Banjir Won dari Palagan Ukraina
Selain teknologinya tidak kalah jauh, Korsel setuju alih teknologi dan produksi bersama jadi paket dalam penjualan senjata. Namun, Korsel tidak akan mengirimkan bantuan jika konsumennya diserang negara lain.

Purwarupa KF-21 dipamerkan untuk pertama kali kepada umum di kantor pusat Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Korea Selatan, April 2021. Selain jet tempur yang pengembangannya melibatkan Indonesia itu, Korsel sudah punya jet tempur FA-50 yang dikembangkan bersama Amerika Serikat.
Perang Ukraina tidak hanya menguntungkan produsen senjata Eropa dan Amerika Serikat. Produsen Korea Selatan turut kebanjiran pesanan gara-gara perang itu. Bahkan, sebelum perang pun, Seoul sudah mencatat lonjakan pesanan persenjataan.
Sepanjang November 2022, industri pertahanan Korsel amat bergairah. Pada 7 November, Norwegia mengumumkan rencana pembelian meriam K9 dari Korsel. Jumlah meriam dan nilai kontrak tidak diungkap. Sebelum paket sekarang, Norwegia telah membeli 24 unit meriam K9 dan enam meriam K10 dari Korsel pada 2019-2022.
Pada Rabu (10/11/2022), pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengungkap rencana pembelian 100.000 butir peluru artileri dari Korsel. Dalam pernyataan pada Kamis (11/11), Kementerian Pertahanan Korea Selatan membenarkan hal itu.
Baca Juga: Ukraina, Palagan Penulisan Buku Perang Baru
Oleh AS, peluru-peluru itu akan dikirimkan ke Ukraina. Kemhan Korsel berkeras Seoul tidak akan mengirim senjata ke Ukraina. Seoul berpendapat, pengguna 100.000 butir peluru itu adalah Washington. Terserah Washington akan menggunakannnya dengan cara apa.
Selanjutnya, pada 16 November 2022, Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel Lee Chang dilaporkan menerima Pimpinan Divisi Pertahanan dan Angkasa Airbus Michael Schoellhorn di Seoul. Lee dan Schoellhorn membahas potensi kerja sama Airbus dan Korea Aerospace Industries (KAI).
Kerja sama itu termasuk pemasaran pesawat tempur ringan FA-50 ke Eropa Barat. Airbus, perusahaan Eropa, juga menjajaki kemungkinan membuat pusat penelitian di Korsel. Airbus menjajaki pula kemungkinan ikut mengembangkan roket-roket buatan Seoul. Lee menjanjikan modifikasi aturan dan insentif pajak kepada Airbus jika jadi menambah impor dan penanaman modal di Korsel.

Wakil Menteri Pertahanan RI M Herindra (paling kiri) turut hadir dalam uji terbang resmi KF-21 Boramae di Sacheon, Korea Selatan, Rabu (28/9/2022).
Sebelum dengan Airbus, KAI menggandeng perusahaan Amerika Serikat, Lockheed Martin, untuk pengembangan KA-50. KAI-Lockheed Martin memulainya dari pengembangan pesawat latih T-50. Kini, T-50 berkembang menjadi beberapa varian termasuk KA-50.
Dianggap teruji, bisa cepat diproduksi, dan harganya lebih terjangkau, Polandia pun memutuskan membeli 48 KA-50. Pengumuman pada Juli 2022 itu bukan hanya untuk membeli pesawat. Warsawa mengikat kontrak 21 triliun won untuk membeli 980 unit tank K2. Dana itu juga dipakai untuk membayar 648 unit meriam swagerak K9 dan 288 unit peluncur roket K239 Chumoo dari Korsel. Hyundai Rotem, salah satu anak perusahaan Hyundai, membuat tank, sementara meriam dan peluncur roket dibuat Hanhwa.
