Pelajaran Perang Semesta Abad Ke-21 dari Ukraina
Para pemilik senjata nuklir berusaha menghindari penggunaan bom nuklir mereka. Masalahnya, mereka terus memicu perang di negara lain. Kali ini, Ukraina jadi korbannya.
Palagan Ukraina menawarkan pemahaman baru atas konsep perang semesta. Sejauh ini, perang itu juga membuktikan bom nuklir tidak lebih dari alat penggertak.
Sejak dulu, perang menjadi aktivitas paling kompleks bagi umat manusia. Teknologi, politik, psikologi, dan ekonomi dipakai dalam perang. Taktik catur dan manuver kartu remi bercampur dalam perang. Karena kompleksitasnya, kerap kali mustahil mengharapkan aturan perang dijalankan seketat penerapan rumus fisika atau matematika.
Hukum humaniter internasional jelas melarang penggunaan fasilitas sipil untuk keperluan militer dalam perang. Dalam perang Ukraina, sebagaimana dilaporkan Amnesty International dan Human Right Watch, banyak fasilitas sipil dipakai Rusia-Ukraina untuk keperluan militer. Akibatnya, fasilitas-fasilitas itu menjadi sasaran serangan.
Penggunaan aneka fasilitas sipil itu salah satu konsekuensi dari penerapan konsep perang semesta di Ukraina. Peneliti Royal United Services Institute (RUSI) Inggris, Oleksandr Danylyuk, menyebut bahwa taktik selama perang sudah beberapa kali berganti. Awalnya, Mokswa melancarkan serangan kilat. Pertahanan semesta serta hasil transformasi militer sejak pendudukan Semenanjung Crimea oleh Rusia pada 2014 membuat Ukraina bisa menangkal serbuan kilat itu.
Baca Juga: Omzet Penjualan Senjata Global Naik Hampir Rp 1.000 Triliun
Stadion, sekolah, dan pusat perbelanjaan menjadi pos-pos pertahanan Ukraina. Artileri medan, tank, dan tentu saja regu-regu tentara serta milisi Ukraina disebar di berbagai tempat itu. Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Jerman pada Perang Dunia I, Jenderal Erich von Ludendorff, mengajarkan penggunaan semua sumber daya bangsa dalam perang semesta. Mulai dari wajib militer, penggunaan berbagai sarana sipil untuk keperluan militer, pembentukan milisi, regu gerilya dan sabotase, hingga menjadikan warga sebagai informan garis depan adalah konsep Ludendorff atas perang semesta.
Hampir semua inti perang semesta tengah diterapkan Rusia dan Ukraina. Kyiv dan Moskwa masih pula menambahkannya dengan penggunaan satelit, pesawat nirawak, dan serangan siber. Kepala Badan Keamanan Komunikasi Ukraina Brigadir Jenderal Yuriy Schygol menuding Rusia melancarkan hampir 1.700 serangan siber ke Ukraina sepanjang 2022. Fakta itu menunjukkan pentingnya pertahanan sibernatika di suatu negara.
Aliansi
Ludendorff merumuskan konsep perang semesta kala perang dua kelompok negara sedang berlangsung. Kini pun, meski disangkal oleh salah satu kubu, perang semesta di Ukraina melibatkan dua kelompok negara: Amerika Serikat dan sekutunya melawan Rusia dan kawan-kawannya.
Dalam laporan The Washington Post pada Jumat (10/2/2023) diungkap, AS tengah membahas pengiriman ulang regu pasukan khususnya ke Ukraina. Sampai Desember 2021, AS dan sekutunya rutin mengirimkan tentara untuk melatih pasukan Ukraina. Penggunaan rudal panggul antitank dan antiserangan udara standar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), sabotase, hingga gerilya adalah sebagian materi pelatihan dulu. Sejak perang meletus, pelatihan dilakukan di luar Ukraina.
Sementara dalam laporan pada Kamis (9/2/2023), The Washington Post mengungkap AS menentukan ke mana roket ditembakkan oleh Ukraina. Koordinat sasaran diberikan oleh AS, setelah itu pasukan Ukraina menembakkan peluncur roket gerak cepat (HIMARS) atau meriam artileri medan (armed) lainnya. Pasukan Ukraina, sebagaimana ditulis The Washington Post, tidak pernah meluncurkan roket jika AS tidak memberikan koordinat sasaran.
Armed pemberian AS dan sekutunya adalah salah satu kunci kesuksesan Ukraina merebut kembali sebagian Kharkiv, Donetsk, dan Kherson pada September dan November 2022. Setelah itu, garis depan sepanjang 1.000 kilometer praktis statis sejak Rusia mengadopsi pula taktik perang parit yang lebih dulu dipakai Ukraina.
Peneliti senior Lowy Institute Australia, Mayor Jenderal (Purn) Mick Ryan, ragu akan ada terobosan di garis depan dalam beberapa bulan mendatang. Sejumlah purnawirawan perwira Inggris dan AS berpendapat senada.
Baca Juga: Senjata untuk Ukraina, Rumit sejak Pangkal
Pakar perang darat pada International Institute of Strategic Studies (IISS), Ben Barry, menyebut, pasokan senjata dan intelijen dari luar Rusia dan Ukraina menjadi faktor penting di perang itu. Masalahnya, AS dan sekutunya mencicil pengiriman persenjataan. Tank dan aneka panser yang dijanjikan Januari 2023 ditaksir akan datang bertahap sampai 2024.
Satelit
Perang juga menunjukkan peningkatan peran wahana tempur nirawak. Konsekuensinya, teknologi antiwahana nirawak semakin penting dikuasai militer berbagai negara.
Rusia dan Ukraina sama-sama mengandalkan perangkat komunikasi berbasis satelit. Di awal perang, Starlink mengirimkan ratusan modem internet berbasis satelit ke Ukraina. Perusahaan pimpinan Elon Musk itu menggratiskan biaya layanannya bagi Ukraina. Dalam pengumuman pada Rabu (8/2/2023), perusahan itu melarang Starlink dipakai untuk mengendalikan wahana tempur nirawak di Ukraina. Laporan-laporan Institute for the Study of War (ISW) AS dan RUSI Inggris membuktikan penggunaan Starlink di wahana nirawak Ukraina.
Sejumlah perusahaan AS dan sekutunya yang bergerak di bisnis penyediaan citra satelit memberikan hasil rekaman mereka ke Ukraina. Berbekal citra itu, praktis hampir semua pergerakan pasukan Rusia selalu terpantau Ukraina.
Ben Barry menyebut, penggunaan satelit dan wahana tempur nirawak terus disempurnakan dalam perang Ukraina. Satelit membuat perang Ukraina demikian transparan. Jika Perang Teluk 1990 menjadi perang pertama yang disiarkan secara langsung, perang Ukraina menjadi perang pertama yang bisa diakses nyaris tanpa henti melalui internet. Sementara wahana tempur nirawak dijadikan alat pengintai, pengecoh, dan kerap kali penyerbu.
AS dan sekutunya juga membantu Ukraina menyebarkan informasi versi mereka. Kedutaan Besar AS dan sekutunya giat menyebarkan cerita negatif soal Rusia. Moskwa dan rekannya tidak diam. Mereka membalasnya antara lain dengan menggaungkan cerita soal milisi ultrakanan dan laboratorium senjata biologi di Ukraina. Sebagian media massa dari kedua kubu negara melakukan hal senada. ”Perang narasi menjadi semakin penting dalam perang masa kini,” ujar Barry.
Otonomi pasukan
Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov mengungkap, Kyiv mengubah budaya organisasi di militernya. Sampai 2013, militer Ukraina praktis sama dengan militer Rusia. Dulu, rantai komando dengan kepatuhan tanpa syarat pada komandan di markas besar berlaku di Ukraina.
Baca Juga: Tank-tank Utama yang Ditunggu Ukraina
Selepas pendudukan Crimea, dengan bantuan NATO, Ukraina perlahan mentransformasi militernya. Regu-regu lapangan diberi otonomi untuk menentukan pergerakan sesuai kondisi di palagan. Pasukan Ukraina juga terlatih dalam rangkaian pertempuran kecil di Donetsk, Luhansk, dan Crimea sejak 2014.
Barry mengatakan, Rusia kurang berinvestasi pada pengembangan sumber daya manusia di militernya. Moskwa fokus pada pengembangan persenjataan. ”Perang Ukraina mengingatkan pentingnya kompentensi pasukan,” ujarnya.
Masalah lain, Rusia sudah bertahun-tahun tidak pernah terlibat perang semesta. Di Libya dan Suriah, Rusia terlibat secara terbatas. Sementara di Ukraina, Rusia harus mengerahkan semua matra militernya. Mokswa, menurut Barry, tidak punya markas kendali operasi yang bisa mengendalikan operasi besar lintas matra. Berbeda dengan AS dan sekutunya yang nyaris tidak berhenti berperang di berbagai negara.
Sejumlah pejabat Rusia pernah mengindikasikan Moskwa akan menggunakan bom nuklir jika terdesak. Peneliti senior RUSI, Sidharth Kaushal, tidak yakin Moskwa akan melakukan itu. Bukan hanya bom nuklir berdaya ledak tinggi, bom nuklir berdaya ledak rendah atau disebut senjata nuklir taktis (NSNW) pun tidak akan dipakai Rusia di Ukraina.
Bagi Muhadi Sugiono, perang Ukraina sekali lagi membuktikan para pemilik senjata nuklir tidak akan berhadapan secara langsung. Sebab, menurut dosen Universitas Gadjah Mada itu, para pemilik senjata nuklir berusaha menghindari penggunaan bom nuklir mereka. Masalahnya, mereka terus memicu perang di negara lain. Kali ini, Ukraina sedang jadi korbannya.
Muhadi menyebut, perang Ukraina berlangsung lama karena tidak ada pihak yang dilucuti. ”Perang Dunia II selesai karena salah satu pihak dilucuti. Sekarang, sulit sekali mengharapkan Rusia akan dilucuti nuklirnya,” ujarnya. (AFP/REUTERS)