Kecohan Pesawat Nirawak di Medan Perang, dari Taktik Israel hingga Perang Ukraina
China, Iran, Korea Utara, Turki, Ukraina, hingga kelompok NIIS menggunakan pesawat nirawak. Namun, dalam literatur perang, taktik Israel dianggap sebagai salah satu pelopor penggunaan pesawat nirawak sebagai pengecoh.
Sejak pertama kali dilancarkan Austria terhadap Venisia, Juli 1849, serangan udara terus berkembang. Dari balon udara berpeledak temuan Letnan Franz von Uchatius, serangan udara kini melibatkan pesawat nirawak MQ-9 Reaper atau Bayraktar TB-2. Sejumlah kelompok teror memodifikasi pesawat nirawak komersial murah untuk menyerang berbagai posisi pasukan AS dan sekutunya.
Pesawat nirawak berulang kali sukses di berbagai palagan dalam 49 tahun terakhir. Dengan harga mulai dari ratusan dollar AS, pesawat nirawak bisa menembus sistem pertahanan udara berbiaya miliaran dollar AS.
Kesuksesan terbaru penggunaan pesawat nirawak ditunjukkan Korea Utara pada Senin (26/12/2022). Setidaknya lima pesawat nirawak Korut menjelajah dengan selamat di wilayah udara Korea Selatan. Salah satu pesawat Korsel yang dikerahkan memburu pesawat itu malah jatuh. Selain itu, tidak satu pun dari setidaknya 100 tembakan yang dilepaskan Korsel mengenai pesawat Korut.
Baca juga : Aksi Pesawat Nirawak Korut dan Jet-jet Tempur China Panaskan Asia Timur
Fakta itu membuat Presiden Korsel Yoon Suk Yeol marah besar. ”Bagaimana mungkin tidak ada persiapan menghadapi serangan pesawat nirawak Korut? Ada insiden serupa pada masa lalu, apa yang sudah Anda lakukan selama ini? Apakah maksud Anda selama ini tidak ada latihan memadai dan Anda tidak melakukan apa pun?” kata Yoon, seperti dikutip kantor berita Yonhap, Rabu (28/12/2022).
Pernyataan tersebut ditujukan kepada Menteri Pertahanan Korsel Lee Jong-sup dalam rapat, Selasa pagi. Teguran keras itu diikuti dengan perintah Yoon kepada Lee untuk membentuk unit pertahanan terhadap serangan pesawat nirawak.
Sehari setelah dimarahi Yoon, Lee mengungkap rencana anggaran 561 miliar won AS untuk pertahanan terhadap pesawat nirawak. Belanja selama lima tahun itu, antara lain, akan digunakan untuk mengembangkan pelacak sinyal dan senjata laser. Tanpa sinyal dengan terminal pengendali, pesawat nirawak memang nyaris tidak bisa beroperasi.
Wajar Yoon marah atas kejadian Senin pagi. Dalam lima tahun terakhir, Korsel sedang membangun reputasi sebagai produsen persenjataan global. Korsel mengikat kontrak penjualan senjata miliaran dollar AS dengan sejumlah negara. Kegagalan menjatuhkan pesawat nirawak Korut bisa memicu pertanyaan atas keandalan persenjataan Korsel.
Perang Ukraina
Korsel bukan satu-satunya eksportir senjata yang wilayah udaranya dengan mudah ditembus pesawat nirawak. Rusia, yang lebih dulu dikenal sebagai pemasok penting persenjataan global, juga gagal menangkal serangan pesawat nirawak. Padahal, artileri pertahanan udara (arhanud) jadi salah satu andalan ekspor Rusia.
Pada 5 dan 26 Desember 2022, arhanud Rusia gagal menangkal serangan pesawat nirawak ke tiga pangkalannya. Bahkan, Pangkalan Udara Engels diserang dua kali. Pada 5 Desember 2022, pangkalan itu diserang dengan TU-141. Digunakan Uni Soviet pada 1974-1989, sejumlah pesawat itu tetap disimpan Ukraina, lalu dimodifikasi dari pengintai menjadi pengebom. Pesawat nirawak tua itu terbang lebih dari 600 kilometer di Rusia tanpa bisa dicegah arhanud berharga total miliaran dollar AS.
Baca juga : Serangan Pesawat Nirawak di Kyiv
Sejak awal perang, Rusia-Ukraina menggunakan berbagai macam pesawat nirawak. Rusia awalnya memakai pesawat domestik untuk memantau posisi lawan. Sementara Ukraina menggunakan pesawat buatan China, Israel, hingga Turki. Pesawat-pesawat itu berfungsi sebagai perangkat pengintai, pengecoh, dan penyerang.
Di tengah perang, Ukraina mendapat pasokan dari AS, sedangkan Rusia dari Iran. AS mengakui memasok Switchblade, pesawat nirawak sekali jalan yang bisa mengangkut peledak. Iran menyangkal memasok Shaheed yang fungsinya persis seperti Switchblade. Teheran terus membantah meski kepingan Shaheed terus ditemukan di berbagai penjuru Ukraina.
Sebelum di Ukraina, pesawat-pesawat Iran unjuk kebolehan di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Pesawat-pesawat itu bisa menembus arhanud berharga miliaran dollar AS yang dimiliki Abu Dhabi dan Riyadh. Arab Saudi, antara lain, dibentengi arhanud Patriot buatan AS. Setiap rudal Patriot berharga paling tidak 3 juta dollar AS. Sementara pesawat nirawak Iran yang digunakan Houthi untuk menyerang Arab Saudi berharga tidak sampai 100.000 dollar AS per unit.
Karena itu, Presiden Rusia Vladimir Putin yakin serangan udara ke Ukraina tak akan bisa dihambat meski Washington berjanji memasok Patriot ke Kyiv. Ukraina juga mendapat IRIS-T dari Jerman, Crotale dari Perancis, hingga Aspide 2000 dari Italia. Ucapan Putin terbukti dengan serangan udara pada Natal 2022. Serangan itu memadukan rudal dan pesawat nirawak.
Serangan menggunakan pesawat nirawak pada perang Ukraina dimulai oleh Kyiv. Berbekal sejumlah Bayraktar TB-2, Ukraina menghancurkan konvoi pasukan Rusia pada pekan-pekan awal perang.
Baca juga : Ukraina, Palagan Penulisan Buku Perang Baru
Pesawat nirawak buatan Turki itu juga kembali unjuk kebolehan pada April 2022 di Laut Hitam. Waktu itu, Ukraina menggunakan taktik yang digunakan Israel pada Perang Yom Kippur 1973 dan Pertempuran Lembah Beqaa 1982. Memadukan pesawat nirawak dan rudal laut, Ukraina menghancurkan kapal komando Rusia di Laut Hitam, Moskva.
Kepada Washington Post dan The Economist, seorang pejabat Ukraina mengakui taktik pengecohan itu. Kyiv terlebih dulu mengerahkan Bayraktar TB-2 untuk mengecoh pertahanan udara Moskva. Rudal dan senapan antiserangan Moskva fokus ke Bayraktar TB-2. Kala awak Moskva berkonsentrasi mengatasi serangan dari udara, dua rudal Neptunus buatan Ukraina meluncur ke lambung kapal penjelajah itu. Akibatnya, lambung bocor dan akhirnya kapal itu tenggelam.
Taktik Israel
Seperti pada 1973 dan 1982, taktik tersebut kembali berhasil. Dalam literatur perang, taktik Israel dianggap sebagai salah satu pelopor penggunaan pesawat nirawak sebagai pengecoh.
Hal itu, antara lain, pernah dipaparkan perwira intelijen Angkatan Udara AS, Kapten Brian Tice. Dalam artikel di Air Power Journal edisi musim semi 1991, Tice menulis, Israel tahu kekuatannya di bawah Mesir-Suriah dalam Perang Yom Kippur 1973.
Pada perang itu, Mesir punya 20 baterai rudal darat ke udara (SAM), 70 baterai arhanud, serta lebih dari 5.000 rudal bergerak dan rudal panggul anti-serangan udara. Sementara Suriah punya 34 baterai SAM. Seluruhnya buatan Uni Soviet.
Komandan Angkatan Bersenjata Israel (IDF) tahu mereka tidak mungkin mengatasi kekuatan itu dengan cara normal. Jumlah jet tempur dan helikopter Israel jauh di bawah akumulasi rudal yang bisa ditembakkan Mesir-Suriah.
Dalam literatur perang, taktik Israel dianggap sebagai salah satu pelopor penggunaan pesawat nirawak sebagai pengecoh.
IDF memutuskan, baterai Mesir-Suriah harus dikecoh. Alat pengecohnya: pesawat nirawak hasil modifikasi AQM-34 Ryan Firebee buatan AS yang dibeli pada 1970. Israel membeli 12 AQM-34 pada 1970. Dikembangkan mulai 1951, Firebee dirancang sebagai umpan latihan perang udara.
Baca juga : Senjata Asia di Perang Ukraina
Atas izin AS, Israel memodifikasinya dan menghasilkan Firebee 1241S. Abraham Kareem, pria Yahudi kelahiran Irak, berperan penting dalam pengembangan Firebee 1241s. Majalah The Economist menyebut Kareem sebagai bapak pesawat tempur nirawak modern.
