Yang paling mengundang decak kagum adalah kemampuan peluru meriam buatan AS, M982 Excalibur. Senjata ini menghantam tepat sasaran berjarak puluhan kilometer. Rusia pun makin sering menunjukkan kemampuan Krasnopol.
Oleh
Toto Suryaningtyas
·6 menit baca
Dalam perang Ukraina-Rusia, kedua negara bukan hanya mengadu jiwa patriotisme nasional, melainkan juga adu kehebatan dan efektivitas senjata dalam upaya melumpuhkan musuh. Senjata-senjata yang teruji keampuhannya akan mendapat citra positif dan bakal naik pamornya.
Persenjataan terbaru yang gencar diminta oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) adalah tank tempur utama (main battle tank/MBT) M1 Abrams. Selain itu, Ukraina oleh sejumlah negara NATO dijanjikan sejumlah unit tank Leopard. Tank Leopard 2 dikenal sebagai salah satu tank tempur terbaik di dunia saat ini, baik dari segi persenjataan maupun perlindungan dan sudah teruji di berbagai medan tempur.
Selain itu, ada pula deretan tank lain yang menjadi incaran Kyiv, yaitu Leclerc buatan Perancis, Challenger II buatan Inggris, dan tank-tank Barat lainnya. Secara teknis, tank-tank tersebut masuk kategori tank generasi ke-3 hingga 5 yang lebih unggul dalam bidikan, akurasi tembakan, mobilitas, dan perlindungan diri ketimbang tank generasi sebelumnya.
”Amerika Serikat akan mengirim 31 tank ke Ukraina setingkat satu batalyon untuk meningkatkan kapasitas Ukraina mempertahankan wilayahnya dan mencapai tujuan strategis,” kata Biden, dalam pidato pada 25 Januari 2023. Namun, dia menekankan bahwa alutsista itu tidak dimaksudkan untuk memperluas perang ke Rusia. Keputusan itu diambil setelah Jerman setuju untuk mengirim 14 tank Leopard 2A6.
Presiden Rusia Vladimir Putin yang di awal peperangan mewanti-wanti negara Barat untuk tidak memasok MBT bagi Ukraina pada akhirnya juga tak kuasa mencegah negara anggota NATO dan sekutunya memasok tank bagi Ukraina. Putin mengancam akan menghancurkan tank dan semua peralatan tempur berat yang dipasok NATO dan sekutunya.
Sebelumnya, Rusia sudah menurunkan tank seri T-72, T-80, dan T-90. Tank yang disebut terakhir ini memiliki kemampuan tempur sekelas tank terbaru buatan negara Barat. Hanya tersisa tank seri T-14 Armata yang belum diturunkan Rusia di palagan Ukraina.
Tanpa tambahan penguatan, sulit menahan tekanan Rusia untuk maju lebih jauh ke wilayah tengah Ukraina.
Melihat kemampuan militer Rusia yang beberapa minggu terakhir mulai mendesak Ukraina di Bakhmut dan Soledar, para pemimpin negara Barat khawatir ofensif Rusia akan berhasil. Dalam upaya merebut kedua kawasan itu, militer Rusia semakin sering melakukan strategi ”bumi hangus” dengan tidak menyisakan satu bangunan pun berdiri dan menyiramnya dengan bom termobarik-hidrogen dan bom termit-pembakar.
Serangan gencar Rusia yang semakin membabi-buta menggunakan senjata nonnuklir, termasuk ke apartemen sipil, membuat para pemimpin negara Barat sadar kini saatnya ”menaikkan” kemampuan tempur Ukraina. Tanpa tambahan penguatan, sulit menahan tekanan Rusia untuk maju lebih jauh ke wilayah tengah Ukraina. Apalagi, jumlah tank Ukraina juga menyusut karena terkena serangan pesawat nirawak (drone) kamikaze dan rudal antitank berpemandu (ATGM) Rusia yang kian efektif.
Drone kamikaze Lancet dan ATGM Kornet kini semakin sering memangsa kendaraan tempur berat Ukraina ketimbang di masa awal perang hingga akhir tahun 2022. Penggunaan drone dan ATGM mencerminkan pergeseran strategi tempur Rusia demi menghemat pasukan tempur sambil mengebom kawasan baru untuk dibebaskan total dari pasukan Ukraina.
Sulit dimungkiri, banyak tank, kendaraan pengangkut personel lapis baja, howitzer gambot, hingga jaringan radar Ukraina yang berhasil dihancurkan dengan Lancet. Kondisi ini berkebalikan dengan awal perang saat Ukraina berhasil menangkal pasukan Rusia yang akan mengepung ibu kota Kyiv dan memukul mundur mereka.
Tak hanya tank, sebelumnya senjata-senjata buatan negara Barat khususnya NATO sudah bertaburan di Ukraina dan saling ”adu otot” dengan senjata Rusia dan Ukraina sendiri. Di awal peperangan, ada ATGM Javelin (AS), NLAW (Inggris), Panzerfaust (Jerman), dan Stugna-P (Ukraina). Jika Javelin dinilai jago menjebol atap tank, Stugna dijagokan karena memiliki daya jangkau lebih jauh (hingga 5 km), hulu ledak lebih besar, dan lebih murah.
