negara mitra dagang China yang sedang bergelut dengan kenaikan suku bunga dan kenaikan biaya produksi.
India dan Australia memperlihatkan penurunan pertumbuhan pada kuartal terakhir 2022. Ekspor Korea Selatan juga anjlok 7 persen pada Februari 2023. Penurunan ekspor Korea Selatan itu telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut.
Kelesuan di Asia non-China memperlihatkan efek penurunan permintaan global yang berdampak pada manufaktur kawasan Asia non-China. ”Perekonomian di seberang memperlihatkan pelemahan yang lebih kuat sebagai efek kenaikan suku bunga di banyak negara,” kata anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Jepang, Junko Nakagawa, Rabu (1/3).
Pemulihan ekonomi di China kemungkinan tidak akan cukup kuat untuk mengompensasi pelemahan di seluruh dunia. Jepang sendiri telah mengalami pelemahan permintaan cip dari dunia dan terganggu kendala rantai pasok.
PMI Jepang anjlok ke level 47,7 pada Februari 2023 dari 48,9 pada Januari. Angka PMI di bawah 50 menunjukkan kontraksi ekonomi. Jepang juga mengalami penurunan permintaan otomotif secara global.
PMI di Taiwan 49. Adapun PMI di Malaysia 48,4, masih di bawah angka 50 pada Februari 2023. PMI di Filipina naik menjadi 52,7, tetapi dengan angka yang lebih rendah dari Januari (53,4). PMI di India juga mengalami kenaikan yang lebih rendah pada Februari (55,3) dibandingkan dengan Januari (55,4).
Data Asia non-China yang melemah menjadi tantangan bagi pemerintah di Asia. Kenaikan inflasi dan suku bunga menekan ekonomi lokal yang sudah tertekan akibat kelesuan permintaan global.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada Januari lalu memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan tumbuh 2,9 persen pada 2023, naik dari perkiraan IMF pada Oktober 2022 yang menyebut pertumbuhan global akan mencapai 2,7 persen. (REUTERS/AP/AFP)
Editor:
MUHAMMAD SAMSUL HADI, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO