Raja memanggil seluruh tokoh utama politik Malaysia. Anjuran Raja agar ada koalisi ditolak Perikatan Nasional.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
KUALA LUMPUR, SELASA — Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI memanggil semua anggota parlemen dari Barisan Nasional. Sebelumnya, Raja mengundang dua pemimpin koalisi utama, yakni Anwar Ibrahim yang memimpin Pakatan Harapan dan Muhyiddin Yassin yang memimpin Perikatan Nasional. Keduanya meraih kursi terbanyak dalam pemilu parlemen, tetapi tidak bisa mencapai mayoritas sehingga terjadi kebuntuan dalam pembentukan pemerintahan baru.
Semua 30 anggota parlemen dari Barisan Nasional (BN) harus datang ke Istana pada Rabu (23/11/2022) pagi. ”Proses ini bagian dari upaya Baginda memutuskan siapa (calon perdana menteri) yang mendapat dukungan mayoritas,” demikian disampaikan Kepala Rumah Tangga Istana Negara Malaysia Ahmad Fadli Shamsuddin lewat pernyataan tertulis yang diedarkan pada Selasa (22/11/2022) di Kuala Lumpur.
Konstitusi Malaysia memberi Raja hak menunjuk salah satu anggota parlemen menjadi perdana menteri (PM). Konstitusi juga mensyaratkan calon PM disokong sekurangnya separuh dari seluruh anggota parlemen. Syarat minimal dukungan untuk calon PM sebanyak 111 orang dari 222 kursi parlemen Malaysia. Walakin, pemilihan salah satu anggota parlemen ditunda karena meninggal beberapa hari sebelum waktu pemungutan suara pada 19 November 2022.
Sekretaris Jenderal BN Zambry Abdul Kadil mengatakan, BN telah menyampaikan sikap kepada Raja. Majelis Tertinggi BN siap berunding dengan partai mana pun untuk membahas pembentukan pemerintahan baru. Sampai Selasa, Majelis Tertinggi BN belum memutuskan dukungan kepada siapa pun untuk menjadi PM Malaysia.
Selain Anwar dan Muhyiddin, Raja juga mengundang Ketua DPR Azhar Harun dan Jaksa Agung Idrus Harun ke Istana. Anwar dan Muhyiddin dipanggil selepas tenggat pembentukan pemerintahan kembali terlewat. Awalnya, Raja memberi partai waktu sampai Senin siang untuk membentuk pemerintahan. Mendekati tenggat dan belum ada tanda pemerintahan terbentuk, Raja memperpanjang batas waktu sampai Selasa siang. Sayangnya, tenggat kembali terlewat dan pemerintah belum terbentuk.
Hingga Selasa siang, belum ada satu anggota parlemen pun yang bisa mengumpulkan dukungan dari 111 koleganya di parlemen. Karena itu, Raja belum bisa menunjuk salah satu dari 221 anggota parlemen Malaysia menjadi PM. Keputusan itu dipertahankan selepas Raja memanggil Anwar dan Muhyiddin. ”Sekarang (posisi PM) masih kosong,” kata Anwar seusai pertemuan.
Dengan keputusan itu, politisi BN, Ismail Sabri Yaakob, tetap menjadi PM sementara. Status itu disandang Ismail sejak parlemen dibubarkan pada 10 Oktober 2022.Anwar menyatakan akan terus menggalang dukungan. Ia optimistis bisa meraih sokongan sesuai syarat yang ditetapkan parlemen.
Kerja sama
Dalam pertemuan, menurut Anwar, ia dan Muhyiddin diminta Raja bekerja sama membentuk pemerintahan. Raja meminta membentuk pemerintahan inklusif dan melibatkan semua golongan. Raja juga meminta pemerintahan baru disokong koalisi yang kuat.
