Perang di Ukraina menunjukkan jika pemerintah bekerja sama melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia, perubahan besar bisa terjadi. Hal ini bisa dilakukan oleh Indonesia, Ketua ASEAN 2023, untuk warga Rohingya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Dalam beberapa pekan terakhir, Provinsi Aceh kembali menerima ratusan warga Rohingya. Menjelang perayaan Natal, 57 warga Rohingya mendarat di Aceh Besar. Menyusul sehari kemudian, menurut catatan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), Aceh kembali menerima 174 orang Rohingya.
Memasuki pekan kedua pada Januari 2023, Aceh kembali menjadi rumah bagi para pengungsi Rohingya setelah 184 orang kembali mendarat di pantai wilayah Aceh Besar. Puluhan anak-anak dan balita dibawa orangtuanya mengarungi samudra, dari Bangladesh dan mendarat di Indonesia.
Tanpa bekal cukup, mereka berjibaku dengan ombak ganas. Tujuannya hanya satu: mencari tempat yang aman dan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga dan anak-anaknya.
Wakil Direktur Human Rights Watch (HRW) wilayah Asia Phil Robertson, pada laporan tahunan kondisi hak asasi manusia global di Jakarta, Kamis (12/1/2023), mengatakan, masih adanya warga Rohignya yang harus berjuang mengarungi lautan menuju negara atau wilayah yang aman adalah sebuah hal yang menyedihkan.
”Mengejutkan bahwa setelah delapan tahun, tahun 2015, kita masih harus melihat warga Rohingnya berjuang melawan maut di atas kapal-kapal yang membawa mereka,” ujarnya.
Apalagi, Robertson menambahkan, ada sebuah kapal yang diduga mengangkut lebih dari 100 orang Rohingnya telah hilang. Sebagaimana laporan UNHCR, termasuk di dalamnya adalah anak-anak, hingga kini belum diketahui nasibnya.
Data Kementerian Luar Negeri RI menyebutkan, Indonesia dalam tiga bulan terakhir menerima tambahan 644 pengungsi Rohingya. Kini, total warga Rohingya di Indonesia mencapai 1.500 orang.
Dunia, menurut Robertson, harus berterima kasih kepada Indonesia, khususnya warga Aceh, yang memberikan tempat bagi warga Rohingya untuk mendarat. Sementara negara- negara anggota ASEAN lain, seperti Malaysia dan Thailand, menolak menerima mereka. ”Nelayan-nelayan, warga Aceh, harus mendapat penghormatan setinggi-tingginya karena menyelamatkan warga Rohingya,” kata Robertson.
Dalam catatan HRW, di luar warga Rohingya yang menempati kamp pengungsi di Cox’z Bazar dan Bhasan Char di Bangladesh, masih ada sekitar 600.000 jiwa di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Dianggap bukan bagian dari Myanmar, mereka hidup dalam berbagai pembatasan. Akibatnya, banyak yang mencoba melarikan diri dari Myanmar ke negara-negara tetangga, seperti Bangladesh dan Indonesia.
Frekuensi warga Rohingya yang ditangkap aparat keamanan junta militer Myanmar meningkat. Diperkirakan sekitar 1.300 orang Rohingya, termasuk anak-anak dan perempuan, ditahan. Hukumannya pun cukup lama, mulai dua tahun hingga lima tahun.
Robertson menilai, Indonesia tidak bisa bekerja sendirian dalam menangani warga Rohingya. ”Harus ada tindakan bersama dengan negara-negara di kawasan untuk mengubah kebijakan,” katanya.
Malaysia adalah satu negara yang disebut oleh Robertson menolak wilayahnya didarati oleh para pengungsi Rohingya. Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abd Kadir tidak menyinggung masalah soal pendaratan warga Rohingya di Malaysia ketika bertemu dengan sejumlah media di Jakarta. Akan tetapi, dia menyinggung soal bahwa ASEAN seharusnya tidak menjadi hanya satu pihak saja yang terbebani dengan masalah pengungsi Rohingya.
“Komunitas internasional harus turut serta membantu mengulurkan tangan bagi warga Rohingnya,” katanya, akhir Desember 2022.
Robertson mengingatkan kembali soal Bali Process, yang dinilai banyak pihak bisa digunakan sebagai pintu untuk saling bahu membahu menangani tidak hanya persoalan pengungsi Rohingya, akan tetapi lebih luas adalah soal perdagangan manusia atau tindak pidana penyelundupan orang. “Dialog itu harus dihidupkan kembali,” katanya.
Dalam laporan globalnya, HRW memandang bahwa di tengah situasi dunia internasional yang menantang, banyak pemerintahan mencoba memikul tanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia. Tanggung jawab dan inisiatif tidak hanya mengandalkan sebagian kecil negara-negara di Utara.
Tirana Hassan, pelaksana tugas Direktur Eksekutif HRW, mengatakan, semangat kerja sama negara-negara di dunia untuk membantu Ukraina (dengan mengirimkan bantuan keuangan, persenjataan hingga menjatuhkan sanksi bagi negara agresor), bisa dilakukan untuk melindungi dan mempromosikan HAM global. “Mobilisasi dunia bagi Ukraina mengingatkan kita akan potensi yang luar biasa ketika pemerintah menyadari kewajiban mereka untuk melindungi dan mempromosikan HAM,” kata Hassan.
Kerja bersama dan kolaborasi adalah tema dasar yang disinggung oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan Menlu RI 2023, Rabu (11/1/2023). “Penyelesaian masalah Rohingya menjadi lebih sulit dengan situasi Myanmar saat ini. Isu Rohingya tidak akan dapat diselesaikan jika akar masalah di Myanmar tidak diselesaikan,” katanya.
Direktur HRW Asia Elaine Peterson mengatakan, kini, kerja ASEAN satu tahun ke depan berada di tangan Indonesia sebagai pemegang keketuaan tahun 2023. Masalah Rohingya adalah menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023. “Kita akan lihat kerja-kerja kepemimpinan Indonesia atas ASEAN tahun ini,” ujarnya. (MHD)