Cerita-cerita Penyelamatan Ajaib pada Korban Gempa di Turki dan Suriah
Di balik tetesan peluh para anggota tim penyelamat, ada cerita-cerita keajaiban dalam upaya penyelamatan korban gempa di Turki-Suriah. Di tengah keterbatasan, tergambar daya juang mereka menyelamatkan nyawa korban.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·5 menit baca
”Akhirnya kami bisa melihat tangannya,” kata Viktor Holczer, pakar teknologi informasi, anggota tim evakuasi dan penyelamatan asal Hongaria, saat menuturkan cerita penyelamatan korban gempa di Turki dan Suriah. Ia dan timnya telah menyelesaikan tugas evakuasi dan tiba kembali di Budapest, Hongaria, Senin (13/2/2023).
Bagi Holczer, ini misi penyelamatan pertama dalam bencana alam besar yang diikutinya sebagai sukarelawan. Bukan hanya karena besarnya skala kerusakan gempa yang membuat pria berusia 26 tahun itu tak akan melupakan momen tersebut. Namun, ada momen keajaiban yang tidak akan dilupakannya ketika ia dan timnya berhasil menyelamatkan perempuan remaja berusia 17 tahun.
Pada Senin (6/2/2023), gempa dahsyat bermagnitudo 7,8 mengguncang sebagian wilayah tenggara dan selatan Turki serta Suriah utara. Hingga Selasa (14/2/2023), tercatat lebih dari 37.000 orang tewas akibat gempa di dua negara berbatasan tersebut.
Asya, perempuan remaja itu, berhasil diselamatkan hidup setelah hampir empat hari terperangkap dalam reruntuhan gedung apartemen yang ditinggalinya di kota Kahramanmaras, Turki tenggara. Kota ini merupakan salah satu area dekat episentrum gempa dan mengalami kerusakan parah.
Holczer, anggota tim Caritas Hungary and Budapest Rescue Service, awalnya merasa bahwa upaya penyelamatan Asya bisa dikata hampir mustahil. Upaya penyelamatan bermula dari laporan warga setempat kepada tim penyelamat bahwa ada seseorang yang terperangkap di dalam reruntuhan gedung apartemen.
Tim penyelamat pun mendaki, menggali, membongkar bongkahan puing dan berupaya menembus reruntuhan gedung tersebut. Pada satu momen, terdengar jeritan minta tolong dari dalam reruntuhan. Tim penyelamat asal Israel, dengan peralatan khusus yang mereka bawa, menunjukkan posisi Asya di tengah reruntuhan.
Setelah posisi Asya ditemukan, bukan berarti langkah berikutnya mudah. Holczer dan timnya harus menggali dan membuat terowongan sempit dalam reruntuhan guna mendekati posisi Asya. Total dibutuhkan waktu sekitar delapan jam untuk bisa menjangkau Asya dan mengevakuasinya keluar dari reruntuhan dengan tandu.
”Setiap tahap dan langkah, degup jantung kami lebih kencang saat kami merasa tinggal satu langkah lagi bisa menjangkaunya (Asya),” katanya saat diwawancarai kantor berita Reuters setiba di Bandar Udara Internasional Budapest, Senin (13/2/2023).
”Kami akhirnya bisa melihat tangannya. Dan itu butuh waktu sekitar 15 menit untuk bisa mengulurkan tangan padanya. Saya kemudian merentangkan tangan dan berupaya menggapai lengannya,” lanjut Holczer.
Terdengar jeritan minta tolong dari dalam reruntuhan. Tim penyelamat asal Israel, dengan peralatan khusus yang mereka bawa, menunjukkan posisi Asya di tengah reruntuhan.
Holczer pun menginformasikan bahwa dirinya telah menemukan Asya. Terdengar sorak-sorai penuh kegembiraan.
Tim penyelamat perlahan-perlahan memperlebar lubang sebagai jalan untuk mengeluarkan Asya dari reruntuhan. ”Kami harus menggeser tubuhnya terlebih dahulu dengan tangan kosong pada tahap awal karena tandu tidak cukup (untuk dimasukkan lewat lubang sempit itu). Setelah itu, kami baru menempatkan dia (Asya) pada tandu,” cerita Holczer.
Berkat selimut dan sofa
Dari informasi yang dikumpulkan, Asya terperangkap dalam reruntuhan gedung apartemen itu sudah hampir empat hari. Selama hampir 96 jam ia seperti terkubur di tengah reruntuhan dalam kegelapan tanpa makan dan minum.
