Dunia sedang berpotensi memasuki resesi. Di sisi lain, AS tidak memiliki wibawa mengatasi kemelut ciptaannya.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Di tengah tuntutan Amerika Serikat agar produksi dinaikkan, OPEC+ memutuskan lain. Ini adalah simbol penolakan terhadap tradisi AS yang mendikte.
Penolakan itu sekaligus merupakan jawaban atas strategi internasional yang tidak solid tentang produksi minyak global. AS meminta OPEC+ menaikkan produksi, tetapi mengenakan sanksi pada Rusia dan Iran.
”Presiden AS Joe Biden memberikan pesan jelas bahwa pasokan energi harus bisa memenuhi permintaan untuk mendorong pertumbuhan sekaligus bertujuan menurunkan harga-harga demi kepentingan konsumen dunia,” kata juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, Senin (5/9/2022). OPEC+ malah menurunkan produksi 100.000 barel dari total 43,8 juta barel produksi per hari.
OPEC+ meminta AS mengatasi iklim geopolitik global terkait produksi minyak. Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC menyuarakan perlunya Iran beroperasi penuh dalam produksi minyak. Iran diperkirakan bisa menaikkan produksi satu juta barel per hari jika sanksi ekonomi oleh AS dicabut.
”Sudut politiknya adalah pesan Arab Saudi kepada AS tentang perlunya penghidupan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran,” kata Tamas Varga dari PVM, broker perminyakan. Ketua Komisi Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell tidak yakin hal itu dipenuhi AS.
Di sisi lain, Menteri Keuangan AS Janet Yellen berkampanye agar harga minyak asal Rusia dipatok dengan tujuan penerimaan Rusia dari ekspor migas menurun. Ini dijawab pihak Rusia dengan mengatakan akan menghentikan ekspor minyak ke negara yang melakukan usul AS tersebut.
Di sisi lain, disebutkan bahwa OPEC menurunkan produksi karena Nigeria dan Angola tidak bisa memproduksi minyak secara maksimal karena sempat terganggu Covid-19.
OPEC juga menolak menjadi pihak yang dianggap paling bertanggung jawab soal produksi. Menurut Sekretaris Jenderal OPEC Haitham al-Ghais, banyak negara tak memberi perhatian pada energi nonfosil. ”Jangan salahkan OPEC atas kelangkaan produksi. Salahkanlah para pembuat kebijakan dan parlemen Anda,” kata Al-Ghais, 19 Agustus lalu.
Isu menarik lainnya adalah pernyataan OPEC yang akan terus berkolaborasi dengan Rusia. OPEC menunjukkan kepedulian kepada Rusia ketimbang tekanan AS. OPEC sangat ingin memastikan bahwa Rusia tetap bagian dari OPEC+. ”Kami sangat ingin memperpanjang kesepakatan dengan Rusia dan negara penghasil minyak lainnya,” ujar Al-Ghais.
Apa pun alasan di balik penurunan produksi OPEC+ di tengah harga yang tinggi, konsumen dunia menjadi korban. Harga minyak telah anjlok dari 147 dollar AS per barel pada Maret 2022 menjadi sekitar 98 dollar AS per barel. Secara empiris, kenaikan harga energi menaikkan biaya produksi yang kemudian menjerembapkan ekonomi ke dalam resesi.
Dunia sedang berpotensi memasuki resesi. Di sisi lain, AS tidak memiliki wibawa mengatasi kemelut ciptaannya.