"Ancaman terhadap keamanan pangan adalah ancaman pada kehidupan masyarakat. Untuk mengatasi ancaman tersebut harus ada keamanan global dan kemitraan internasional," kata Prabowo Subianto
Oleh
Ninuk M Pambudy
·4 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS - Solusi untuk krisis pangan adalah bekerja sama secara internasional dan membangun sistem pangan bersama. Negara-negara anggota G20 perlu mengambil peran untuk mengatasi krisis jangka pendek dan jangka menengah agar tidak berkepanjangan.
Forum Keamanan Pangan Global sebagai bagian dari penyelenggaraan G20 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Minggu (13/11/2022) menyepakati bahwa dunia belum pernah mengalami ancaman krisis pangan seperti saat ini. Krisis disebabkan beberapa persoalan sekaligus sehingga penyelesaiannya tidak mudah dan harus dilakukan bersamaan.
Krisis pangan saat ini dimulai dari pandemi Covid-19 yang terjadi bersamaan dengan hadirnya dampak perubahan iklim. Konflik geopolitik di Ukraina juga menyebabkan harga energi tinggi sehingga memengaruhi harga pupuk buatan dan biaya logistik pangan.
Sistem keuangan global yang didominasi Amerika Serikat menyebabkan nilai tukar mata uang banyak negara merosot ketika Bank Sentral AS menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Biaya impor pangan sejumlah negara menjadi mahal.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat berbicara dalam forum menyebut, ancaman terhadap keamanan pangan adalah ancaman pada kehidupan masyarakat. Untuk mengatasi ancaman tersebut harus ada keamanan global dan kemitraan internasional.
Keamanan pangan bergantung pada ketersediaan air dan energi. Ketiga unsur ini saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan siklus dan merupakan tantangan terpenting untuk mengatasi ancaman keamanan pangan.
Selain perubahan iklim dan konflik geopolitik, dunia juga menghadapi ledakan jumlah penduduk. Populasi dunia saat ini menuju 8 miliar juta orang. Penduduk Indonesia tiap tahun bertambah dengan lima juta orang tiap tahun yang berarti membutuhkan tambahan pangan selain kebutuhan dasar lain.
Utusan khusus Amerika Serikat untuk Keamanan Pangan Global, Cary Fowler, melihat kompleksitas penyebab krisi pangan saat ini menyebabkan solusi krisis harus berlapis dan penyelesaiannya harus bersamaan.
Fowler menyebutkan, penyelesaian harus menyasar jangka pendek tetapi juga jangka menengah dan panjang agar krisis tidak berkepanjangan. Dia mengingatkan, dengan sejumlah penyebab krisis keamanan pangan maka dunia harus bersiap krisis tidak akan selesai dalam waktu singkat. Dunia harus bersiap tahun 2023 krisis masih akan ada.
Fowley melihat G20 berperan penting dan anggotanya harus berkolaborsai untuk membangun sistem pangan bersama-sama. Sementara Prabowo yang berbicara dalam waktu berbeda, menekankan bekerja sama adalah cara untuk memastikan keamanan pangan. Dia mengingatkan dunia sudah brekomitmen untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 2, yaitu tidak ada orang mengalami kelaparan pada tahun 2030. Karena itu ketersediaan dan akses atas pangan menjadi tantangan.
Posisi Indonesia
Forum Keamanan Pangan Global diselenggarakan bersama oleh Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi (Kemenko Marinves), Kementerian Pertanian, Atlantic Council dan Gaurav & Sharon Srivatava Family Foundation bertujuan mencari solusi konkret mengatasi ancaman pada keamanan pangan.
Menko Marinves Luhut B Panjaitan yang berbicara melalui rekaman video menyebut, tantangan bagi pertanian Indonesia saat ini adalah membangun infrastruktur pertanian, membuat orang muda tetap tertarik bertani, pasokan pupuk yang terganggu sehingga harganya mahal, dan biaya teknologi maju yang masih mahal bagi petani.
Pemerintah memfasilitasi penyediaan infrastruktur pertanian dan menghubungkan petani dengan dunia usaha, termasuk badan usaha milik pemerintah, sebagai pembeli produksi pertanian.
Sementara Menteri Pertanian Yasin Limpo dalam sesi diskusi yang dipandu CEO Wesley K Clark & Associates Jenderal (Purn)Wesley C Clark mengatakan banyak yang dapat dilakukan oleh sektor keuangan global untuk membantu meningkatkan produksi pangan Indonesia. Indonesia negara kepulauan yang masih memiliki potensi laut dan lahan di ratusan pulau. Pertanian Indonesia membutuhkan alat pertanian untuk produksi dan pengolahan hasil pertanian yang semuanya memerlukan modal.
Sumbangan Indonesia
Dalam konteks G20 dan posisi Indonesia dalam membantu secara nyata mengatasi krisis keamanan pangan, Prabowo Subianto mengatakan, Indonesia sudah menyumbang bagi keamanan pangan dunia dengan berhasil berswasembada beras sebesar 33 juta ton per tahun dan mengekspor minyak sawit sebanyak 42 juta ton per tahun. Indonesia juga mengembangkan bahan bakar nabati yang ikut menurunkan emisi karbon.
Dengan membangun ketahanan pangan dalam negeri. Indonesia dapat menjadi lumbung pangan dunia dan mengekspor hasilnya melalui produksi singkong dalam bentuk mocaf dan produksi hasil budidaya perikanan laut.
Meski demikian, tantangan ada di tingkat akses individu pada pangan. Meskipun dalam ketahanan pangan nilai Indonesia sudah baik, tetapi menurut Head of Communication, Public Affairs, Science and Sustainability Bayer Indonesia Laksmi Pravita, perlu perbaikan pada ketersediaan pangan karena terjadi disrupsi pasokan global.
Petani memerlukan akses pada teknologi terbaru hasil penelitian dan pengembangan pertanian di lembaga pemerintah. Akses dan pelatihan harus segera diberikan agar petani mendapat manfaat maksimum. Tantangan terbesar adalah memasukkan petani ke dalam bisnis rantai pasok karena ini membutuhkan wirausaha di bidang pertanian.