Saat berada di pantai, warga mengantar makanan dan minuman. Pengungsi terkapar di pasir. Petugas mengecek kesehatan dan mendata. Pada malam hari mereka dipindahkan ke sekolah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SIGLI, KOMPAS — Sebanyak 174 pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pantai Desa Ujung Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, kini ditampung sementara di gedung sekolah. Atas dasar kemanusiaan, Pemerintah Kabupaten Pidie bersedia menampung dan membantu pangan, tetapi kebijakan cepat dinantikan agar tidak menjadi beban pemerintah setempat.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Pidie Teuku Iqbal, yang dihubungi, Selasa (27/12/2022), mengatakan, sejak Senin hingga kini, para pengungsi itu ditempatkan sementara di bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Muara Tiga. Kondisi para pengungsi mulai membaik, sangat jauh berbeda dibandingkan saat mereka mendarat.
”Pemkab Pidie menyalurkan makanan, sebagian sumbangan dari warga. Banyak yang terlibat dalam penanganan darurat,” kata Iqbal.
Pada Senin (26/12/2022), sebuah kapal merapat ke pantai. Saat kapal tersangkut di pasir, orang-orang di dalamnya lompat berlarian ke pantai. Menyaksikan kondisi pengungsi dalam keadaan sekarat, warga turut membantu evakuasi.
Jumlah pengungsi sebanyak 174 orang. Sebanyak 90 laki-laki dan 84 perempuan. Sebagian di antaranya masih anak-anak. Beberapa orang dalam keadaan kritis sehingga dievakuasi ke puskesmas.
Saat berada di pantai, warga mengantar makanan dan minuman. Pengungsi terkapar di pasir. Petugas mengecek kesehatan dan mendata. Pada malam hari mereka dipindahkan ke sekolah.
Iqbal mengatakan, saat ini pihaknya fokus pada penanganan darurat. Beberapa intansi pemkab diminta untuk terlibat. Menurut rencana, Bupati Pidie akan segera mengundang para pihak untuk mendiskusikan penanganan selanjutnya.
Pemkab Pidie tidak keberatan menampung sementara, tetapi perlu kepastian sampai kapan pengungsi ditampung di Pidie. ”Tanggal 3 Januari, sekolah mulai aktif, tidak mungkin mereka di sana. Kami akan surati Menko Polhukam untuk koordinasi,” kata Iqbal.
Gelombang pengungsi Rohingya terus berdatangan ke Aceh. Sehari sebelum perahu terdampar di Pidie, kejadian serupa terjadi Kabupaten Aceh Besar. Sebuah kapal membawa 57 pengungsi Rohingya merapat ke Pantai Desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya. Kondisi pengungsi yang terdampar sama-sama dalam keadaan lemah.
Pengungsi Rohingya di Aceh Besar kini ditampung di gedung milik Dinas Sosial Aceh. Pemkab Aceh Besar menerima pengungsi itu karena alasan kemanusiaan.
Saat perahu Rohingya mendarat di Aceh Besar dan Pidie, nelayan sedang libur melaut dalam rangka memperingati 18 tahun bencana gempa dan tsunami.
Sementara melalui melalui keterangan tertulis Kepala Misi IOM di Indonesia Louis Hoffmann mengatakan, IOM telah berkoordinasi dengan Satuan Tugas Pengungsi Nasional dan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan bagi pengungsi Rohingya.
”Kerja sama dengan mitra untuk memastikan pelayanan kesehatan (termasuk pengujian COVID-19), tempat tinggal yang memadai, air dan sanitasi, perlindungan dan kesehatan,” kata Louis.
Louis mengatakan, IOM Indonesia saat ini membantu lebih dari 7.000 pengungsi di Indonesia. Mereka dibantu berbagai hal, seperti akomodasi, perawatan kesehatan, kesehatan mental dan dukungan psikososial, pendidikan, dan kebutuhan dasar.
IOM juga bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mencegah dan melawan perdagangan orang, memperkuat perlindungan bagi tenaga kerja migran.
Sebelumnya Koordinator Monitoring dan Evaluasi Yayasan Geutanyoe, lembaga yang fokus pada isu kemanusiaan, Iskandar Dewantara, mengatakan, pengungsi Rohingya rawan jadi target perdagangan orang.
Menurut Iskandar, perlindungan terhadap Rohingya masih lemah. Mereka banyak menjadi korban perdagangan orang dan kekerasan.
Gelombang pengungsi Rohingya yang terdampar ke Aceh belum berhenti. Dalam catatan Kompas, sudah belasan kali kapal pengungsi Myanmar itu masuk ke Aceh dengan total penumpang 1.802 orang sejak 2011.
Sekretaris International Concern Group for Rohingya (ICGR) Adli Abdullah mengatakan, konflik yang terjadi di Myanmar membuat etnis Rohingya kian tersisih. Mereka keluar dari Myanmar untuk mencari penghidupan yang lebih layak.