Krisis pangan saat ini disebabkan gangguan produksi dan distribusi. Forum Global Food Security atau GFS merekomendasikan agar keamanan pangan global menjadi pernyataan bersama para pemimpin G20 .
Oleh
Ninuk M Pambudy
·4 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS - Iklim, distribusi, dan konflik memengaruhi ketahanan pangan global. Pertemuan G20 di Bali diharapkan dapat melahirkan solusi konkret. Forum Global Food Security atau GFS sebagai bagian dari acara G20 di Nusa Dua, Sabtu (12/11/2022), merekomendasikan agar keamanan pangan global menjadi pernyataan bersama para pemimpin G20 serta menghasilkan solusi konkret memperkuat ketahanan dan keamanan pangan global.
Isu yang mengemuka adalah pembiayaan untuk membangun cadangan pangan global dan lokal serta membangun kerja sama di antara negara-negara untuk menghapus hambatan perdagangan yang berhubungan dengan pangan, bantuan teknologi untuk meningkatkan produksi, serta mengurangi kehilangan saat panen, pengolahan, dan distribusi pangan.
Krisis pangan saat ini disebabkan gangguan produksi dan distribusi. Gangguan produksi disebabkan perang di Ukraina akibat serangan Rusia. Perang di Ukraina menjadi pengingat mengenai ketergantungan dunia pada gandum dan energi dari Ukraina dan Rusia. Kedua negara itu memproduksi 30 persen produksi gandum dunia. Rusia juga menjadi pemasok pupuk kalium dunia. Pupuk ini dibutuhkan untuk menghasilkan biji pada tanaman pangan dan buah.
Perang Ukraina juga menyebabkan naiknya harga energi yang memengaruhi produksi pupuk buatan, seperti urea, dan biaya distribusi pangan. Sekitar 30 persen produksi gas dan minyak digunakan untuk produksi dan distribusi pangan global.
Peserta lokakarya GFS berasal dari kalangan pemerintah, organisasi multilateral, akademisi, dan dunia usaha dari sejumlah negara. Mereka membahas isu keamanan pangan global. Lokakarya diselenggarakan Atlantic Council dan Gaurav & Sharon Srivastava bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian Pertahanan. Lokakarya itu berlangsung hingga Minggu (13/11).
Presiden Masyarakat Amerika Serikat-Indonesia David Merril mengusulkan agar G20 yang dihadiri para menteri keuangan dapat mengambil peran untuk mengadakan pembiayaan membangun cadangan pangan global dan lokal.
Lembaga internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Organisasi Perdagangan Dunia, serta Organisasi Pangan dan Pertanian, harus berbuat lebih banyak untuk membangun ketahanan pangan bersama organisasi masyarakat nonpemerintah.
Kepemimpinan Indonesia
Pertanyaan juga mengemuka apakah negara-negara Barat memiliki kewajiban moral untuk memastikan pangan dan energi dapat sampai ke negara-negara yang membutuhkan, terutama Afrika. Meskipun keputusan sulit bagi negara-negara Barat, negara-negara G20 memiliki kewajiban moral untuk mencegah kelaparan di negara miskin, terutama di Afrika, dan harus ada penyelesaian untuk persoalan ini.
Indonesia dapat mengambil kepemimpinan dalam membangun cadangan pangan global di antara negara-negara anggota G20 karena Indonesia menganut politik luar negeri bebas dan aktif. Jika komunike bersama sulit dicapai karena memerlukan kesepakatan dari semua anggota, Indonesia sebagai pemegang kepresidenan G20 dapat mengeluarkan pernyataan untuk penyelesaian konkret menangani keamanan pangan global.
Indonesia juga diharapkan dapat mengambil kepemimpinan dalam dialog keamanan pangan dan produksi pertanian melalui penyediaan pendanaan, inovasi, dan teknologi di antara negara-negara G20.
Gaurav Shrivatama dan Michael Vatikiotis sebagai moderator sesi dua lokakarya mengingatkan ketersediaan dan akses atas pangan penting dalam kestabilan politik suatu negara. Vatikiotis menyebut, kekurangan pupuk akibat gangguan pasokan karena perang Ukraina diperkirakan akan menurunkan 60 juta ton produksi pangan utama.
Kerja sama internasional
Kerja sama internasional tidak terelakkan menjadi keharusan untuk mengatasi krisis pangan yang menyebabkan penduduk di sejumlah negara Afrika di bagian utara dan timur terancam kelaparan.
Sistem keuangan global yang saling terhubung membuat keadaan saat ini tidak mudah. Kenaikan suku bunga oleh bank sentral di negara maju memengaruhi nilai tukar banyak negara. Situasi ini membuat negara berkembang dan negara miskin harus membayar lebih mahal pangan yang diimpor.
Di sisi lain negara-negara Afrika mengalami masalah saat akan membayar impor pangan dari Rusia karena lembaga keuangan menghadapi ancaman sanksi dari negara-negara Barat. Situasi seperti ini memperburuk keadaan penduduk negara-negara yang pangannya tergantung pada impor gandum dari Rusia.
Oleh karena itu, kerja sama internasional menjadi penting dengan berbasis pada kewajiban moral untuk menyediakan pangan bagi penduduk dunia. Pendiri Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo, mengingatkan pentingnya tersedianya sistem keuangan global yang memfasilitasi produksi pertanian dan cadangan pangan global.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono menyebutkan, forum Agriculture Working Group sudah menyepakati untuk mendorong transparansi dan sikap nondiskriminatif terhadap pasokan pangan serta menghilangkan hambatan ekspor. Selain itu, ada pula kesepakatan mendorong inovasi teknologi dan kewirausahaan pertanian, terutama untuk generasi muda, dengan mengenalkan teknologi digital dalam pertanian.
Forum GFS menutup pertemuan dengan kesepakatan yang menyebutkan harus ada program nyata dan segera mengatasi krisis pangan saat ini serta program jangka pendek yang nyata. Bukan hanya mengenai sistem pembiayaan yang memungkinkan perdagangan pangan dan pupuk tanpa hambatan antarnegara, melainkan juga inovasi teknologi, pemberdayaan UKM pertanian, dan diversifi-kasi pangan serta membangun lumbung pangan regional dan lokal.