Untuk menghalau serangan udara Rusia, AS juga memberi bantuan rudal panggul seri Stinger, yang populer digunakan anggota Mujahidin pada era invasi Uni Soviet tahun 1979-1989. Inggris mengirimkan sistem antiserangan udara andalannya, Starstreak, yang direspons Rusia dengan pengerahan rudal panggul seri Igla hingga sistem pertahanan udara kelas berat dari seri S-300 dan S-400.
AS sebelumnya telah mengirimkan sejumlah kendaraan rudal mobilitas tinggi (HIMARS) yang menyebabkan kehancuran hebat depot-depot persenjataan Rusia, markas komando, dan jembatan-jembatan penting. Namun, Ukraina pun berhasil menghancurkan kapal penjelajah Moskva menggunakan rudal domestik Ukraina, Neptune, yang dibantu dengan pengecohan oleh drone Bayraktar-II Turki.
Namun, yang paling mengundang decak kagum adalah kemampuan peluru meriam buatan AS jenis M982 Excalibur yang mampu menghantam secara tepat sasaran berjarak puluhan kilometer dari meriam Howitzer M-777. Sebuah peluru Excalibur bisa menyelesaikan sebuah sasaran yang jika memakai peluru meriam biasa akan menghabiskan puluhan kali tembakan demi penyesuaian akurasi.
Rusia tak tinggal diam dengan keunggulan persenjataan bantuan Barat yang kerap dieksploitasi dalam propaganda Ukraina. Menghadapi Javelin dan NLAW, kini Rusia sering menunjukkan efektivitas ATGM Kornet. Sementara untuk mengimbangi akurasi HIMARS, pasukan Rusia menggunakan rudal S-300 yang merupakan sistem pertahanan antiserangan udara. Akurasi rudal itu tentu tak diragukan.
Demi mengimbangi popularitas Excalibur, Rusia juga makin sering menunjukkan kemampuan peluru meriam seri Krasnopol yang memiliki kemampuan akurasi mirip Excalibur dan justru sudah diproduksi Rusia sejak 1986. Pengembangan peluru artileri seri Excalibur dengan kemampuan setinggi saat ini baru dilakukan setelah 2013.
Kebutuhan Ukraina akan tank tempur ini seakan menjadi paradoks setelah pada awal pertempuran banyak tank Rusia yang hancur karena diserang misil drone Bayraktar II, rudal panggul Javelin, dan ranjau antitank tentara Ukraina. Seiring semakin bertambahnya jumlah prajurit tempur Rusia hasil mobilisasi dan penggunaan masif rudal-rudal presisi untuk menekan Ukraina dengan menghancurkan infrastruktur sipil, Ukraina tampak lebih tertekan daripada tahun lalu.
Rusia kini kerap mampu ”membersihkan” area pertempuran dan menyisakan prajurit infantri Ukraina dengan persenjataan ringan. Pada gilirannya, tank tempur MBT Rusia akan membersihkan daerah itu dan membangun garis pertahanan baru di kawasan yang berhasil direbut.
Sering kali disebutkan, keunggulan tank Barat adalah pada akurasi dan daya tembakan meriam, penginderaan, kecepatan mobilitas, perlindungan personel, dan kemampuan menahan granat/roket antitank. Pada kenyataannya, tank-tank Barat itu memiliki sistem operasional dan prasyarat tempur yang tidak sesimpel tank seri T buatan Rusia/Uni Soviet dari sistem mesin, bahan bakar, alat bidik, pemuatan peluru, hingga sistem komunikasi. Itu belum termasuk kendala bahasa dan perawatan rutin. Tak heran, butuh waktu pelatihan yang cukup panjang untuk menguasai sebuah MBT Abrams buatan Amerika yang memiliki harga pasar saat ini 100 juta dollar AS per unit.
Di medan tempur, tank dengan harga ratusan miliar rupiah bisa seketika hancur apabila salah dalam strategi serangan, penempatan posisi, penggunaan alat teknis, dan upaya kamuflase menghindar. Hal ini karena sehebat apa pun tank, jika terkena proyektil yang mampu menembus baja, tetap akan bernasib sama. Tak heran, kehebatan sebuah tank adalah pada upaya menghindar tertembak proyektil secara langsung, termasuk mengindari serangan pada bagian atas tank yang memiliki baja jauh lebih tipis.
Sulit dihindari, pada akhirnya kedua negara dan negara lain pendukungnya menjadikan perang Ukraina–Rusia tak sekadar upaya invasi dan konter-invasi, tetapi juga ajang adu gengsi sejauh mana persenjataan mereka memang benar-benar bisa menyalak dan mengigit musuh di medan perang sesungguhnya. (LITBANG KOMPAS)
Editor:
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO, FRANSISCA ROMANA