Sebanyak 549 Pengungsi Rohingya di Aceh Menanti Kepastian
Pengungsi Rohingya itu telah menjadi korban sindikat penyelundupan manusia. Saat berada di kamp pengungsian di Bangladesh, mereka dijanjikan akan dibawa ke negara tujuan, seperti Malaysia.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Saat ini sebanyak 549 pengungsi etnis Rohingya berada di Provinsi Aceh. Mereka ditampung sementara di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, dan Kota Lhokseumawe. Namun, tidak ada kejelasan sampai kapan mereka berada di Aceh. Sebagian dari mereka telah kabur dari kamp penampungan.
Sejak November 2022 hingga Januari 2023 pengungsi Rohingya datang ke Aceh sebanyak lima kali. Mereka mendarat dengan 2 kapal di Aceh Utara (229 orang), 2 kapal di Aceh Besar (241 orang), dan 1 kapal di Pidie (174 orang).
Pengungsi yang mendarat di Aceh Utara ditampung di bekas kantor imigrasi Kota Lhokseumawe. Akan tetapi, dari 229 orang yang tersisa 134 orang, sebanyak 90 orang kabur dari kamp penampungan.
Dengan demikian jumlah pengungsi Rohingya yang kini ditampung di provinsi paling barat Indonesia itu 549 orang. Belum ada kepastian sampai kapan mereka ditampung di Aceh.
Kabag Humas Kota Lhokseumawe Marzuki, dihubungi pada Senin (9/1/2023) mengatakan, pihaknya tidak dapat memberi pernyataan terkait keberadaan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe. ”Sebab, bukan di bawah pemkot pengelolaannya. Kalau dulu, ya ada satuan tugas,” kata Marzuki.
Dia menyarankan agar berkomunikasi dengan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Namun, beberapa staf UNHCR dan IOM yang dihubungi belum bersedia memberikan pernyataan. Pesan lewat Whatsapp dan surat elektronik juga tidak dibalas.
”IOM dan UNHCR tidak melapor ke Pemkot Lhokseumawe tentang perkembangan pengungsi karena pengelolaan tidak bersama dengan kami,” ujar Marzuki.
Kabag Humas Pemkab Aceh Besar Imam Munandar mengatakan, pengungsi yang ditampung di Desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, juga belum jelas sampai kapan. Sebanyak 241 orang ditampung di gedung UPTD dinas sosial. Sebanyak 57 telah ditampung sejak 27 Desember 2022, sedangkan sisanya datang pada Minggu, 8 Januari 2023.
Koordinator Monitoring dan Evaluasi Yayasan Geutanyoe, lembaga yang fokus pada isu kemanusiaan, Iskandar Dewantara, mengatakan, Indonesia bukan tujuan pelarian Rohingya.
Mereka susah masuk ke negara tujuan, makanya mereka memanfaatkan Aceh sebagai daerah pendaratan setelah terkatung-katung di tengah laut.
Menurut Iskandar, para pengungsi itu terdampar ke Indonesia karena dibawa arus samudra atau beberapa gelombang pengungsi menjadikan Indonesia sebagai daerah transit. Dalam beberapa kasus, kapal Rohingya ditolak oleh negara kawasan.
”Buktinya saat telah tiba di Indonesia, mereka kabur dari kamp pengungsian menuju ke Malaysia,” kata Iskandar.
Iskandar mengatakan, pengungsi Rohingya itu telah menjadi korban sindikat penyelundupan manusia. Saat berada di kamp pengungsian di Bangladesh, mereka dijanjikan akan dibawa ke negara tujuan, seperti Malaysia. Akan tetapi, saat berada di laut lepas, mereka kehilangan kendali. Beberapa pengungsi mati di kapal dan jenazahnya dilarung ke samudra.
”Mereka susah masuk ke negara tujuan, makanya mereka memanfaatkan Aceh sebagai daerah pendaratan setelah terkatung-katung di tengah laut,” kata Iskandar.
Seorang pengungsi Rohingya yang terdapat di Aceh Besar pada 8 Januari 2023 bernama Muhammad Faisal. Kepada petugas Faisal mengatakan, mereka berlayar dari Bangladesh selama 27 hari. Mereka sengaja keluar dari pusat pengungsian di Bangladesh berlayar ke negara-negara kawasan, seperti Indonesia atau Malaysia.
Awalnya, jumlah pengungsi dalam kapal itu sebanyak 185 orang, tetapi satu orang tewas dan jenazahnya dilarung ke samudra.
Faisal mengatakan, dia datang dari Myanmar ke Bangladesh sebagai pengungsi. Setelah beberapa tahun di Bangladesh dengan kondisi hidup tidak menentu, mendorong mereka untuk mencari penghidupan yang layak. Banyak pengungsi Rohingya dari Bangladesh yang kabur ke negara-negara kawasan sebagai pendatang gelap.
Faisal mengatakan, ayahnya berhasil mendapatkan sebuah perahu dan mengatur rencana pelayaran. Mereka tidak tahu bahwa perahu yang ditumpangi mendarat ke Indonesia.
Sekretaris International Concern Group for Rohingya (ICGR) Adli Abdullah mengatakan, penyelesaian konflik Rohingya dengan Pemerintah Myanmar harus diselesaikan agar ada kepastian untuk hidup bagi Rohingya.