Menurut tim penyelamat, kala gempa mengguncang dan meruntuhkan gedung apartemennya pada 6 Februari lalu, Asya sedang menonton televisi bersama keluarganya. Karena dingin, ia menonton televisi sambil berselimut dan meringkuk di atas sofa. Diperkirakan selimut di tubuhnya itu yang melindungi dirinya dari cuaca dingin.
Pada Senin kemarin, sepekan setelah gempa, di tempat lain tim penyelamat juga berhasil menyelamatkan nyawa beberapa korban. Di Provinsi Hatay, seorang anak laki-laki berusia 13 tahun dapat diselamatkan setelah terperangkap selama 182 jam atau lebih dari tujuh hari.
Tim evakuasi juga berhasil menyelamatkan anak perempuan bernama Miray di kota Adiyaman. Di tempat lain, menurut radio pemerintah TRT Haber, seorang anak perempuan berusia 10 tahun diselamatkan di Kahramanmaras. Selain itu, sedikitnya dua anak dan tiga orang dewasa lainnya juga dievakuasi dengan selamat.
Di kota Kahramanmaras, menurut cerita tim penyelamat dari Turki, ada keajaiban dalam penyelamatan satu keluarga terdiri atas tiga generasi yang terperangkap di reruntuhan gedung berlantai tiga. Mereka adalah seorang kakek, ibu, dan bayi.
Tim penyelamat terpaksa menggali terowongan kedua untuk mencapai posisi mereka. Mereka telah membuat terowongan pertama, tetapi ternyata buntu. Dalam pembuatan terowongan ini, dibuat rantai manusia untuk mengangkut keluar puing-puing dalam keranjang-keranjang.
”Saya punya feeling sangat kuat, kami bisa menemukan mereka,” ucap Burcu Baldauf, kepala tim sukarelawan layanan kesehatan Turki. ”Ini saja sudah masuk kategori keajaiban. Setelah tujuh hari, tak ada air minum, tak ada makanan, dan (mereka) dalam kondisi bagus.”
Otoritas Penanganan Bencana dan Darurat Turki menyebutkan, gempa saat ini merupakan gempa bumi terburuk dalam sejarah modern Turki. Jumlah korban jiwanya telah melewati korban gempa tahun 1939 yang mencapai 31.643 orang. Pada abad ini, gempa Turki dan Suriah ini menempati urutan keenam bencana alam paling mematikan, di bawah gempa di Pakistan tahun 2005 yang menewaskan sedikitnya 73.000 orang.
Kondisi bayi selamat
Sementara itu, bayi yang berhasil diselamatkan setelah lahir di tengah keruntuhan berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Ia disusui oleh istri direktur rumah sakit tempat bayi tersebut dirawat.
Aya (berarti ’tanda dari Tuhan’), demikian bayi itu belakangan dinamai oleh petugas rumah sakit, akan diperbolehkan meninggalkan rumah sakit pada Selasa ini atau Rabu besok. Menurut Saleh al-Badran, kakek-pamannya, ia akan dibesarkan oleh bibi dari pihak ayah yang selamat dari gempa.
Aya diselamatkan dari reruntuhan bangunan di kota Jindayris yang dikuasai kelompok oposisi di Suriah. Tim penyelamat berhasil menyelamatkan bayi perempuan itu. Namun, ibu sang bayi, Afraa Abu Hadiya, tewas. Saat Aya ditemukan, tali pusar bayi tersebut masih tertambat pada ibunya.
Penyelamatan atas bayi tersebut berlangsung pada Senin siang atau lebih dari 10 jam setelah guncangan gempa. Hani Maarouf, dokter yang merawat bayi itu, memperkirakan Abu Hadiya—sang ibu bayi—pasti masih dalam kondisi sadar saat melahirkan. Maarouf menduga bayi itu lahir beberapa jam sebelum ditemukan dan dievakuasi.
Di Rumah Sakit Cihan, kota Afrin, Suriah utara, Maarouf mengungkapkan, Aya disusui oleh istri direktur rumah sakit tempatnya bekerja. ”Kami menghentikan seluruh pengobatan yang kami berikan pada Aya. Dia kini disusui jika dia membutuhkan susu,” ujarnya.
Maarouf menambahkan, polisi setempat berjaga-jaga di luar rumah sakit guna mencegah orang-orang yang ingin menculik Aya. Beberapa orang datang ke rumah sakit itu dan mengaku-aku sebagai kerabat Aya.
Menurut Badran, ayah Aya bernama Abdullah Turki Mleihan. Ia berasal dari Desa Khsham, Provinsi Deir el-Zour, Suriah timur. Pada 2014, Mleihan meninggalkan desanya untuk mengungsi ke Jyndairis, Suriah utara, setelah desa asalnya dikuasai milisi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). (AP/AFP/REUTERS)