Kepiawaian anjing pelacak ”mengendus” keberadaan korban membuka peluang bagi tim penyelamat mengevakuasi dan menyelamatkan mereka dari reruntuhan.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·4 menit baca
Saat tim pencari dan penyelamat mulai kesulitan menemukan titik lokasi korban, kehadiran anjing-anjing pelacak sangat membantu. Kepiawaian mereka ”mengendus” keberadaan korban membuka peluang bagi tim penyelamat mengevakuasi mereka dari reruntuhan.
Tidak mengherankan, setelah lebih dari seminggu pascagempa bermagnitudo 7,8 meluluhlantakkan ribuan bangunan di sejumlah kota di perbatasan Turki-Suriah, cerita terus bermunculan tentang orang-orang yang ditemukan masih hidup, ”terkubur” di bawah reruntuhan. Di antara mereka ada Harun (8) dan Eyuphan (15) yang berhasil diselamatkan setelah terjebak reruntuhan selama 181 jam. Di sisi lain, para ahli juga tidak menutup mata bahwa harapan untuk menemukan lebih banyak orang yang selamat semakin redup.
Kantor berita Aljazeera dalam salah satu liputannya memberi perhatian pada aksi anjing-anjing penyelamat yang terlatih itu. Seperti halnya anjing pelacak lainnya, mereka mengandalkan daya penciuman yang luar biasa. Mereka membantu menemukan korban yang terkubur di bawah lapisan beton dan tidak terdeksi oleh mata telanjang manusia.
Tim anjing pelacak yang terlatih itu umum dikenal dengan sebutan K9. Awalnya tim ini dikenal publik sebagai bagian dari satuan antinarkoba kepolisian. Namun, K9 sendiri sejatinya berasal dari kata Canine yang berakar dari kata Canis (Latin) yang berarti anjing.
Sesaat setelah gempa dahsyat mengentak perbatasan Turki-Suriah, sejumlah negara segera mengirim tim pencari dan penyelamat serta unit K9 untuk membantu. Swiss, misalnya, mengirim REDOG yang segera bekerja bersama dengan GEA, tim sukarelawan asal Turki, di kota Iskenderun.
Sejak tiba pada 6 Februari menjelang tengah malam, tim yang terdiri dari 10 orang dan enam anjing terlatih bersama GEA sejauh ini berhasil menemukan 39 orang, masih hidup, di bawah reruntuhan.
Negara-negara lain yang turut mengirim tim K9 mereka adalah Meksiko, Qatar, Korea Selatan, Ukraina, Amerika Serikat, Jerman, El Salvador, dan Indonesia. Ada beragam jenis anjing yang tergabung dalam tim K9 itu, di antaranya adalah labrador, anjing gembala jerman, anjing gembala belgia, border collie, dan golden retriever.
”Saya pikir ini adalah salah satu momen paling emosional dalam hidup saya. Momen ketika salah satu anjing kami memberi isyarat kepada kami bahwa dia menemukan beberapa orang di reruntuhan,” kata Mattias Gerber, Wakil Kepala REDOG, kepada Aljazeera.
Anjing-anjing itu bekerja sepanjang hari dalam tim yang terdiri dari tiga orang di lokasi reruntuhan, bergiliran bekerja dalam shif 20 menit, diikuti dengan istirahat 40 menit. Dalam satu kasus setelah anjing mereka memberi isyarat lokasi korban tertimbun reruntuhan, tim penyelamat segera menggali tempat itu dan mereka segera mendengar ketukan dari balik puing-puing tersebut. ”Setelah delapan jam upaya keras, mereka berhasil menyelamatkan empat orang hidup-hidup dari posisi ini,” kata Gian Forster, Komandan REDOG.
Namun, di tengah kisah sukses itu, terselip berita duka. Proteo, salah satu anjing pelacak andalan tim SAR Meksiko, gugur. Anjing gembala jerman yang selama ini bergabung di tim anjing pelacak Angkatan Bersenjata Mesiko itu tewas tertimpa sisa-sisa bangunan saat mencari korban di antara reruntuhan gedung bertingkat di Kahramanmaras.
”Proteo, engkau telah menuntaskan misimu, terima kasih atas upaya heroikmu,” cuit Angkatan Bersenjata Meksiko dalam akun mereka. ”Kamu selalu menjadi anjing yang kuat dan pekerja keras yang tidak pernah menyerah. Aku akan selalu mengingatmu,” kata seorang anggota tim SAR yang bertugas bersama Proteo.
Oleh Kementerian Pertahanan Meksiko, Proteo dihormati layaknya pahlawan. Berita kematiannya secara resmi diumumkan oleh Menteri Pertahanan Meksiko Luis Cresencio Sandoval saat taklimat pers harian bersama Presiden Andres Manuel Lopez Obrador.
Indonesia
Seperti tim SAR lain, tim Perlindungan WNI KBRI Ankara dan Tim Charlie BASARNAS yang kini menggelar misi di Provinsi Dyarbakir, sekitar 550 kilometer dari Provinsi Hatay, juga didukung oleh sejumlah anjing pelacak. Mereka kini tengah mencari dua WNI yang hingga saat ini masih berstatus tidak dapat dihubungi. Tim itu dipimpin oleh Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha.
”Kami memutuskan membawa Tim Charlie dengan 14 orang personel Basarnas untuk bergabung dengan tim SAR lain yang beroperasi di Dyarbakir guna mendapatkan kepastian mengenai kondisi dua WNI yang hingga saat ini belum bisa dihubungi,” tutur Judha.
Dua WNI yang belum bisa dihubungi tersebut berprofesi sebagai pekerja spa therapis. Informasi dari masyarakat Indonesia di Dyarbakir yang dekat dengan kedua WNI tersebut menyebutkan bahwa keduanya tinggal di Apartemen Galleria saat terjadinya gempa. Sementara itu, apartemen tersebut diketahui adalah salah satu dari ratusan gedung bertingkat yang mengalami runtuh total.
Sebelumnya dalam misi di Nepal, sesaat setelah gempa menerjang negara itu pada April 2015, tim SAR dari Indonesia juga hadir membantu proses evakuasi. Saat itu, mereka juga didukung oleh tim sukarelawan dari Jakarta Rescue. Dibantu oleh dua anjing pelacak bermana Alfa dan Delta, tim itu membantu tim lokal yang kesulitan menemukan lokasi korban. Dalam sejumlah misi, mereka berhasil menemukan korban-korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan sejumlah gedung.
Saat ini, di tengah menipisnya harapan, salak anjing-anjing pelacak yang memekakkan telinga begitu ditunggu-tunggu. Suara nyaring itu bagaikan sinyal petunjuk lokasi bagi tim penyelamat untuk bergegas menggali, membuka peluang bagi korban atau setidaknya menemukan mereka....