Pihak Keluarga Ungkap Penyebab Kematian Mahsa Amini di Tangan Polisi Iran
Pihak keluarga Mahsa Amini membantah pernyataan otoritas Iran tentang penyebab kematian Amini. Mereka menyebut Amini meninggal akibat kerusakan pada kepalanya setelah dipukul benda keras oleh polisi moral di Teheran.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·6 menit baca
SULAIMANIYAH, RABU — Kepala Mahsa Amini, perempuan Kurdi Iran yang tewas di tangan aparat keamanan Iran, dilaporkan dipukuli benda keras berkali-kali oleh polisi moral karena tidak berpakaian sesuai aturan di Iran. Ini yang menjadi penyebab dia koma dan akhirnya meninggal pada 16 September 2022. Kematiannya telah memicu gelombang protes di seluruh Iran. Puluhan orang tewas dalam gelombang unjuk rasa itu.
Penjelasan tersebut disampaikan sepupu Amini, Erfan Salih Mortezaee (34), yang tinggal di wilayah Kurdistan Irak, yang berbatasan dengan Provinsi Kurdistan, tempat asal Amini, di Iran. Mortezaee menyampaikan penjelasan itu setelah berbicara per telepon dengan ibu Amini, seperti dilaporkan kantor berita AFP, Rabu (28/9/2022). Disebutkan, Amini (22) bersama keluarganya berpapasan dengan polisi moral saat mengunjungi Teheran, 13 September 2022.
Ditemui di Sulaimaniyah, wilayah otonomi Kurdistan di Irak utara, Mortezaee mengatakan bahwa sebelum masuk universitas, Amini pergi ke Teheran, ibu kota Iran, bersama orangtua dan seorang saudara laki-lakinya yang berusia 17 tahun untuk mengunjungi kerabat mereka. Pada saat meninggalkan stasiun bawah tanah Haghani, ”Polisi moral menghentikan mereka, menangkap Jhina dan kerabatnya,” kata Mortezaee dengan menyebut nama panggilan Amini.
Menurut Mortezaee, Amini meninggal akibat ”pukulan keras di kepala”. ”Kematian Jhina telah membuka pintu kemarahan rakyat,” kata Mortezaee. Ia menambahkan, saudara laki-laki Amini yang masih remaja itu mencoba meyakinkan polisi bahwa keluarga mereka baru pertama kali datang ke Teheran dan tidak tahu tradisi setempat.
Walau demikian, permohonan saudara Amini itu tidak dihiraukan dan Amini terus dipukuli. ”Aparat polisi mengatakan kepadanya, ’Kami akan membawanya (Amini), menanamkan aturan dalam dirinya dan mengajarinya cara memakai jilbab dan cara berpakaian’,” kata Mortezaee. Padahal, lanjut Mortezaee, ”Amini berpakaian layaknya semua perempuan di Iran, dia mengenakan jilbab.”
”Aparat polisi memukul Jhina di depan saudaranya. Mereka menamparnya, mereka memukul tangan dan kakinya dengan tongkat,” kata Mortezaee. Ia menambahkan bahwa polisi juga menyemprot wajah saudara laki-lakinya dengan semprotan merica. Amini dan kerabatnya dipaksa masuk ke dalam mobil polisi moral dan dibawa ke sebuah stasiun di Jalan Vezarat.
Menurut Mortezaee, selama perjalanan, Amini terus dipukuli. ”Ketika mereka memukul kepalanya dengan tongkat, dia kehilangan kesadaran,” katanya.
”Salah satu petugas berkata, ’Dia sedang berakting’,” kata Mortezaee, mengutip keterangan ibu Amini. Ibu Amini mengatakan, dokter rumah sakit memberi tahu keluarganya bahwa Amini ”mendapat pukulan keras di kepala”.
Versi Pemerintah Iran
Pihak berwenang Iran telah membantah semua laporan terkait kematian Amini. Pihak berwenang mengklaim, Amini meninggal karena gagal jantung, yang dibantah keluarga dan massa pengunjuk rasa di seluruh Iran.
Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi, yang diminta Presiden Ebrahim Raisi menggelar penyelidikan kasus kematian Amini, dikutip kantor berita IRNA, menyatakan, Selasa (27/9/2022), tim telah mengonfirmasi bukti medis yang membuktikan bahwa Amini meninggal karena sebab alamiah. Hasil tersebut sekaligus membantah tudingan bahwa kematian Amini akibat kekerasan polisi moral Iran.
”Hasil observasi, pembicaraan dengan mereka yang berada di lokasi dan menerima laporan dari instansi terkait serta penyelidikan lain menunjukkan almarhumah Amini tak dipukuli,” kata Vahidi kepada IRIB, badan penyiaran pemerintah.
Dalam laporan itu, tidak ada penjelasan apakah tim melakukan penyelidikan ulang secara independen dengan melakukan otopsi atau pemeriksaan forensik lainnya. Pernyataan Vahidi juga dibantah oleh keluarga Amini. Mereka menyatakan Amini tidak memiliki penyakit bawaan seperti yang diklaim sebagai penyebab kematian oleh pemerintah.
