Keketuaan ASEAN dan 4 Kebijakan Luar Negeri RI untuk Jawab Tantangan Global 2023
Berbekal semangat kolaborasi dan inklusivitas di tengah suasana global yang sulit tahun 2022, Indonesia sukses mengetuai G20. Cara pandang yang sama akan menghiasi dan melandasi kebijakan luar negeri RI tahun 2023.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memaparkan fokus keketuaan ASEAN plus empat prioritas kebijakan luar negeri Indonesia yang akan dijalani sepanjang tahun 2023. Tantangan global diakui semakin berat.
Meski demikian, dengan cara pandang positif, kerja sama, dan paradigma kolaborasi, dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri 2023 di Jakarta, Rabu (11/1/2023), Retno yakin Indonesia akan terus berkontribusi dan memainkan kepemimpinannya dalam diplomasi di panggung global.
Setelah dinilai sukses menjalankan keketuaan G20 pada 2022, Indonesia akan memfokuskan diplomasi pada 2023 dengan menjadi ketua ASEAN. Selain itu, ada empat prioritas kebijakan luar negeri Indonesia yang dipaparkan Retno, yakni penguatan diplomasi kedaulatan, memperkuat diplomasi pelindungan, memajukan kerja sama ekonomi, serta menjalankan diplomasi perdamaian dan kemanusiaan.
Dalam kesempatan tersebut, Retno juga mencanangkan pencalonan kembali Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2029-2030. Sebelumnya, Indonesia sudah empat kali menduduki posisi itu, termasuk terakhir pada 2019-2020.
”Tantangan dunia di tahun 2023 akan semakin berat. Ketidakpastian global dan situasi geopolitik akan semakin berat. Ketidakpastian global dan situasi geopolitik yang dinamis masih akan menjadi karakteristik dunia. Rivalitas antarkekuatan besar juga terus menajam,” kata Retno.
Mengutip prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,2 persen tahun lalu menjadi 2,7 persen tahun ini, Retno menggarisbawahi soal situasi tahun 2023. ”Sepertiga ekonomi dunia diprediksi akan mengalami resesi pada tahun ini. Bahkan, di negara yang tidak mengalami resesi, ratusan juta penduduknya akan merasa berada dalam resesi,” demikian Retno mengutip IMF.
Meski demikian, berkaca dari sukses keketuaan G20 di tengah situasi yang tidak menentu, ia menyatakan, Indonesia telah membuktikan bahwa persahabatan dan kolaborasi mampu mengatasi situasi sulit itu.
”Di tengah tantangan dunia yang semakin sulit ini, cara pandang positif, kerja sama, dan optimisme justru semakin diperlukan. Cara pandang inilah yang akan digunakan Indonesia dalam menjalankan keketuaan di ASEAN tahun ini,” ujar Retno.
Di bawah Indonesia, keketuaan ASEAN 2023 mengambil tema ”ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Retno mengungkapkan, saat memimpin ASEAN, Indonesia ingin menjadikan organisasi regional ini tangguh, menjadi barometer kerja sama yang bisa berkontribusi bagi perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan serta, lebih jauh, kesejahteraan global. Ia mengutip perkiraan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi ASEAN akan mencapai 4,7 persen pada 2023.
Saat memimpin ASEAN, Indonesia ingin menjadikan organisasi regional ini tangguh, menjadi barometer kerja sama yang bisa berkontribusi bagi perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan.
”Kawasan Indo-Pasifik yang damai dan stabil, penghormatan terhadap hukum internasional, dan kerja sama yang inklusif merupakan kunci bagi ASEAN untuk menjadi epicentrum of growth (pusat pertumbuhan). Implementasi AOIP (ASEAN Outlook on Indo-Pacific) akan menjadi roh besar pelaksanaan prioritas keketuaan Indonesia (di ASEAN),” tutur Retno.
Isu kawasan yang menjadi salah satu PR (pekerjaan rumah) bagi Indonesia selaku Ketua ASEAN adalah krisis di Myanmar. Mengenai hal itu, Retno menyatakan, sebagai ketua ASEAN, Indonesia terus mendorong penerapan lima poin konsensus yang telah dihasilkan di Jakarta.
Salah satu langkahnya adalah pembentukan kantor utusan khusus yang akan dipimpin langsung oleh Retno. Selain itu, Indonesia juga akan melakukan komunikasi dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar. Retno menilai, komunikasi adalah kunci bagi ASEAN untuk bisa memfasilitasi dialog nasional di Myanmar.
”Langkah yang akan diambil Indonesia akan selalu berdasar prinsip dan nilai fundamental Piagam ASEAN secara keseluruhan, antara lain kepatuhan terhadap aturan hukum, tata kelola yang baik, prinsip-prinsip demokrasi, dan pemerintahan konstitusional,” papar Retno.
Tak ingin disandera
Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Myanmar juga akan dilibatkan secara aktif. Retno memastikan, isu Myanmar tidak akan dibiarkan menyandera agenda-agenda ASEAN lain, termasuk penguatan pembangunan komunitas ASEAN.
Retno juga menyebutkan, Indonesia akan melaksanakan KTT ASEAN dua kali, yakni pada Mei dan September.
Dalam pernyataannya, Retno menyoroti situasi di kawasan Indo-Pasifik. Indonesia menyadari banyak negara memiliki konsep dan cara pandang sendiri soal Indo-Pasifik dan bagaimana mereka beraktivitas di kawasan ini.
AS, China, Perancis, hingga Rusia adalah beberapa negara adidaya yang memiliki konsep Indo-Pasifik masing-masing. Tidak jarang konsep-konsep itu berseberangan satu sama lain sehingga berujung pada persaingan dan ”memanaskan” situasi. Persaingan untuk memperebutkan pengaruh di kawasan terus terjadi di halaman depan ASEAN.
”Indonesia akan terus menekankan bahwa Indo-Pasifik harus didekati tidak saja dari aspek security (keamanan), tetapi juga dari aspek pembangunan ekonomi,” kata Retno.
Dia menyebut kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kemakmuran warga di kawasan Indo-Pasifik, akan menjadi landasan Indonesia dalam bergerak memimpin kawasan.
Beberapa pengamat, meski mengapresiasi beberapa bagian dalam pidato menlu, menyoroti pernyataan menlu yang kurang menggali permasalahan dan tidak menyinggung secara langsung beberapa isu penting yang sangat berpengaruh di Indonesia ataupun Asia Tenggara.
Wakil Direktur CSIS Shafiah Muhibat, misalnya, menyayangkan ketiadaan isu Laut China Selatan, Korea Utara, Selat Taiwan, serta persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan China di dalam pernyataan pers menlu.
Sementara itu, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu menyebut politik luar negeri 2023 akan tetap bersikap reaktif terhadap isu eksternal dan internal serta cenderung pragmatis.