Aparat Iran Tangkap Jurnalis-Aktivis, Termasuk Putri Mantan Presiden Rafsanjani
Otoritas Iran menangkapi jurnalis dan aktivis, termasuk putri mantan Presiden Rafsanjani, yang menyuarakan tuntutan para pengunjuk rasa pasca-kematian Mahsa Amini. Pembungkaman mereka untuk meredam gejolak akar rumput.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
TEHERAN, SELASA – Aparat keamanan Iran memperkeras tindakan untuk meredam demonstrasi pascakematian Mahsa Amini yang telah meluas ke berbagai pelosok. Salah satu upaya mereka di dalam negeri adalah dengan menangkap para jurnalis dan aktivis. Adapun ke luar negeri, Teheran menuding Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa memanfaatkan situasi di Iran untuk menggoyang keutuhan negara dan pemerintahan yang sah.
Amini meninggal saat ditahan aparat pada 16 September 2022. Perempuan asal Saqqez, Provinsi Kurdistan, itu meninggal tiga hari setelah ditangkap polisi moral (Gasht-e Ershad) karena memakai celana panjang ketat dan penutup kepala yang dinilai terlalu longgar. Kematiannya memantik unjuk rasa luas di hampir seantero wilayah Iran.
Menurut data Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di Washington, AS, Senin (26/9/2022), sebanyak 20 jurnalis lokal Iran telah ditahan sejak awal demonstrasi meletus, 17 September 2022. Di antara jurnalis yang ditahan, menurut CPJ, adalah jurnalis foto Yalda Moaiery dan Nilufar Hamedi.
Hamedi adalah reporter laman berita alternatif, IranWire, yang pertama kali mengungkap kondisi Amini setelah dirawat di Rumah Sakit Kasra. Seperti dikutip dari IranWire, dokter yang menangani Amini menyatakan Amini (22), perempuan asal Saqqez, Provinsi Kurdistan, itu mengalami kondisi medis yang disebut “mati otak (brain dead)” atau tidak berfungsinya otak ketika tiba di rumah sakit. Amini juga disebut dalam kondisi koma sebelum dinyatakan meninggal, 16 September 2022.
Hamedi dan Moaiery dikabarkan ditahan di sebuah penjara khusus perempuan Qarchack, di luar kota Teheran. Suami Hamedi mencuit melalui akun Twitter bahwa istrinya berada dalam sel isolasi. Hingga kini dia tak mengetahui tuduhan yang diarahkan kepadanya.
Tak hanya jurnalis, aparat keamanan juga menangkap sejumlah aktivis dan kuasa hukumnya. Aktivis kebebasan berbicara, Hossein Ronaghi, sempat menghindari penangkapan sebelum akhirnya ditahan saat hendak bertemu dengan jaksa di penjara Evin, Teheran, Sabtu lalu. Ronadhi, pengacara yang mendampinginya hendak bertemu jaksa, juga ditangkap.
Informasi penangkapan Ronaghi dan pengacaranya disampaikan oleh seorang pengacara lain, Saeid Dehghan di Twitter. "Ini berarti membela pengunjuk rasa dilarang!” cuitnya.
Putri Rafsanjani ditangkap
Upaya membungkam orang- orang yang memiliki pendapat berbeda juga terus dilakukan aparat keamanan Iran. Rumah aktivis dan perempuan penulis di Iran, Golrokh Iraee, digerebek aparat, Senin (26/9/ 2022). Aparat juga menangkap aktivis HAM Maryam Karimbeigi.
“Putri saya, Maryam Karimbeigi, ditangkap di rumahnya oleh polisi keamanan pada pukul 6 hari ini (Senin) atas perintah Kantor Kejaksaan Keamanan Teheran,” tulis Shahnaz Akmali, ibu Maryam Karimbeigi, melalui akun Twitter.
Media pemerintah juga melaporkan adanya penangkapan aktivis hak-hak perempuan, Faezeh Hashemi Rafsanjani. Ia adalah putri mantan Presiden Iran dan salah satu pendiri Republik Islam Iran Hashemi Rafsanjani. Ia dituduh "menghasut kerusuhan" di Teheran.
Sasaran penangkapan tak hanya aktivis dan jurnalis, tetapi juga menyasar atlet dan tokoh lain yang mendukung demonstrasi. Kelompok garis keras Iran menyerukan penangkapan Ali Karimi, mantan bintang sepak bola Iran yang kini menjadi pelatih. Ia kini berada di Dubai, Uni Emirat Arab.
