Sekjen NATO Jens Stoltenberg, Rabu (15/2/2023) mendesak agar semua negara anggota NATO – sebanyak 30 negara – menyisihkan dana minimal dua persen dari produk domestik bruto (PDB) mereka untuk anggaran pertahanan.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·5 menit baca
Brussels, Kamis - Di tengah gempuran Rusia atas Ukraina, Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO menggelar pertemuan di Brussels, Belgia. Salah satu tema utama pertemuan mereka adalah membahas kembali peningkatan anggara pertahanan. Sekjen NATO Jens Stoltenberg, Rabu (15/2/2023) mendesak agar semua negara anggota NATO – sebanyak 30 negara – menyisihkan dana minimal dua persen dari produk domestik bruto (PDB) mereka untuk anggaran pertahanan.
“Ada perang besar-besaran di Ukraina, di Eropa, dan kemudian kita melihat ancaman terorisme yang terus terjadi, kita juga melihat tantangan dari China terhadap keamanan kita. Jadi, jelas bahwa kita perlu mengeluarkan (dana) lebih banyak,” kata Stoltenberg.
Gagasan untuk menyisihkan dana sebesar dua persen dari PDB itu awalnya bermula dari kesepakatan 16 tahun lalu. Sebelumnya, sejak Perang Dingin usai, banyak negara NATO memangkas anggaran pertahanan mereka. Runtuhnya Uni Soviet membuat NATO merasa bahwa ‘ancaman’ dunia berkurang. Krisis ekonomi pada tahun 2007-2008 juga turut berpengaruh pada penurunan anggaran militer NATO. Namun, setelah Rusia mencaplok Semenanjung Krimea, Ukraina pada tahun 2014, NATO sepakat untuk menahan penurunan anggaran militer.
Sejak saat itu, hingga meletusnya perang di Ukraina, serta perkembangan pengaruh China yang luar biasa, NATO menilai perlu ada langkah siknifikan di sektor pertahanan. Apalagi, kesepakatan tahun 2014 akan berakhir tahun depan.
“Yang jelas adalah komitmen tahun 2014 adalah benar, apalagi untuk saat ini, dimana kita hidup di dunia yang lebih berbahaya,” kata Stoltenberg kepada wartawan setelah memimpin pertemuan para menteri pertahanan NATO.
Lebih lanjut Stoltenberg mengatakan, dengan kondisi seperti itu, besaran dua persen PDB untuk anggaran pertahanan sebenarnya “tidak lagi mencukupi”. Dengan tantangan yang ada, anggota NATO diminta menyisihkan minimal dua dua persen PDB atau bahkan lebih untuk belanja pertahanan. “Menurut saya, kita harus beralih dari dua persen PDB sebagai batas atas menjadi dua persen PDB sebagai sebagai dasar dan minimum," kata Stoltenberg.
Tak hanya itu, ia pun mendesak agar implementasi dari kesepakatan itu perlu segera dilakukan.
Sejumlah negara NATO melihat hal itu sangat beralasan dan sepakat dengan Stoltenberg. Dengan mengacu pada agresi militer Rusia atas Ukraina, menurut mereka menyisihkan minimal dua persen PDB untuk belanja militer adalah wajar dan pantas.
"Saya percaya bahwa dengan mendekati target dua persen tidak akan cukup. Itu harus menjadi dasar," kata Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius. Sejumlah negara Baltik dan Polandia yang berbatasan dengan Rusia justru mendorong agar besaran anggaran militer itu ditingkatkan menjadi 2,5 persen PDB.
Namun beberapa negara enggan membuat target terlalu ambisius. "Dua persen tidak apa-apa, tetapi kami juga harus menjamin bahwa kami memiliki fleksibilitas karena (kondisi setiap) negara berbeda," kata Menteri Pertahanan Luksemburg Francois Bausch. Senada dengan Luksemburg adalah Italia, Spanyol dan Kanada.
Sementara itu Perancis mendukung kesepakatan untuk menyisihkan minimal dua persen, namun pengeluaran tambahan harus lebih fokus dan dirancang dengan sangat baik. “Pengeluaran harus benar-benar berguna dan efektif,” kata Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu.
Di era Presiden Donald Trump, Amerika Serikat yang menjadi salah satu motor NATO telah mendesak negara anggota NATO meningkatkan anggaran pertahanan dan kontribusi mereka. Sejauh ini hanya ada sembilan dari 30 negara anggota NATO menyambut desakan AS itu. Di seluruh pengeluaran aliansi telah meningkat, tetapi meskipun ada tekanan dari Amerika Serikat untuk anggota Eropa untuk membelanjakan lebih banyak, pada tahun lalu hanya sembilan dari 30 sekutu yang diperkirakan berhasil.
"Secara keseluruhan, saya pikir kesimpulan yang jelas adalah bahwa dua persen tidak cukup," kata seorang pejabat tinggi AS. Menurutnya, sebagian besar negara anggota NATO setuju dengan hal itu. Washington sejauh ini merupakan pembelanja militer terbesar, mewakili sekitar dua pertiga dari pengeluaran pertahanan NATO.
Polandia
Yang menarik adalah Polandia. Tahun ini negara tersebut akan menyisihkan empat persen dari PDB mereka untuk anggaran militer. Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki, Senin lalu mengumumkan bahwa Polandia harus segera ‘mempersenjatai’ diri mereka dengan lebih cepat. Perang di Ukraina menjadi pemicu kebijakan itu.
Parlemen Polandia telah menyetujui proposal peningkatan anggaran militer Polandia tahun 2023. Nilai anggaran itu mencapai lebih dari 22,5 militer dollar AS atau sekitar tiga persen dari PDB. Sebelumnya, pada tahun 2022, Polandia menghabiskan dana hingga 2,4 persen PDB mereka untuk belanja militer. Angka itu merupakan tertinggi ketiga di NATO.
"Perang di Ukraina membuat kami mempersenjatai diri lebih cepat. Itulah mengapa tahun ini kami akan melakukan upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu empat persen dari PDB untuk tentara Polandia," kata Morawiecki.
Awal Januari lalu, Warsawa telah menyetujui pembelian 116 tank Abrams dari AS dengan nilai kesepakatan sebesar 1,4 miliar dollar AS. Sebelumnya pada Desember 2022 Polandia telah menerima pengiriman tahap pertama tank utama dan howitzer dari Korea Selatan. Polandia membeli 180 tank kelas berat K2 Black Panther buatan Hyundai Rotem. Selanjutnya, Polandia akan mengakuisisi lebih dari 800 unit varian khusus, K2PL yang akan diproduksi di Polandia. Direncanakan proses produksi akan dimulai pada tahun 2026.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Polandia awalnya akan membeli 180 tank K2 "Black Panther" yang dibuat oleh Hyundai Rotem sebelum akhirnya mengakuisisi lebih dari 800 varian khusus yang disebut K2PL, yang produksinya akan dimulai di Polandia pada tahun 2026.
Itu juga membeli 48 howitzer K9, dengan rencana pembelian sekitar 600 lainnya akan dimulai pada tahun 2024, dengan produksi dalam negeri dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2026.