Para Investor Global Mengurangi Investasi pada Obligasi
“Kombinasi tingkat utang yang tinggi dan kenaikan suku bunga telah menurunkan kepercayaan para investor terhadap kemampuan bayar para penerbit obligasi," kata Jacob Sansbury, CEO Pluto Investing.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
LONDON, RABU - Para investor global mengurangi dana-dana investasi pada pasar obligasi. Hal itu terjadi akibat kenaikan suku bunga di sejumlah negara yang mengurangi daya tarik investasi pada obligasi. Pengurangan dana-dana investasi pada obligasi terjadi di semua kawasan. Dana Moneter Internasional memperingatkan penarikan dana-dana investasi tersebut berpotensi mengganggu sistem keuangan global.
Kantor berita Reuters, 5 Oktober, memberitakan dana-dana investasi global di pasar obligasi mengalami penurunan besar selama tiga kuartal pertama 2022. Pengurangan itu merupakan yang terbesar dalam dua dekade terakhir. Penyebabnya adalah rentetan kenaikan suku bunga di banyak negara yang berpotensi mendorong resesi. Hal itu menurunkan kepercayaan investor pada kemampuan bayar para penerbit obligasi.
Menurut data Refinitiv Lipper, dana-dana investasi pada pasar obligasi turun sebesar 175,5 miliar dollar AS selama tiga kuartal pertama 2022, penurunan terbesar sejak 2022. Nilai bersih aset obligasi global juga turun 10,2 persen, penurunan terbesar sejak 1990. Kenaikan suku bunga menurunkan nilai bersih aset obligasi.
Sejumlah pemerintah dan korporasi penerbit obligasi dalam beberapa tahun terakhir gencar memanfaatkan rendahnya suku bunga. Kini para penerbit obligasi tersebut telah ketiban beban bunga lebih besar. “Kombinasi tingkat utang yang tinggi dan kenaikan suku bunga telah menurunkan kepercayaan para investor terhadap kemampuan bayar para penerbit obligasi. Ini sekaligus menjadi penyebab penurunan investasi pada pasar obligasi,” demikian dikatakan Jacob Sansbury, CEO Pluto Investing.
Sanbury menambahkan, pengurangan investasi pada obligasi mungkin akan berlanjut hingga 2023 karena potensi kenaikan suku bunga.
Obligasi terbitan negara-negara berkembang mengalami pelarian investasi sebesar 80 miliar dollar AS selama tiga kuartal pertama. Sisanya terjadi untuk obligasi AS sebesar 65,81 miliar dollar AS dan sebesar 16,44 miliar dollar AS untuk obligasi terkait inflasi.
Pengurangan lanjutan
Penurunan investasi pada obligasi selama tiga kuartal pertama 2022 itu juga dialami hedge funds, pengelola dana investasi global sebesar 4,1 triliun dollar AS. Kantor berita Reuters memberitakan, sepanjang kuartal kedua 2022 saja, telah terjadi pelarian dana dari obligasi global sebesar 32 miliar dollar AS. Pelarian itu khususnya dialami oleh hedge funds. Inflasi dan ketegangan geopolitik menjadi faktor utama pelarian modal tersebut.
Pengurangan sebesar 32 miliar dollar AS tersebut juga terbesar sejak kuartal pertama 2020 akibat pandemi Covid-19. Preqin, pengompilasi data tersebut, mengatakan pengurangan investasi pada pasar obligasi itu juga akan terus berlanjut karena kenaikan suku bunga. Pelarian pada kuartal kedua 2022 itu paling banyak terjadi di Eropa, yakni sebesar 28,4 miliar dollar AS. Total pelarian dana dari pasar obligasi Eropa sudah sebesar 49,2 miliar dollar AS selama semester pertama 2022. Khusus untuk dana-dana obligasi yang dikelola hedge funds, pasar Eropa dianggap tidak lebih menarik ketimbang pasar obligasi di AS dan kawasan Asia Pasifik.
Pada 23 September, Reuters juga memberitakan bahwa hedge funds telah mengurangi investasi pada saham-saham perusahaan energi serta pasar berjangka, berdasarkan data dari Morgan Stanley dan JP Morgan. Penurunan itu terjadi karena harga-harga energi yang sempat turun.
Menaikkan risiko
Harian The Financial Times, 4 Oktober memberitakan, bahwa Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan risiko berupa gejolak pada sektor keuangan akibat penarikan dana-dana investasi tersebut. IMF juga mencatatkan pelarian dana-dana investasi dari pasar obligasi.
IMF mengingatkan, kejutan lain bisa memicu lanjutan pelarian dana-dana investasi. Kekacauan bisa terjadi jika jumlah dana investasi yang ditarik tidak setara dengan total dana dari pihak yang ingin memperpanjang investasi pada obligasi (mismatch). IMF menyebutkan hal itu bisa memberikan kerapuhan besar pada sistem keuangan global.
Menurut IMF, penarikan dana-dana investasi itu turut memberikan risiko pada negara-negara berkembang dan pasar properti, apalagi para investor serentak menarik dana. “Tekanan akibat aksi jual cepat yang dilakukan para investor akan menekan nilai-nilai obligasi. Selanjutnya hal itu akan merapuhkan stabilitas sistem keuangan,” demikian IMF. Dengan kata lain efek domino dari pelarian dana investasi bisa berdampak ke semua negara, termasuk ke negara-negara berkembang.
Inflasi harus ditekan
Sehubungan dengan itu, IMF juga menyatakan gejala inflasi yang terjadi sekarang ini di seluruh dunia merupakan peristiwa langka. Seperti diberitakan Reuters, 5 Oktober, hasil riset terbaru IMF menunjukkan ada kenaikan spiral harga-harga sekarang yang secara historis jarang terjadi. Kenaikan suku bunga oleh sejumlah bank sentral, menurut IMF, mungkin akan bisa mencegah kenaikan spiral harga-harga tersebut sehingga tidak berubah menjadi inflasi yang tak terkendali.
Kenaikan inflasi tersebut, menurut IMF, terjadi karena gangguan pasokan barang secara global dan kelangkaan produksi akibat kekurangan pekerja. Saat pandemi mulai mereda, permintaan global meningkat tetapi tidak diimbangi dengan pasokan barang.
Pandangan IMF tentang kenaikan suku bunga yang bisa mengurangi tekanan inflasi tersebut, menaikkan potensi kenaikan suku bunga. Hal ini bertentangan dengan saran yang mulai bermunculan agar bank sentral di sejumlah dunia tidak terlalu cepat menaikkan suku bunga sebab potensinya amat kuat untuk membawa dunia ke dalam resesi besar.
Angka-angka inflasi di banyak juga tetap tinggi hingga sekarang walau menunjukkan penurunan yang tidak signifikan. Hal itulah yang membuat dunia terancam memasuki resesi, seperti disuarakan terus-menerus oleh ekonom Nouriel Roubini dalam setahun terakhir. Roubini tetap dengan pandangannya bahwa resesi keras secara global akan tetap terjadi.
Roubini bahkan mengatakan bahwa sikap yang menilai inflasi mulai mereda sehingga suku bunga tidak perlu dinaikkan lebih lanjut, hanya menunda masalah jika penundaan kenaikan suku bunga diwujudkan. Penundaan itu hanya semakin mendorong dunia terperosok ke dalam kejatuhan yang lebih parah, lambat atau cepat. (REUTERS/AP/AFP)