Karimi termasuk pendukung unjuk rasa yang memprotes kematian Amini. Rumah Karimi di Iran dilaporkan telah dibuka segelnya oleh pihak berwenang beberapa jam setelah sempat ditutup otoritas kehakiman.
"Dengan menarget wartawan di tengah banyak kekerasan setelah membatasi akses ke WhatsApp dan Instagram, pihak berwenang Iran mengirimkan pesan yang jelas bahwa tak boleh ada liputan unjuk rasa," kata Reporters Without Borders dalam sebuah pernyataan.
Bentrok
Penangkapan para aktivis dan jurnalis tidak membuat demonstrasi berhenti. Polisi antihuruhara dan pasukan keamanan Iran dilaporkan bentrok dengan para pengunjuk rasa di puluhan kota, seperti Teheran, Tabriz, Karaj, Yazd, dan banyak kota lainnya di Iran.
Berbagai unggahan di platform media sosial menyerukan agar warga mogok nasional. Beberapa dosen di universitas dilaporkan mengundurkan diri sebagai protes atas kematian Amini, menurut pernyataan yang diterbitkan di medsos. Mahasiswa di beberapa universitas juga menolak masuk kuliah sebagai bentuk protes.
Pemerintah Iran menilai, demonstrasi yang masih terus terjadi mendapat dukungan penuh Amerika Serikat dan negara-negara Barat musuh Iran. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani dalam sebuah pernyataan menuding AS berada di balik aksi para pendemo sebagai bagian dari upaya mengacaukan Pemerintah Republik Islam Iran.
"Washington selalu berusaha melemahkan stabilitas dan keamanan Iran meskipun tidak berhasil," kata Kanaani.
Kanaani menuding para pemimpin AS dan beberapa negara Eropa menyalahgunakan insiden tragis kematian Amini untuk mendukung perusuh dan mengabaikan "kehadiran jutaan orang di jalan-jalan dan alun-alun negara yang mendukung pemerintah Iran".
Umumkan hasil penyelidikan
Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi, yang diminta Presiden Ebrahim Raisi menggelar penyelidikan kasus kematian Amini, dikutip kantor berita IRNA, menyatakan bahwa tim telah mengkonfirmasi bukti medis yang membuktikan bahwa Amini meninggal karena sebab alamiah. Hasil tersebut sekaligus membantah tudingan bahwa kematian Amini akibat kekerasan polisi moral Iran.
“Hasil observasi, pembicaraan dengan mereka yang berada di lokasi dan menerima laporan dari instansi terkait serta penyelidikan lain menunjukkan almarhumah Amini tak dipukuli," kata Vahidi kepada IRIB, badan penyiaran pemerintah.
Dalam laporan itu, tidak ada penjelasan apakah tim melakukan penyelidikan ulang secara independen dengan melakukan otopsi atau pemeriksaan forensik lainnya. Pernyataan Vahidi juga dibantah oleh keluarga Amini. Mereka menyatakan Amini tidak memiliki penyakit bawaan seperti yang diklaim sebagai penyebab kematian oleh pemerintah.
Penjabat Kepala Hak Asasi Manusia PBB Nada al-Nashif, Selasa (27/9/2022), menyerukan agar ada penyelidikan independen dan tidak memihak atas kematian Amini. Menurutnya, kantor Dewan HAM PBB telah menerima banyak, dan diverifikasi, video perlakuan kekerasan terhadap perempuan oleh polisi moral dalam beberapa bulan terakhir.
Nashif juga menyatakan kekhawatirannya atas "penggunaan kekuatan yang dilaporkan tidak perlu atau tidak proporsional" terhadap ribuan orang yang telah mengambil bagian dalam protes sejak Mahsa Amini meninggal.
Pada saat yang sama, seorang ulama senior Iran, Grand Ayatollah Hossein Nouri Hamedani meminta pemerintah untuk bersikap tenang dan mendengarkan tunturan rakyat. Dikutip dari laman media mahasiswa Iran, ISNA, Hamedani mengatakan, pejabat pemerintah perlu bersikap dingin dan peka terhadap suara rakyat.
“Para pejabat perlu mendengarkan tuntutan rakyat dan memecahkan masalah mereka, dan peka terhadap hak-hak mereka,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)