Gelombang Protes di Iran Meluas, Pasukan Garda Revolusi Bergerak
Gelombang protes atas kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun, meluas ke berbagai kota di negara itu. Televisi Iran melaporkan, sedikitnya 41 pendemo dan polisi tewas. Pasukan Garda Revolusi mulai bergerak.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
TEHERAN, SELASA – Protes atas kematian Mahsa Amini (22) oleh Gasht-e Irsyad, polisi moral, meluas di Iran. Demonstrasi yang selama ini terkonsentrasi hanya di sekitar 15 kota, termasuk ibu kota Teheran, kini telah meluas hingga ke 46 kota, termasuk kota-kota kecil dan pedesaan.
Di luar negeri, protes atas kematian Amini yang diduga karena tindakan kekerasan saat berada di tahanan, terjadi di Paris (Perancis), London (Inggris), Atlanta (Amerika Serikat), dan beberapa kota besar lainnya. Otoritas di Iran menepis tudingan bahwa Amini meninggal karena kekerasan aparat.
Amini meninggal saat ditahan aparat pada 16 September 2022. Perempuan asal Saqqez, Provinsi Kurdistan, itu meninggal tiga hari setelah ditangkap polisi moral (Gasht-e Ershad) karena memakai celana panjang ketat dan penutup kepala yang dinilai terlalu longgar.
Polisi mengklaim, Amini meninggal karena serangan jantung saat berada di ”pusat bimbingan”, semacam pusat pembinaan untuk mengajari perempuan soal aturan berpakaian di negara itu. Klaim ini diragukan keluarga Amini yang menyatakan, sebelum ditahan, Amini dalam keadaan sehat.
Televisi pemerintah Iran melaporkan bahwa setidaknya 41 pengunjuk rasa dan polisi tewas sejak protes berlangsung, sehari setelah Amini dimakamkan pada Sabtu (16/9/2022). Hitungan kantor berita Associated Press, yang mengacu pernyataan resmi oleh pihak berwenang, menghitung setidaknya 13 orang tewas dan lebih dari 1.200 demonstran ditangkap.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian, seperti dikutip dari kantor berita IRNA, Senin (26/9/2022), mengritik negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, yang mendukung pemrotes. Di mata Teheran, aksi-aksi unjuk rasa saat ini merupakan bentuk vandalisme dan penghinaan terhadap simbol-simbol Islam serta bendera Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani, seperti dikutip laman kantor berita Tasnim, menilai bahwa para pemimpin politik di Amerika Serikat dan Eropa, kantor berita hingga media-media yang didukung oleh Barat telah mengeksploitasi kematian Amini dengan mengatasnamakan hak asasi manusia.
”Mereka tidak memperhatikan atau meremehkan kehadiran jutaan warga Iran di jalan-jalan dan alun-alun yang menyatakan dukungannya terhadap pemerintah dan menentang kekacauan,” kata Kanaani.
Cuplikan rekaman video yang diunggah di laman kantor berita resmi Iran, IRNA, mengklaim bahwa ratusan ribu warga Teheran turun ke jalan untuk mendukung kerja aparat keamaan mengamankan situasi. Tidak hanya di Teheran, puluhan ribu warga pendukung rezim Teheran juga turun ke jalan-jalan di Mazandaran, Rasht, Qazvin, Bandar Abbas, Hamedan, Esfahan, Shiraz, Qom, Sanandaj, Zahedan, Tabriz, Bushehr, dan banyak kota serta provinsi lainnya.
IRNA juga menulis bahwa media barat dan para pendengung memanfaatkan momentum kematian Amini untuk memperparah dan mengobarkan api kerusuhan di Iran dengan klaim bahwa Amini meninggal karena kekerasan. Video yang diunggah oleh polisi, di laman IRNA, diklaim telah membuktikan bahwa kematian Amini bukan karena kekerasan, tetapi karena serangan jantung. ”Itu membuktikan berita palsu yang disiarkan oleh media barat dan pers anti-Iran,” tulis IRNA.
Garda Revolusi bergerak
Kantor berita Tasnim juga menyebut bahwa Pasukan Pengawal Revolusi (Garda Revolusi) dikabarkan telah melakukan serangan atas sejumlah target di Irak utara. Gelombang serangan yang dilakukan oleh Garda Revolusi terhadap beberapa lokasi sebagai pangkalan dan kamp pelatihan kelompok separatis Kurdi di Irak utara dilakukan menggunakan pesawat tak berawak dan sejumlah artileri berat.
Tasnim menyebut serangan itu dilakukan oleh Garda Revolusi karena menilai kelompok Kurdi memiliki peran terhadap meluasnya gelombang protes atas kematian Amini. Selain itu, kelompok Kurdi juga diduga menyelundupkan senjata ke Iran.
Tidak ada komentar langsung dari pemerintah Irak. Kedua negara tetangga memiliki hubungan politik dan militer yang erat. Teheran telah memberikan dukungan militer yang luas untuk Baghdad, yang selama beberapa tahun lalu berperang melawan kelompok ekstrem Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Unjuk rasa berkobar lagi di seluruh Iran, Minggu malam, ketika kerumunan di Teheran meneriakkan yel-yel ”matilah diktator”, menyerukan diakhirinya lebih dari tiga dekade kekuasaan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei (83).
”Wanita, Kehidupan, Kebebasan!” teriak para pendemo di berbagai kota di seluruh Iran dan kota-kota besar di dunia. Laporan lain mengatakan bahwa mahasiswa di Universitas Teheran dan Al-Zahra dan Institut Sharif telah mogok, menolak untuk menghadiri kuliah. Mereka mendesak para profesor pengajar mereka untuk bergabung dalam aksi tersebut.
Menggunakan tameng, polisi anti huru hara Iran mencoba menghalau para pendemo dengan pentungan dan meriam air.
Kelompok hak asasi IHR yang berbasis di Irlandia mengatakan, Minggu, setidaknya 57 pengunjuk rasa telah tewas. Jumlah total pengunjuk rasa yang ditahan kini berjumlah 1.200 orang, termasuk sekitar 450 di Provinsi Mazandaran utara, lebih dari 700 orang di Gilan dan puluhan di beberapa daerah lain.
”Para perusuh telah menyerang gedung-gedung pemerintah dan merusak properti publik,” ujar Kepala Jaksa Mazandaran, Mohammad Karimi. Dia menuding para pengunjuk rasa sebagai boneka dan agen anti-revolusioner asing.
Untuk menjaga situasi keamanan, Kepala Kehakiman Iran Gholamhossein Mohseni Ejei menyebut bahwa polisi dan aparat keamanan lainnya bersiaga selama 24 jam penuh. ”Banyak petugas polisi tidak tidur semalam dan malam-malam sebelumnya dan kita harus berterima kasih kepada mereka,” katanya.
Ejei juga menegaskan perlunya tindakan tegas pada para pendemo tanpa adanya keringanan hukuman.
Kantor berita Tasnim juga menerbitkan sekitar 20 foto orang-orang yang diduga menjadi pemimpin gerakan, termasuk beberapa perempuan, yang diambil di Kota Qom. Mereka meminta agar warga membantu militer dan aparat keamanan untuk mengidentifikasi orang-orang tersebut.
Uni Eropa (UE) telah mengecam Iran dan menuduh bahwa penggunaan kekuatan yang meluas dan tidak proporsional terhadap demonstrasi damai tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat diterima. Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell mengatakan, mereka akan mempertimbangkan semua opsi yang ada untuk memberikan tanggapan atas kasus kematian Amini. (AP/AFP/REUTERS)