Pada hari kedua Perang Yom Kippur, puluhan Firebee 1241S dikerahkan menuju Terusan Suez. Menduga Israel melancarkan serangan udara, Kairo melepaskan puluhan rudal anti-serangan udara ke arah pesawat nirawak itu. Kala Mesir harus mengisi ulang peluncur rudalnya, Israel melancarkan serangan udara asli. Dampaknya, baterai rudal Mesir rusak parah dan sulit berkontribusi dalam perang yang akhirnya dimenangi Israel itu.
Berselang sembilan tahun kemudian, Israel kembali mengulangi taktik itu di Lembah Beqaa, Suriah. Penembakan dua helikopter Suriah oleh IDF pada April 1981 membuat Presiden Suriah Hafez al-Assad memerintahkan penambahan baterai SAM di dekat Dataran Tinggi Golan.
Israel, sekali lagi, tahu baterai-baterai itu bukan tandingan jet-jet tempur IDF. Rudal-rudal Uni Soviet yang dioperasikan Suriah akan menghancurkan jet tempur A-4 dan F-4 Israel. Karena itu, selama setahun sampai Mei 1982, IDF memasang perangkat pengidentifikasi A-4 dan F-4 di sejumlah pesawat nirawaknya. Pesawat-pesawat itu rutin diterbangkan mendekati perbatasan Suriah. Di radar Suriah, pesawat nirawak itu akan terpantau sebagai A-4 dan F-4.
Pada 9 Juni 1982, sejumlah pesawat nirawak Israel yang dilengkapi perangkat identifikasi A-4 dan F-4 diterbangkan ke arah Beqaa. Suriah pun menembakkan puluhan rudal.
Seperti di Yom Kippur 1973, Israel baru menerbangkan pesawat asli kala Suriah harus mengisi ulang peluncur rudalnya. Proses pengisian itu kalah cepat dibandngkan dengan rudal-rudal yang ditembakkan Israel ke baterai-baterai Suriah. Akibatnya, Suriah menderita kerusakan hebat atas baterai rudalnya. Pertempuran Beqaa menjadi tempat pertama pesawat AS bisa mengatasi arhanud dan rudal Uni Soviet.
Pengembangan
Sejak 31 tahun lalu, berkaca pada Yom Kippur dan Beqaa, Kapten Tice sudah mengingatkan perlunya peningkatan pesawat nirawak dalam pertempuran. Peringatan tersebut tentu ditanggapi serius oleh AS. Karena itu, AS punya sejumlah pesawat nirawak yang teruji dalam berbagai pertempuran.
AS, antara lain, menggunakan pesawat nirawak untuk menyerang tokoh Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Pada 2014-2018, gantian NIIS menyerang berbagai posisi pasukan AS dan sekutunya dengan pesawat nirawak. Pesawat NIIS jauh lebih murah dibandingkan Reaper MQ AS atau Bayraktar Turki. NIIS memakai pesawat nirawak komersial yang dikendalikan dari jauh.
Baca juga : Meski Diyakinkan soal ”Drone” Iran, Israel Tolak Pasok Senjata ke Ukraina
Pembeli MQ-9 harus membayar sedikitnya 30 juta dollar AS. Bayraktar TB-2 dijual paling murah 5 juta dollar AS. NIIS memakai pesawat nirawak komersial berharga rata-rata 300 dollar AS per unit.
Kini, China menjadi produsen utama pesawat nirawak komersial berharga di bawah 500 dollar AS per unit. China memanfaatkan lebih dari seabad upaya pengembangan pesawat nirawak yang dimulai dari ide insinyur Spanyol, Leonardo Torres y Quevedo, soal kendali jarak jauh dengan memanfaatkan gelombang radio pada 1903.
Pada 1916, ilmuwan Inggris, Archibald Montgomery Low, mengklaim sukses menguji coba mengendalikan pesawat dari jarak jauh. Pada 1935, unit tempur udara Angkatan Laut Inggris mulai menggunakan pesawat nirawak sebagai sasaran latihan tembak di udara.
Fakta itu mendorong pilot AL AS, Komodor Delmer S Fahrney, mengusulkan negaranya membuat pesawat nirawak sendiri. Pada 1943, Boeing membuat pesawat pengebom nirawak BQ-7. Sejak itu, pesawat nirawak terus berkembang.
Kini, bukan hanya AS dan Inggris yang memakai dan memproduksi pesawat nirawak. China, Iran, Israel, Korea Utara, Turki, hingga NIIS pun memakai pesawat nirawak di berbagai palagan. Seperti diingatkan Tice pada 1991, peran pesawat nirawak akan semakin meningkat di masa depan. Perannya berevolusi walau tidak jauh-jauh dari fungsi pengintai, pengecoh, dan penyerang. (AFP/REUTERS)