Muhyiddin membenarkan Raja menganjurkan ia bekerja sama dengan Anwar. Namun, ia menolak anjuran itu. ”Kami sudah tegaskan dari awal, kami tidak akan bekerja sama dengan PH. Posisi kami dari dulu sampai sekarang tetap seperti itu,” ujarnya sebagaimana dikutip Bernama, Malay Mail, Berita Harian, dan Free Malaysia Today.
Penolakan Muhyiddin menyebabkan pemerintahan Malaysia semakin sulit dibentuk. Sebelum ini, penyebab sulitnya pembentukan pemerintahan adalah belum adanya anggota parlemen yang disokong sekurangnya 111 koleganya. Muhyiddin yang mengklaim sudah disokong 112 dari 222 anggota parlemen pun tidak ditunjuk Raja menjadi PM.
Dari 221 kursi parlemen yang sudah dipastikan, PH mendapat 82 kursi dan PN 73 kursi. PH nyaris mendapat jumlah minimal, 112 kursi, selepas berunding dengan BN di Kuala Lumpur pada Senin pagi. Sayangnya, sejumlah tokoh BN menolak berkoalisi dengan PH. Mereka, termasuk Ismail Sabri, mengaku siap dipecat demi mempertahankan penolakan bekerja sama dengan PH.
Bahkan, selepas pertemuan darurat BN, koalisi pemilik 30 dari 221 kursi parlemen itu mengumumkan untuk menjadi oposisi. Meski demikian, BN tetap membuka peluang berunding dengan partai mana pun untuk membentuk pemerintahan. Sikap BN menyulitkan PN dan PH sekaligus.
Posisi PN semakin terjepit selepas Gabungan Partai Sarawak (GPS) mengembalikan hak penunjukan PM kepada Raja. Ketua GPS Abdul Rahman Zohari Openg mengumumkan sikap terbaru koalisi pemilik 23 dari 222 kursi parlemen itu pada Selasa pagi. Pengumuman disampaikan setelah BN menyanggah sokongan bagi PN. Sebelumnya, Zohari mengklaim Muhyiddin dicalonkan koalisi PN, BN, GPS, dan Gabungan Rakyat Sarawak (GRS). Berdasarkan klaim Zohari, koalisi itu punya 132 kursi di parlemen.
Oposisi
Bendahara Umum BN Hishammudin Hussein mengatakan, lebih terhormat dan bangga menjadi oposisi dibandingkan bekerja sama dengan PH. Dengan menjadi oposisi, BN berkesempatan membangun ulang citranya yang berantakan sehingga kalah di pemilu 2018-2022.
Pengamat politik Malaysia Mujibu Abdul Muis mengatakan, masyarakat perlu melihat BN bekerja dalam posisi lain. Sejak Malaysia merdeka sampai 2018, warga hanya tahu BN sebagai penguasa dan tersandung berbagai skandal.
Dengan menjadi oposisi, pemimpin dan kader BN akan bekerja lebih keras membangun kembali citra partai. BN bisa memanfaatkan pengalaman selama berkuasa untuk menjadi pengontrol yang baik bagi Pemerintah Malaysia ke depan. ”Sebaiknya memang saat ini BN tidak menjadi bagian koalisi pemerintahan,” katanya.
Salah satu faktor kekalahan terburuk BN adalah karena koalisi itu melepaskan kesempatan menjadi oposisi setelah pemilu 2018. BN hanya menjadi oposisi pada Mei 2018-Februari 2020. Setelah itu, BN berkoalisi dengan PN untuk menggulingkan Mahathir Mohammad dari kursi PM. ”Di pemilu 2022, sudah jelas warga tidak mau BN jadi bagian pemerintahan. Ikuti kehendak yang dinyatakan amat jelas itu,” kata Mujibu.
Selama menjadi oposisi, menurut Mujibu, tugas pokok BN adalah mencari tahu mengapa mereka tidak lagi menjadi pilihan utama. Sejak pemilu Malaysia digelar, pemilu 2022 menjadi momentum kekalahan terburuk BN. Bahkan, perolehan pada 2022 lebih rendah 19 kursi dibandingkan dengan perolehan pada 2018.