Rencana AS Menghukum OPEC+ Dipastikan Gagal
Posisi OPEC sedang sangat kuat. OPEC adalah kelompok yang bisa menaikkan produksi minyak sekaligus menurunkannya.
Amerika Serikat kembali menghidupkan rencana untuk menghukum OPEC+. Untuk itu langkah AS adalah mengupayakan terciptanya undang-undang anti-trust yang akan diterapkan terhadap para anggota OPEC+. Rencana tersebut dihidupkan setelah OPEC+ memutuskan pengurangan produksi minyak 2 juta barel per hari mulai November 2022.
OPEC+, yang di dalamnya termasuk Rusia, mengambil keputusan tersebut dalam pertemuan di Vienna, Austria, Rabu (5/10/2022). OPEC+ akan memproduksi minyak di bawah level 42 juta barel per hari dengan penurunan itu. Gubernur OPEC Iran Amir Hossein Zamaninia mengatakan, keputusan itu bertujuan menaikkan harga minyak.
Baca juga : Makin Dekat Ke Rusia, Arab Saudi Pimpin Pemangkasan Produksi Minyak
Setelah itu muncullah ide AS untuk menghukum OPEC+. Kini di AS sedang digodok kembali undang-undang yang diberi nama The No Oil Producing and Exporting Cartels (NOPEC). Pada 5 Mei 2022, Komite Kehakiman Senat AS (Senate Judiciary Committee) telah menyetujui NOPEC dengan suara 17-4.
Lanjutan pembahasan NOPEC berhenti sementara karena Presiden Joe Biden mencoba cara diplomasi dengan menemui Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman di Jeddah, 15 Juli. Tujuannya meminta OPEC, yang secara de facto dipimpin Arab Saudi, bersedia menaikkan produksi minyak.
Ada misi Biden di balik itu, yakni menurunkan harga minyak demi kepentingan pemilu pertengahan di AS pada November 2022. Tujuan lain adalah menekan pendapatan Rusia dari ekspor migas. Setelah kunjungan Biden, Pemerintah Arab Saudi langsung menekankan bahwa produksi minyak didasarkan pada perkembangan pasar dan lewat diskusi dengan koalisi OPEC+.
”Kami tentu mendengarkan para mitra dan sahabat di seluruh dunia, termasuk negara-negara konsumen minyak,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan (Bloomberg, 18 Juli 2022). ”Namun, pada akhirnya itu semua bergantung pada cara OPEC+ mencermati situasi pasar,” lanjut Pangeran Faisal.
Biden berang
Pada pertemuan di Vienna, OPEC+ terbukti tidak menuruti keinginan Biden. Ia kini menuduh OPEC bersekongkol dengan Rusia di balik rencana penurunan produksi minyak. ”Presiden kecewa dengan keputusan picik OPEC+,” kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.
Senator Chris Murphy, sekutu Biden, juga menyatakan, seharusnya negara-negara sekutu di Teluk berkolaborasi dengan AS ketimbang dengan Rusia dan China. Murphy bahkan mengusulkan agar AS mengevaluasi hubungan dengan Arab Saudi (CNBC, 5 Oktober).
Baca juga: Tambah Tipis Pasokan Minyak, OPEC+ Dianggap ”Cibir” AS-Eropa
Inilah yang mendorong hidupnya kembali NOPEC. Langkah selanjutnya adalah mendapatkan persetujuan Senat dan DPR AS. Belum diketahui berapa lama proses tersebut hingga NOPEC bisa dijadikan sebagai undang-undang. Jika RUU NOPEC digolkan, AS bisa menerapkan undang-undang antimonopoli sekaligus mencabut kedaulatan negara-negara anggota OPEC+.
Dengan NOPEC, AS bisa menghukum perusahaan minyak nasional milik OPEC+. Sebagai contoh, hukum AS akan bisa menuduh korporasi perminyakan dan negara Arab Saudi terlibat kartel bisnis minyak. Hal serupa berlaku untuk OPEC+.
Hambatan besar
Pertanyaannya, bagaimana hukum AS bisa membatalkan kedaulatan negara-negara lain? AS pun bisa mendapatkan tuduhan manipulasi harga minyak dengan rencana pengucuran cadangan strategis minyaknya 165 juta barel per hari pada Mei-November 2022. Langkah ini juga termasuk rekayasa pengaturan harga, yang justru ingin dihindari dengan NOPEC.
Dipastikan juga akan muncul perlawanan dari banyak negara terkait NOPEC. Perlawanan pernah membuat sejumlah negara, termasuk India, China, dan negara-negara berkembang lainnya, menggagalkan putaran pembicaraan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena didikte oleh AS.
NOPEC diperkirakan tidak akan mulus. Secara historis, perjalanan NOPEC selalu terpental. Dua dekade upaya AS mengegolkan NOPEC, yang sempat mengkhawatirkan Arab Saudi, telah menyebabkan Riyadh melobi keras untuk menggagalkannya (Reuters, 5 Oktober 2022).
Baca juga : OPEC+ Tolak Tekanan AS
Pada 2019, Arab Saudi pernah mengancam akan menjual minyaknya dalam denominasi non-dollar AS jika Washington mengegolkan NOPEC. Arab Saudi juga bisa mengancam dengan membeli senjata dari luar AS dan memukul bisnis pertahanan AS yang menggiurkan. Arab Saudi memiliki kekuatan ekonomi berupa pilihan untuk tidak berinvestasi di AS atau Arab Saudi bisa menaikkan harga minyak untuk pasar AS dengan tujuan melemahkan NOPEC.
