Meskipun kini menguasai DPR Amerika Serikat dan Senat, posisi Demokrat tidak serta-merta aman dalam pemilihan. Isu yang diangkat Demokrat tidak sejalan dengan isu-isu utama yang dicemaskan warga AS.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Seluruh kursi DPR, sebagian kursi senat dan gubernur, serta sejumlah referendum akan diputuskan dalam pemilihan di Amerika Serikat pada Selasa (8/11/2022). Sejauh ini, hasil jajak pendapat dan materi kampanye Demokrat cenderung bertolak belakang. Sementara itu, kampanye Republikan fokus pada isu utama yang dicemaskan warga.
Para pemilih AS akan memutuskan siapa yang mengisi 435 kursi di DPR, 35 dari 100 kursi senat, dan 39 gubernur negara bagian dan wilayah AS. Hasil pemilihan pekan ini akan menentukan komposisi Kongres pada 2023-2025.
Keterlibatan presiden aktif dan tiga mantan presiden dalam rangkaian kampanye menunjukkan persaingan amat keras menuju pemilu sela 2022. Selain Joe Biden, Demokrat mengerahkan Bill Clinton dan Barack Obama di sejumlah kampanye. Republikan tentu saja melibatkan Donald Trump. Amat jarang para mantan presiden AS turun gunung seperti sekarang.
”Biasanya, pemilu sela menjadi semacam referendum atas kinerja presiden yang menjabat. Jadi, sangat mengejutkan melihat Clinton berkampanye di New York, tempat mantan Menteri Luar Negeri (Hillary Clinton) terpilih sebagai senator dengan mayoritas besar,” kata peneliti kajian pemilu di University of Virginia Miles Coleman.
Kinerja Biden
Pemilu digelar di tengah kekecewaan pemilih atas kinerja pemerintahan Biden. Praktis menguasai eksekutif dan legislatif AS, Demokrat dianggap tidak becus mengendalikan perekonomian dan buruk dalam praktik politik luar negeri.
CNN menyebut pemilu 2022 akan berbeda dari pemilu 2020. Kini, angka-angka terkait peluang Biden dan Demokrat amat buruk. Pemilih mencemaskan inflasi dan potensi resesi. Tingkat kejahatan naik.
Tingkat penerimaan atas kinerja Biden di aras 41 persen. Dalam jajak pendapat Gallup pada awal November 2022, tujuh dari 10 responden mencemaskan masalah kejahatan. Sementara dalam jajak pendapat CNN yang disiarkan pekan lalu, 51 persen responden menyebut ekonomi sebagai isu utama. Hanya 15 persen responden menjadikan isu aborsi sebagai pertimbangan dalam memilih calon di pemilu.
Meski demikian, Demokrat malah membelanjakan jutaan dollar AS untuk iklan televisi yang menekankan pentingnya hak atas aborsi. Hak itu dicabut di sejumlah negara bagian. Republikan menjadi penyokong isu itu.
Isu lain yang dikampanyekan dengan gencar oleh Republikan adalah inflasi, pajak, dan kejahatan. Tema kampanye Republikan sesuai dengan isu utama dalam jajak pendapat sejumlah lembaga. Dengan tingkat inflasi tertinggi dalam 40 tahun dan lonjakan harga energi, wajar pemilih cemas dengan isu itu.
Di luar negeri, pemerintahan Biden dianggap tidak becus soal penarikan pasukan dari Afghanistan dan kini menghabiskan miliaran dollar AS untuk perang di Ukraina.
Biden juga dianggap dipermalukan Timur Tengah setelah Arab Saudi menolak menaikkan pasokan minyak. Padahal, Biden sudah menjilat ludah karena bertandang ke Jeddah dan bertemu Pangeran Mohammed bin Salman. Selama kampanye 2020, Biden berulang kali menyebut Putra Mahkota Arab Saudi itu harus dikucilkan karena diduga terlibat pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi.
Peluang
Berdasarkan jajak pendapat pula, dibuat taksiran hasil pemilu. Penaksir antara lain Thirtyfortyeight, lembaga yang khusus menganalisis pemilu di AS. Gallup, sejumlah perguruan tinggi, dan sejumlah media massa di AS juga membuat taksiran berdasarkan perkembangan di lapangan.
Dari 36 gubernur negara bagian yang akan dipilih, Republikan diprediksi berpeluang menang di 18 negara bagian. Adapun pemilihan gubernur di lima negara bagian sulit diduga akan dimenangkan Demokrat atau Republikan. Sementara Demokrat diprediksi berpeluang menang di 13 negara bagian. Demokrat juga berpeluang memenangi pemilihan gubernur di Guam dan Kepulauan Virgin AS. Di Kepulauan Mariana Utara, Republikan lebih berpeluang.
Di Kongres, Demokrat hanya berpeluang meraih paling banyak 218 dari 435 kursi DPR AS. Adapun Republikan berpeluang meraih hingga 225 kursi. Dengan kata lain, Demokrat hanya akan menjadi mayoritas tipis jika prediksi terwujud. Sebaliknya, Republikan bisa menjadi mayoritas kuat di DPR.
Di sejumlah daerah pemilihan, peluang kemenangan salah satu pihak terhadap pihak lain amat tipis. Karena itu, ada daerah pemilihan yang sulit ditentukan akan dimenangi Demokrat atau Republikan.
Adapun di Senat, komposisi diprediksi berubah dari 50 : 50 menjadi 45 : 55 untuk Republikan. Dengan kata lain, Republikan menjadi mayoritas di Senat.
Apabila perolehan kursi DPR seperti diprediksi sejumlah pihak, Republikan praktis merebut kembali Kongres AS. Selama 2 tahun terakhir, Demokrat menjadi mayoritas tipis dengan 220 kursi di DPR dan 50 kursi di Senat.
”Saya tidak percaya kita dalam masalah. Saya merasakan peluang kita baik. Saya pikir kami akan tetap menguasai Senat dan malah menambah kursi, dan saya pikir kami berpeluang memenangi DPR. Saya merasa optimistis,” kata Biden dalam kampanye di Chicago.
Demokrat perlu tetap mempertahankan penguasaan Kongres jika mau agenda-agenda Biden lancar. Biden antara lain membutuhkan persetujuan Kongres untuk menaikkan pagu utang maksimal Pemerintah AS. Pagu yang ditetapkan tahun lalu sudah hampir habis.
Jika pagu tidak naik, pemerintah tidak bisa menambah utang. Padahal, tanpa utang baru, sulit bagi Pemerintah AS menyicil utang lama. Kegagalan menyicil utang lama bisa membuat AS dianggap gagal bayar. Status gagal bayar amat buruk bagi penerbit surat utang mana pun.
Bagi Trump, menurut FoxNews, pemilu pekan ini adalah bahan pertimbangan untuk pemilu 2024. Jika Republikan menang, Trump diduga kuat akan mengumumkan pencalonan ulang dirinya di pemilu 2024.