Palang Merah Internasional Kunjungi Tahanan Perang Rusia-Ukraina
Palang Merah Internasional menginginkan akses total guna memastikan kesejahteraan para tahanan perang di Rusia dan Ukraina.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
GENEVA, KAMIS – Komisi Palang Merah Internasional atau ICRC mengunjungi para tahanan perang di Rusia dan juga Ukraina. Mereka menginginkan kedua negara menepati komitmen Konvensi Geneva III yang mengamanatkan setiap tahanan berhak secara rutin dikunjungi oleh petugas ICRC untuk memastikan mereka diperlakukan sesuai dengan prinsip hak asasi manusia walaupun berstatus tahanan.
Kabar ini disiarkan di laman resmi ICRC pada Kamis (8/12/2022). Pekan lalu, ICRC selama dua hari mengunjungi tahanan perang Rusia di Ukraina dan juga tahanan perang Ukraina di Rusia. Rencananya, pekan ini, mereka juga akan mengunjungi tahanan kedua belah pihak di lokasi-lokasi lain.
“Kami mengharapkan kegiatan ini bisa menjadi rutin setiap pekan. Petugas ICRC selain memeriksa kesehatan jasmani dan jiwa para tahanan juga membawakan pesan maupun barang-barang titipan dari keluarga mereka,” kata Presiden ICRC Mirjana Spoljaric.
Sebelumnya, ICRC pernah mengunjungi beberapa tempat penahanan tentara, tetapi kegiatannya sporadis karena Rusia maupun Ukraina belum mau membuka akses total. Apalagi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sempat enggan memberi izin.Ia marah kepada ICRC karena tidak mendukung Ukraina sejak diserang oleh Rusia pada bulan Februari lalu.
Spoljaric mengingatkan bahwa ICRC merupakan lembaga kemanusiaan yang bersifat netral. ICRC tidak boleh mengecam maupun mengisolasi negara, organisasi, kelompok, ataupun individu tertentu walaupun mereka mewakili kepercayaan dan tindakan yang dinilai salah. ICRC wajib memberi pertolongan apabila orang-orang ini membutuhkan.
Apalagi, Rusia dan Ukraina sama-sama menandatangani Konvensi Geneva III. Ini adalah pakta yang mengakui peran ICRC di sektor kemanusiaan. Negara maupun organisasi yang menandatangani dokumen ini berarti harus bersedia memberi akses kepada ICRC, seburuk apapun keadaan di lapangan.
Dalam kunjungan pekan lalu, ICRC membawakan peralatan kebersihan pribadi, selimut, dan pakaian hangat kepada para tahanan. Dari sana, mereka membawa pesan-pesan untuk para keluarga tahanan. Isinya antara lain ucapan kerinduan akan rumah dan anggota keluarga. Ada pula permintaan untuk dibawakan camilan, permen, dan kaos kaki.
“Komunikasi ini walaupun singkat sangat penting untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani para tahanan serta keluarga mereka. Kedua belah pihak sama-sama tahu bahwa mereka dalam keadaan sehat dan optimistis untuk bisa bertemu kembali,” tutur Spoljaric.
Dilansir dari media Ukrayinska Pravda, Selasa (6/12), Rusia-Ukraina menukar tahanan perang. Jumlahnya adalah 60 tahanan Rusia dan 60 tahanan Ukraina. Sebelumnya, pada 1 Desember 2022, terjadi pertukaran dengan format 50-50.
Terdapat campur tangan negara-negara sahabat, antara lain Turki, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab dalam membantu terjadinya pertukaran tahanan itu. Mayoritas tentara Ukraina yang dikembalikan ini ditangkap di Mariupol, termasuk mereka yang bertahan di pabrik baja Azovstal. Tahanan perang juga mencakup perempuan yang bergabung dengan militer maupun milisi.
Perang Rusia dengan Ukraina tidak kunjung selesai. Ukraina mengatakan mereka telah membunuh 93.000 serdadu Rusia di medan laga. Mereka juga terus berusaha merebut kembali empat provinsi yang diduduki oleh Rusia, yaitu Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhia.
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin ketika berbicara di seminar ulang tahun ke-23 The Habibie Centre di Jakarta, Rabu (7/12/2022) menjelaskan, perundingan damai mungkin terjadi apabila kedua belah pihak mengakui secara terbuka dampak krisis perang ini bagi stabilitas global. Harus ada rencana dan algoritma yang jelas mengenai cara mengatasi akar persoalan perang ini, yaitu ambisi geopolitik. “Krisis global membutuhkan pendekatan multilateral dan kolektif,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin ketika berbicara di stasiun televisi nasional Rusia menuduh negara-negara Barat memperlakukan bangsa Rusia seperti masyarakat kelas dua yang tidak memiliki hak untuk hidup. Putin mengatakan, operasi militer—istilah yang dipakai olehnya untuk menyebut perang dengan Ukraina—merupakan proses yang panjang.
“Pertama-tama, Rusia akan memakai cara-cara damai. Akan tetapi, jika tidak ada pilihan lagi, Rusia akan memakai segala cara untuk membela diri,” tuturnya, dikutip oleh Sky News. (REUTERS)