NOPEC juga mental karena lobi industri perminyakan AS. Lobi American Petroleum Institute (API) berisikan pesan bahwa NOPEC akan turut merugikan industri perminyakan dan gas AS. Mike Sommers, Presiden API, mengatakan, NOPEC akan menciptakan ketidakstabilan dan hambatan pada perdagangan internasional.
NOPEC, jika digolkan, bakal memukul balik AS secara moral. Sejumlah negara lain akan bereaksi pada aksi AS yang selama ini menghambat impor produk-produk pertanian guna melindungi sektor pertanian AS.
”Buruk jika ide pembuatan kebijakan muncul saat sedang marah,” kata Mark Finley, peneliti energi dan perminyakan global di Baker Institute (Rice University) serta mantan analis dan manajer di Badan Intelijen Pusat AS (CIA), pada Mei.
NOPEC akan menghadapi tantangan dari Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin sudah berkali-kali menyuarakan perubahan kekuatan geopolitik telah berlangsung. Rusia terbukti bisa membalas sanksi itu dengan mengurangi aliran gas ke Eropa. AS dan sekutunya turut kerepotan akibat sanksi tersebut.
Kini NOPEC menyasar OPEC, beranggotakan 13 negara yang memiliki 44 persen produksi minyak global. Ditambah Rusia dan 9 negara lainnya yang melahirkan OPEC+, bisa dipastikan NOPEC hanya mirip macan kertas. Menghadapi Rusia saja AS tidak bisa, apalagi ditambah dengan aksi menekan OPEC+.
Buruk jika ide pembuatan kebijakan muncul saat sedang marah.
Masalahnya bukan hanya terletak pada keberatan AS tentang kenaikan harga-harga minyak. Dunia sama-sama menderita akibat kenaikan harga minyak. Persoalannya AS kembali bersikap unilateral seperti di masa lalu. Lagi, sulit bagi AS mendapatkan keinginannya sekarang ini apalagi dengan cara unilateral dan menghardik. Andy Lipow, dari Lipow Oil Associates, mengatakan, keputusan OPEC+ memperlihatkan memudarnya pengaruh AS terhadap OPEC.
Independensi OPEC
Keinginan Biden agar harga minyak dunia turun, juga merupakan keinginan dunia. Akan tetapi, mengapa OPEC+ menurunkan produksi? “Ini bukan karena pengaruh Rusia terhadap OPEC,” tulis Nikolay Kozhanov, profesor peneliti di Gulf Studies Center of Qatar University (The Middle East Institute, 22 September 2022). Bukan pula pertanda OPEC tidak mendengar keinginan AS.
Para pejabat OPEC+ mengatakan, penurunan produksi minyak bertujuan menaikkan harga yang sudah turun akibat potensi resesi ekonomi global. ”Keputusan OPEC+ bersifat teknis, bukan politis,” kata Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail al-Mazroui. ”Kami tidak akan memakainya sebagai organisasi politis.”
Keputusan terbaru OPEC+ itu telah mendorong kenaikan harga minyak. Harga minyak jenis Brent naik menjadi 93,37 dollar AS per barel dan jenis West Texas Intermediate naik menjadi 87,76 dollar AS per barel.
Kini independensi OPEC lebih kuat. Tidak biasanya OPEC berani menentang permintaan AS, apa pun situasi yang dihadapi OPEC dan kepentingannya. Selama sekian tahun kepentingan AS sering menjadi yang utama. “OPEC tidak akan memilih tunduk pada para pemimpin Barat,” kata Stephen Innes, analis dari SPI Asset Management.
“Posisi OPEC sedang sangat kuat,” kata pemimpin divisi perdagangan komoditas dari Goldman Sachs, Jeff Currie, pada 3 Oktober 2022 kepada CNBC. Alasannya, OPEC adalah kelompok yang bisa menaikkan produksi sekaligus menurunkannya. “Ini yang membuat OPEC lebih berkuasa dalam 60 tahun terakhir,” kata Currie. “Salah satu alasan di balik itu adalah kita tidak berinvestasi pada energi alternatif. Jadi, OPEC menjadi pemain paling kuat sekarang ini,” lanjut Currie.
Baca juga: Filipina Buka Peluang Impor Minyak dan Pupuk dari Rusia
Tentu keputusan OPEC+ tidak terlepas dari isu politik. Pada pertemuan OPEC+ di Vienna turut hadir Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak. Iran juga merupakan anggota OPEC+. Ada China dan India yang kini menjadi konsumen minyak terbesar dunia. Mereka para penentang hegemoni AS. ”Hal itu tidak mengherankan,” demikian dituliskan The New York Times, edisi 5 Oktober 2022.
Maka, ketika Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais ditanya apakah keputusan OPEC+ tidak ada berdampak merugikan, ia menjawab, ”Semua hal memiliki harga. Keamanan energi juga memiliki harga.” Sangat jarang OPEC+ memberikan pernyataan saklek. Tidak heran jika The New York Times menuliskan bahwa keputusan OPEC+ menunjukkan keterbatasan kekuatan diplomasi Biden. (REUTERS/AP/AFP)