Cepat dan murah
Pada Oktober 2022, Hyundai Rotem telah mengirimkan 10 tank pertama yang dipesan Polandia. Sisa tank akan dikirim bertahap secara berkelompok. ”Tidak banyak perusahaan di dunia bisa membuat senjata dalam jumlah banyak dan tepat waktu. Korsel salah satu dari sedikit yang bisa memproduksi secara stabil. Semua ini buah dari kesiagaan perang selama 70 tahun terakhir. Belum lagi jika menyinggung soal biaya,” kata peneliti pada Asan Institute for Policy Studies, Yang Wook, kepada Korea Herald.
Baca Juga : KF-21 Proyek ”Pengubah Permainan”
Sebagai pembanding, harga satu unit tank Leopard 2 bisa mencapai 15,2 juta dollar AS. Krauss-Maffei Wegmann, produsen senjata Jerman, butuh hingga 5 tahun untuk memproduksi 50 unit pertama. Sementara Hyundai Rotem mematok rata-rata 7,5 juta dollar AS untuk tiap unit K2 yang dijual ke Polandia. Perusahaan Korsel berjanji mengirimkan 180 unit ke Polandia dalam 3 tahun mendatang.
Polandia melirik senjata Jerman dan AS sebelum akhirnya beralih ke Korsel. Masalahnya, pabrik-pabrik AS-Jerman kesulitan memenuhi permintaan Polandia. Padahal, gara-gara perang Ukraina, Warsawa mau cadangan persenjataannya segera ditambah. Perang membuat cadangan itu berkurang. Sebab, Polandia banyak menghibahkan persenjataannya ke Ukraina.
Warsawa sudah memesan 250 unit tank MIA2 Abrams dari AS. Saat ingin menambah lagi, AS tidak sanggup. AS juga tidak mampu memenuhi pesanan Polandia atas peluncur roket gerak cepat (HIMARS). Karena itu, Warsawa beralih ke Chunmoo. ”Korea Selatan berada di waktu dan teknologi yang tepat,” kata peneliti senior Kajian Perdagangan Senjata pada Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Siemon Wezeman, kepada Forbes.

Peneliti pada Korea Institute for Industrial Economics and Trade, Jang Won-joon, menyebut, produsen tradisional bukan tidak mampu memenuhi permintaan pasar. Perang Ukraina membuat banyak negara kehabisan cadangan persenjataan. Mereka membutuhkan pembekalan ulang untuk menjaga kemampuan pertahanannya. Karena itu, industri pertahanan di sejumlah negara fokus pada pasar domestik dibandingkan dengan pasar ekspor.
Melonjak
SIPRI mencatat, posisi Korsel di daftar eksportir senjata global melonjak. Dari peringkat ke-31 pada 2000 menjadi peringkat ke-8 pada 2021. Sepanjang 2022, Korsel sudah membukukan pesanan lebih dari 17 miliar dollar AS. Pada 2021, Korsel hanya meraih 7 miliar dollar AS dari berdagang senjata. SIPRI juga memantau nilai ekspor persenjataan Korsel 2016-2021 lebih tinggi 180 persen dibandingkan 2010-2015.
Konsumen Korsel tidak hanya AS dan Polandia. Pada Januari 2022, Uni Emirat Arab memesan artileri pertahanan udara menengah Cheongung II. Abu Dhabi mengikat kontrak 3,5 miliar dollar AS untuk kontrak itu. Hanhwa menyebut Cheongung bisa mencegat pesawat dan rudal dalam jarak hingga 40 kilometer (km) dan di ketinggian 20 km. Adapun meriam K9 dipakai Norwegia, Polandia, Finlandia, Australia, Mesir, Estonia, India, dan Turki.
Baca Juga: Model Korea untuk Ukraina
Jet tempur KF-21, yang dikembangkan bersama Indonesia, menurut rencana akan dipasarkan ke sejumlah negara Asia. Indonesia tentu saja berencana ikut mengoperasikan pesawat itu. Adapun untuk FA-50, Presiden KAI Ahn Hyun-ho berambisi menjual 1.000 unit sampai 2032. Sasaran ekspornya termasuk AS dan sekutunya.
