Kasus Amini Berkembang Jadi Pertarungan antara Garda Revolusi Iran dan Kelompok Kurdi
Garda Revolusi Iran menyerang markas kelompok Kurdi di wilayah Irak.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
SIDEKAN, SELASA – Protes di Iran terkait kematian Mahsa Amini melebar menjadi insiden internasional. Protes itu oleh pemerintah Iran dinilai menjadi minyak yang mengompori perlawanan pihak Kurdistan sehingga Garda Revolusi Iran menyerang basis militer mereka di negara tetangga, Irak.
Pada Senin (27/9/2022), Garda Revolusi menembak dan mengebom beberapa markas milisi Kurdi di Provinsi Erbil. Provinsi ini adalah bagian dari negara Irak yang dikelola sebagai Wilayah Otonomi Kurdistan. Kelompok etnis ini juga berada di dalam Iran dan bermaksud memisahkan diri sehingga oleh Pemerintah Iran dilabeli sebagai teroris.
Menurut media yang berafiliasi dengan Pemerintah Iran dan Garda Revolusi, yaitu Tasnim dan Fars News, sasaran penyerangan ini adalah dua partai politik Kurdi, yakni Partai Komala dan Partai Demokratik Kurdistan Iran (KDPI). Lokasi Provinsi Erbil sendiri berbatasan dengan Provinsi Azerbaijan Barat milik Iran.
Wilayah yang digempur di Provinsi Erbil adalah sejumlah perdesaan di utara kota Sidekan. Tepatnya di Gunung Hougard. Garda Revolusi menggunakan antara lain pesawat nirawak dan roket Katyusha. “Mereka mengebomi Gunung Hougard sebanyak tiga kali. Setiap pengeboman berdurasi 2-3 jam,” kata Atta Nasir, salah satu petinggi Partai Komala. Menurut dia, tidak ada korban jiwa dari pihak Kurdistan.
Sementara itu, kepada surat kabar The New York Times, Wali Kota Sidekan Ihsan Chalabi menjelaskan, Garda Revolusi mulai menembaki Gunung Hougard pada pukul 08.00. Pemerintah kota segera mengeluarkan perintah evakuasi warga.
“Syukurlah warga kami tidak ada yang terluka, tetapi mereka kehilangan harta benda. Rumah dan gedung rusak. Ternak banyak yang mati,” tutur Chalabi. Pemerintah Irak belum mengeluarkan tanggapan atas penyerangan Garda Revolusi Iran terhadap wilayah mereka.
Sekilas, tidak tampak hubungan antara kematian Mahsa Amini (22) seorang perempuan yang meninggal setelah mendekam tiga hari di tahanan polisi moral Iran dengan penyerangan Garda Revolusi ke milisi Kurdistan. Ketika ditilik lebih mendalam, Amini adalah warga dari kelompok etnis minoritas Kurdi. Pada Selasa (13/9/2022), ia ditangkap polisi moral atas tuduhan tidak berbusana sesuai aturan.
Amini ketika itu mengenakan celana panjang yang dianggap oleh polisi moral terlalu ketat. Jilbabnya juga dinilai tidak rapat. Ia digelandang ke kantor polisi moral dan ditahan selama tiga hari.
Tiba-tiba, pada Kamis (16/9/2022), kepolisian moral mengumumkan bahwa Amini meninggal akibat serangan jantung akut. Sejumlah saksi membocorkan kepada media lokal dan internasional bahwa sebenarnya Amini dianiaya dan kepalanya dipukul hingga ia pingsan dan tidak bangun-bangun.
Kematian Amini memicu protes yang awalnya dilakukan oleh kaum perempuan Iran. Mereka memprotes aturan berpakaian yang diwajibkan oleh negara karena terlalu jauh menginjak-injak hak pribadi. Protes yang awalnya terjadi di Teheran kemudian menyebar luas ke 46 kota.
Selain itu, juga muncul protes-protes oleh diaspora Iran di luar negeri maupun perempuan yang menunjukkan solidaritas mereka kepada kebebasan berekspresi di Iran. Protes terjadi antara lain di Berlin (Jerman), New York (Amerika Serikat), Istanbul (Turki), dan Paris (Perancis). Total, unjuk rasa terjadi di sekitar 80 kota.
Terjadi pula protes tandingan oleh kelompok pendukung pemerintah maupun kelompok pendukung aturan berpakaian yang ditetapkan negara. Kerusuhan terjadi dan media-media Iran melaporkan ada 41 pengunjuk rasa tewas akibat bentrok dengan aparat dan 1.200 orang ditahan.
Sejumlah atlet, penulis, pemusik, dan seniman mengemukakan dukungan mereka atas protes membela kebebasan berekspresi. Bahkan, Mostafa Mastoor, penulis yang dikenal dekat dengan pemerintah turut mengutarakan kritik atas penggunaan kekerasan untuk menangani demonstran.
Unjuk rasa ini juga terjadi di wilayah yang memiliki konsentrasi kelompok etnis Kurdi seperti di Provinsi Azerbaijan Barat. Pemerintah Iran menuduh, kelompok separatis Kurdistan menunggangi isu kematian Amini untuk kepentingan politik mereka. Tuduhan ini dibantah oleh KDPI dan Partai Komala.
Di Kota Oshnavieh, selama tiga hari, para pengunjuk rasa berhasil merebut beberapa lokasi strategis dari pemerintah setempat. Pada Sabtu (24/9/2022), militer merebut kembali kota. Ini adalah salah satu pemicu tuduhan pemerintah terhadap kelompok Kurdistan sehingga muncul keputusan menyerang markas mereka.
Secara umum, situasi masih panas di Iran. Apalagi, pemerintah memberlakukan pemblokiran internet. Komite Perlindungan Wartawan melalui Koordinator Program Timur Tengah dan Afrika Utara Sherif Mansour mengatakan, ada 20 wartawan yang ditahan oleh aparat karena meliput unjuk rasa. "Ini benar-benar memalukan bagi Pemerintah Iran,” ujarnya. (AP)