”Apa yang terjadi di Kurdistan dan di tempat lain di Iran adalah kemarahan rakyat terhadap rezim Republik Islam Iran, kemarahan terhadap kediktatoran,” kata Mortezaee.
Seruan PBB
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta Iran menghormati hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat secara damai. Pemerintahan Presiden Iran Ebrahim Raisi diingatkan untuk tidak menggunakan ”kekuatan yang tidak proporsional”, yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa, dalam merespons aksi unjuk rasa damai.
Pernyataan Guterres disampaikan oleh juru bicaranya, Stephane Dujarric, seperti dilaporkan kantor berita Agence-France Presse (AFP) pada Rabu ini.
Menurut Dujaric, Guterres dalam pertemuan bilateral dengan Raisi, pekan lalu di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, menekankan perlunya Teheran menghormati HAM, termasuk kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai. ”Kami semakin prihatin dengan laporan meningkatnya korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak, terkait protes,” kata Dujarric.
Dia mengatakan, Guterres ”menyerukan pasukan keamanan untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional dan meminta semua pihak menahan diri sepenuhnya untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.” Selain itu, Guterres juga meminta ”penyelidikan yang cepat, tidak memihak, dan efektif” atas kematian Amini.
Aksi protes atas kematian Amini telah meningkat di seluruh Iran dan di luar Iran. Protes menyebar ke setidaknya di 46 kota, termasuk ibu kota Teheran. Bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan pun tak terhindarkan.
Polisi antihuru-hara memukuli pengunjuk rasa dengan pentungan dalam bentrokan di jalan. Para siswa merobohkan gambar besar pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan mendiang pendahulunya, Ayatollah Ruhollah Khomeini. ”Orang-orang Iran di jalanan, tidak hanya memprotes wajib hijab. Mereka juga memprotes Republik Islam (Iran), yang memberlakukan wajib hijab ini.”
Setiap orang, terutama perempuan, di Iran yang berperilaku tidak sesuai aturan yang diberlakukan pemerintah akan ditahan. Di negara itu, setiap perempuan—apa pun agama dan keyakinannya—diwajibkan menggunakan jilbab atau penutup kepala.
Polisi moral juga melarang wanita mengenakan mantel di atas lutut, celana ketat, pakaian berwarna cerah, atau celana jins robek. Mereka harus memakai pakaian terusan panjang, celana bahan yang longgar, dan mengenakan jilbab yang rapi. Amini ketika ditangkap dilaporkan tidak mengenakan pakaian yang sesuai dengan norma yang berlaku di Iran.
Kelompok HAM Iran (IHR) yang berbasis di Oslo mengatakan, sedikitnya 76 orang tewas dalam demonstrasi tersebut. Sementara kantor berita semi-resmi Iran, Fars, menyebutkan, jumlah korban tewas sekitar 60 orang.
Demo di ”New York Times”
Sementara itu, puluhan pemuda Iran dan Amerika berkumpul di depan gedung harian The New York Times (NYT) di Manhattan untuk berdemonstrasi membela hak-hak perempuan di Iran. Aktivis Forouzan Farahani berlutut di trotoar di depan gedung NYT dan mencukur rambutnya sebagai protes atas kematian Amini. ”Kami di sini untuk memprotes pembunuhan Mahsa Amini di Iran,” katanya.
Selain itu, mereka juga mengecam pemberitaan NYT yang dinilai bias. Warga Iran itu mengatakan kepada AFP bahwa para demonstran juga memprotes liputan NYT yang dinilai bias dengan narasi yang selektif tentang Iran dalam beberapa tahun terakhir. ”Kami juga berpikir mereka tidak memiliki posisi netral, jadi kami pikir ada baiknya datang ke sini dan protes,” kata Farahani.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, berbicara kepada wartawan di Washington, Selasa (27/9/2022), mengatakan bahwa Pemerintah Iran merenggut nyawa Amini. ”Perempuan di Iran memiliki hak untuk memakai apa yang mereka inginkan,” kata Blinken. ”Mereka berhak untuk bebas dari kekerasan.”
Lembaga Amnesty International dalam sebuah pernyataan menyerukan tindakan internasional yang mendesak untuk memastikan pertanggungjawaban atas kematian Amini dalam tahanan. Lembaga tersebut mengatakan, kasus Amini ”harus diselidiki secara independen, tidak memihak dan efektif dan mereka yang dicurigai bertanggung jawab dibawa ke pengadilan dalam pengadilan yang adil.”
Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga menyerukan penyelidikan independen untuk mengatasi ”krisis impunitas yang berlaku di Iran.” Sementara itu, kepala kehakiman Iran, Gholamhosein Mohseni Ejehi, memperingatkan publik dan tokoh terkenal yang secara terbuka mendukung demonstran bahwa mereka harus membayar kerusakan properti publik akibat aksi protes.
”Otoritas Iran seharusnya malu pada diri mereka sendiri karena mengatur tindakan brutal ini,” kata Sherif Mansour, koordinator program CPJ Timur Tengah dan Afrika Utara. ”Mereka telah membuktikan kegagalan mereka untuk memahami bahwa menekan suara-suara yang berbeda hanya akan menambah perbedaan pendapat.” (AFP/AP/REUTERS)