Unjuk Rasa Pro-Pemerintah Tandingi Demonstrasi Dukung Mahsa Amini
Gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini (22) selama sepakan terakhir dibalas dengan aksi tandingan pada Jumat (23/9/2022). Adalah salah satu lembaga pemerintah Iran yang menyerukan aksi tandingan tersebut.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
TEHERAN, JUMAT - Demonstrasi tandingan berlangsung di Teheran, Iran, Jumat (23/9/2022). Aksi ini merupakan respons kelompok konservatif atas gelombang unjuk rasa di sejumlah kota di Iran selama sepekan terakhir yang memprotes kasus kematian Mahsa Amini (22).
Kantor berita Iran, IRNA, melaporkan, setelah shalat Jumat, orang-orang turun ke jalan-jalan di ibu kota Iran untuk mengecam penghinaan terhadap Al Quran, pembakaran masjid-masjid, serta penodaan aturan berpakaian islami kaum perempuan.
Unjuk rasa digelar dari lokasi shalat Jumat di Universitas Teheran ke Enghelab Square di pusat kota Teheran. Selama rapat umum, para demonstran meneriakkan slogan-slogan menentang mereka yang melanggar hukum Islam.
Masih mengutip IRNA, jemaah shalat Jumat di kota-kota lain di Iran juga menggelar unjuk rasa. Di antaranya adalah Mazandaran, Kerman, Zahedan, Isfahan, Khorasan Selatan, Bushehr, Qazvin, Hormozgan, Chaharmahal-o Bakhtiari, Varamin, Pakdasht, Yasuj, dan Rasht.
Mereka mengutuk unjuk rasa sepekan terakhir yang menyerang kesucian agama Islam. Mereka juga menyerukan pejabat peradilan untuk menangkap para perusuh dan membawanya ke pengadilan.
Dalam sepekan terakhir, gelombang unjuk rasa meluas di sejumlah kota di Iran. Hal tersebut disulut kemarahan masyarakat terhadap kasus kematian Amini di tahanan kepolisian moral Iran.
Pada 13 September 2022, Amini melakukan perjalanan dari Saqqez di Provinsi Kurdistan ke Teheran. Di ibu kota Iran itu, dia ditahan oleh polisi moral atau Gasht-e Irsyad karena dinilai terlalu longgar dalam menggunakan jilbab. Ini melanggar aturan negara.
Sempat menjalani bimbingan di sebuah pusat bimbingan di Teheran, untuk dididik tentang tata cara berpakaian sesuai dengan aturan negara, Amini meninggal pada Jumat (16/9).
Tuduhan bahwa polisi moral telah melakukan kekerasan terhadap Amini dibantah oleh Kepala Kepolisian Teheran Brigadir Jenderal Hossein Rahimi. Dia mengatakan, tuduhan bahwa Amini tewas setelah dipukul oleh petugas adalah sebuah hal yang tidak benar.
Galang aksi
Menurut IRNA, Dewan Koordinasi Pembangunan Islam Iran menggalang kekuatan untuk melakukan aksi tandingan. Dewan Pembangunan Islam Iran menyebut bahwa para pengunjuk rasa di belasan kota di seluruh Iran selama sepekan terakhir adalah kelompok-kelompok bayaran. Mereka dinilai menghina Al Quran dan Nabi Muhammad SAW serta menodai bendera Iran.
FARS, kantor berita milik kelompok sayap bersenjata dari Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, menyebut tindakan menggalang demonstrasi tandingan dinilai tepat sebagai tanggapan atas tindakan kontra-revolusioner terhadap keamanan nasional negara.
Kepala Kehakiman Gholam Hossein Mohseni-Ejei pada hari Kamis meminta jaksa agung dan otoritas hukum untuk menjaga perdamaian dan keamanan dan untuk menghadapi elemen pengganggu dan perusuh bayaran. Badan intelijen Iran juga memperingatkan adanya eksploitasi situasi oleh gerakan kontra-revolusioner. Mereka mengancam bahwa setiap partisipasi dalam demonstrasi ilegal akan dihukum dengan keadilan.
Sementara itu, Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Sidang Ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kamis (22/9), mengatakan, demonstrasi adalah sebuah kewajaran dan pemerintah menerimanya. ”Apa yang terjadi, melakukan demonstrasi, tentu saja ini normal dan diterima sepenuhnya. Demonstrasi bagus untuk mengekspresikan isu-isu tertentu,” kata Raisi.
Sementara terkait jumlah korban tewas dalam gelombang unjuk rasa memprotes kematian Amini, muncul beberapa angka. Seorang penyiar stasiun televisi milik pemerintah, Kamis malam, menyebut bahwa sebanyak 26 orang telah tewas sejak aksi demonstrasi meletus pada Sabtu pekan lalu, usai pemakaman Amini. Tidak ada penjelasan detil tentang siapa dan dimana lokasi tewasnya para korban tersebut.
Jumlah korban yang disampaikan sang penyiar berbeda dengan jumlah korban yang berhasil dikumpulkan oleh Center for Human Rights in Iran, sebuah lembaga hak asasi manusia yang berbasis di New York. Menurut lembaga ini, korban tewas resmi yang dicatat dan diakui oleh pemerintah Iran berjumlah 17 orang. akan tetapi, menurut sumber independen lembaga ini, jumlah korban jauh lebih tinggi, yaitu mencapai 36 orang.
"Pada hari ke-7 #IranProtest, para pejabat mengakui setidaknya 17 kematian dengan sumber independen mengatakan 36," kata CHRI dalam sebuah unggahannya di Twitter, Kamis malam. Mereka mendesak para pemimpin dunia untuk menekan Iran agar mengizinkan warga sipil berunjuk rasa dalam damai.
Aparat keamanan, dalam penilaian lembaga ini, terlalu keras dalam menghadapi para demonstran yang tidak bersenjata. Berdasarkan sejumlah video yang beredar di media sosial, lembaga ini menyebut, aparat keamanan menggunakan senjata tanam, pelet logam dan gas air mata untuk menghadapi warga sipil tak bersenjata.
Amnesty International yang berbasis di London menuduh pasukan keamanan memukuli pengunjuk rasa dengan tongkat dan menembakkan pelet logam dari jarak dekat. Video menunjukkan polisi dan petugas paramiliter menggunakan tembakan langsung, gas air mata dan meriam air untuk membubarkan demonstrasi.
Pemerintah Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi pada sejumlah pejabat Gasht-e Irsyad atas tuduhan pelecehan terhadap perempuan Iran. Pemerintah AS menyatakan pihaknya menganggap unit tersebut bertanggung jawab atas kematian Amini. Departemen Keuangan AS juga menuduh Gasht-e Irsyad melanggar hak-hak pengunjuk rasa damai.
"Mahsa Amini adalah seorang wanita pemberani yang kematiannya dalam tahanan Polisi Moralitas merupakan tindakan kebrutalan lain oleh pasukan keamanan rezim Iran terhadap rakyatnya sendiri," kata Menteri Keuangan Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.
"Pemerintah Iran perlu mengakhiri penganiayaan sistemik terhadap perempuan dan mengizinkan protes damai," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan terpisah. (AP/AFP/MHD)