Jang Won-joon menyebut, Pemerintah Korsel bersemangat meningkatkan penjualan dan memperluas basis konsumen industri persenjataannya. Berdasarkan laporan SIPRI dan bank ekspor impor Korsel, ekspor persenjataan termasuk komoditas yang meningkat saat komoditas lain menurun.
Konsumen persenjataan Korsel amat variatif. Kini, Indonesia dan Filipina masih menjadi konsumen utama ekspor persenjataan Korsel. Jang menaksir, nilai kontrak seluruh ekspor persenjataan Korsel bisa mencapai 25 miliar dollar AS. Potensi itu antara lain 11,5 miliar dollar AS dari penjualan kendaraan infanteri ke Australia. Norwegia juga sedang menimbang untuk membeli K2 atau Leopard 2.
Sejak lama
Seperti disebut Yang Wook, produksi senjata Korsel bisa stabil dan cepat karena sudah lama dalam kondisi itu. Industri persenjataan Korsel memang dikembangkan selama puluhan tahun.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F20%2Faa94a5bc-fb7b-4133-a699-4505f9d92f9c_jpg.jpg)
Prajurit TNI Angkatan Darat membersihkan Tank Leopard yang baru saja digunakan dalam simulasi penyerangan TNI Angkatan Darat dan Singapores Armed Force (SAF/Angkatan Darat Singapura) dalam latihan bersama bertajuk Safkar Indopura 2018, di Situbondo, Jawa Timur, Senin (19/11/2018).
Peneliti Canon Institute for Global Studies, Kotaro Ito, menyebut perkembangan selepas Perang Dunia II amat berpengaruh pada pengembangan industri pertahanan Korsel. ”AS tidak memberikan senjata kuat kepada Korsel sehingga pasukan Korea Utara bisa menyerbu selama perang Korea. Bahkan, setelah (gencatan senjata Perang Korea 1953) itu, AS tetap tidak mau memberikan senjata yang kuat. Padahal, Seoul cemas pada perkembangan di Semenanjung Korea,” ujarnya kepada Nikkei Asia.
Seoul semakin cemas kala AS menarik pasukan dari Vietnam. Karena itu, mantan Presiden Korsel Park Chung-hee memberikan aneka fasilitas kepada pengusaha Korsel untuk mengembangkan industri pertahanan. Selain pinjaman murah dan pembebasan pajak, ada kebijakan pengembangan industri yang menunjang kebutuhan sipil sekaligus militer.
Setelah senapan, Seoul bisa membuat rudal. Pada dekade 1980-an, Korsel mulai membuat tank dan kapal perang. Mulai abad ke-21, produk pertahanan Korsel diekspor. ”Dalam 10 atau 15 tahun terakhir, Korsel bisa menyaingi teknologi yang ditawarkan produsen lain,” kata Wezeman.
Baca Juga: Banyak Pihak ”Panen” dari Perang Ukraina
Untuk sebagian negara, tawaran Korsel menarik. Selain teknologinya tidak kalah jauh, Korsel setuju alih teknologi dan produksi bersama menjadi paket dalam penjualan senjata. Indonesia dan Polandia memanfaatkan itu. Layanan purnajualnya juga bagus dan Korsel punya skema pembiayaan yang menarik sejumlah negara. Faktor penting lain, Korsel tidak mengaitkan syarat politik dalam penjualan senjata. Sejumlah negara lain punya aneka syarat dan pembatasan penggunaan.
Namun, Wezeman mengingatkan bahwa Korsel semata menjual senjata. Korsel tidak akan mengirimkan bantuan jika konsumen industri pertahanannya diserang negara lain. ”Jika membeli (senjata) dari AS, bantuan bisa datang,” ujarnya. (AFP/REUTERS)