Tak semua tujuan mengatasi krisis global itu bisa berjalan mulus mengingat jalan yang dilalui pun semakin bergelombang. Banyak isu yang sudah diperjuangkan bertahun-tahun kini lepas dari sorotan utama.
Oleh
FRANSISCA ROMANA DARI NEW YORK, AMERIKA SERIKAT
·5 menit baca
“Majelis Umum bertemu saat dunia dalam bahaya besar”. Ucapan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres itu membabarkan bayangan hitam yang menggelayuti dunia saat ini akibat kombinasi tiga C: conflict (konflik), climate change (perubahan iklim), dan Covid-19.
“Dunia binasa oleh perang, babak belur oleh kekacauan iklim, terluka karena kebencian, serta malu oleh kemiskinan, kepalaran, dan ketimpangan,” katanya.
Ceruk paling gelap tampaknya masih ditorehkan oleh perang Ukraina-Rusia yang sudah berlangsung selama tujuh bulan. Selain hilangnya kehidupan, yang terburuk dari perang ini adalah keterbelahan tatanan dunia dalam cara yang belum pernah terjadi sejak Perang Dingin.
Nuansa ini terbawa dalam Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB yang berlangsung pada 19-26 September 2022 di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Pidato sebagian besar kepala negara dan kepala pemerintahan menyebut isu perang Ukraina-Rusia.
Ada yang langsung terang-terangan mengecam Rusia sebagai penyebab perang dan kekacauan dunia saat ini. Tak sedikit pula yang lebih memilih untuk menyerukan segera diakhirinya perang.
Dampak perang di Ukraina tidak hanya antara Amerika Serikat plus sekutunya di Barat menghadapi Rusia dan pendukungnya, tetapi juga negara kaya berhadapan dengan negara berkembang. Rakyat di negara miskin dan berkembang terpukul paling keras akibat persoalan di negara masing-masing, ditambah perang di Ukraina yang sekarang semakin genting.
Saat perang di Ukraina pecah pada 24 Februari 2022, sejumlah negara Barat menjatuhkan sanksi secara sepihak tanpa melalui mekanisme di PBB. Dampak dari sanksi inilah yang kemudian merembet ke negara-negara yang jauh dari lokasi perang di Eropa.
Kini muncul kekhawatiran baru setelah Rusia memanggil pasukan cadangan dan berencana menggelar referendum di wilayah pendudukan Ukraina. Ancaman perang nuklir menyusul doktrin nuklir Rusia seolah sudah di depan mata.
Tak bergaung
Agenda kerja sama negara-negara untuk mengatasi persoalan global pun menjadi taruhannya. Banyak isu bersama yang sudah diperjuangkan bertahun-tahun kini lepas dari sorotan utama. Pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesetaraan jender, pengungsi, dan banyak poin dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hanya berhenti pada seruan-seruan tak bergaung.
Bahkan isu vaksinasi sebagai bagian dari penanggulangan pandemi Covid-19 sudah tak lagi menjadi bahasan utama. Padahal baru dua tahun lalu, percepatan vaksinasi global menjadi program banyak negara. Isu lingkungan menjadi kurang “seksi” karena hanya didengungkan dalam satu atau dua paragraf pidato. Suara paling keras hanya terdengar dari negara-negara kecil dan kepulauan karena mereka paling terdampak.
Di tengah situasi pelik ini, Indonesia mengusung dua fokus utama, yakni keberhasilan forum kerja sama G20 memberikan hasil konkret dan kesatuan di ASEAN. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam berbagai pertemuan di sela-sela sidang Majelis Umum selalu menekankan agar negara-negara tidak melupakan kerja sama sebagai satu-satunya cara menghadapi berbagai krisis global. Sebab, keterbelahan negara-negara akibat perang di Ukraina sangat berbahaya bagi penyelesaian krisis pangan, energi, lingkungan, dan pemulihan setelah pandemi.
“Dalam beberapa hari ini saya berbicara dengan para menteri luar negeri anggota G20 satu per satu. Saya sampaikan terima kasih atas dukungan mereka terhadap presidensi Indonesia di G20. Berkat dukungan itu, Indonesia sampai saat ini berhasil bekerja untuk persiapan KTT dan hasil konkret (concrete deliverables),” kata Retno, Jumat (23/9/2022).
Situasi geopolitik yang sulit, lanjut dia, memunculkan dinamika besar saat menjelang KTT G20 pada November mendatang. Dinamika biasa terjadi, tetapi Retno menegaskan perunya komitmen dan fleksibilitas dari semua anggota supaya KTT menelurkan hasil konkret. G20, menurut Retno, mencerminkan keterwakilan negara maju dan negara berkembang yang lebih merata.
“Saya tanya, apakah G20 masih penting? Mereka jawab penting. Apakah kita tetap bisa bekerja sama? Mereka amini. Dengan komitmen itu, Indonesia berharap KTT G20 bisa menghasilkan sesuatu yang konkret,” imbuhnya.
Wakil Tetap RI pada PBB Arrmanata Nasir menambahkan, saat ini terasa sekali semua negara mengidentifikasi perang di Ukraina. Kubu yang mendukung pihak A secara tersirat tidak mau bekerja sama dengan pihak B. “Itu tantangan kita. Negara, khususnya Barat, banyak fokus pada upaya mendukung Ukraina. Bantuan keuangan dan aneka sumber daya diberikan ke Ukraina supaya bisa menang perang. Semua sumber yang diberikan itu mengurangi sumber daya untuk mengatasi masalah pembangunan, perubahan iklim, yang dihadapi banyak negara, khususnya negara berkembang,” paparnya.
Lantaran dunia sudah sangat terkoneksi saat ini, tidak ada satu negara pun di PBB yang bisa mengatasi tantangan global sendirian. Maka, menurut Arrmanatha, Indonesia terus mendorong perluasan kerja sama. Misalnya KTT G20 mengundang wakil negara-negara di Pasifik, Karibia, dan Uni Afrika, agar G20 bisa berkontribusi di luar negara anggota. Sebab, aksi dan kesepakatan G20 berdampak global.
Terkait ASEAN, lanjut Arrmanatha, perhimpunan ini memiliki peran penting di kawasan Asia Tenggara yang semestinya bisa berkontribusi untuk kawasan yang lebih luas sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dan kekuatan stabilitas.
Meski demikian, memang tak semua tujuan itu bisa berjalan mulus mengingat jalan yang dilalui pun semakin bergelombang. “Dalam hal diplomasi, tugas kita adalah mencoba menjaga agar tujuan-tujuan kita tercapai. Saya tidak bisa bilang semua akan lurus on the track, di lintasan. Sebab, zig-zag adalah langkah yang juga kita perlukan untuk mencapai tujuan,” ujar Arrmanatha.
Sedikit banyak, lanjut dia, Indonesia tahu apa fokus Rusia, China, atau Amerika Serikat, selaku kekuatan besar dunia. “Yang perlu kita pelajari adalah detail dan bagaimana reading between the lines, membaca di antara garisnya,” katanya.