Korea Utara mengeluarkan aturan bisa menembak lebih dulu dengan senjata nuklir jika terancam. Korea Selatan mengecam dan menyebut itu tindakan bunuh diri.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Korea Selatan mengeluarkan kecaman terhadap Korea Utara terkait semakin maraknya pengayaan persenjataan nuklir oleh Pyongyang. Korsel dan persekutuan yang meliputi Amerika Serikat serta Jepang menekankan, mereka tidak akan segan bertindak untuk mencegah terjadinya perang nuklir.
”Korut tidak menyadari bahwa keputusannya melanjutkan pengayaan nuklir sama saja dengan bunuh diri. Tidak hanya aliansi pertahanan Korsel akan menghalangi, berbagai sanksi internasional pasti turut menghantam Korut dan membuat rakyat mereka semakin menderita dan terisolasi,” kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korsel Moon Hong-sik, seperti dikutip oleh surat kabar The Korea Times, Selasa (13/9/2022).
Pilihan kata ”bunuh diri” oleh Korsel tidak biasa, tetapi bukan pertama kali. Saat Korsel dipimpin Park Geun-hye dari kubu konservatif pada 2013-2017, pemerintahnya juga memperingatkan Korut akan ”musnah” dari Bumi atau menghancurkan diri sendiri akibat provokasinya. Itu terjadi kala Korut menggelar berbagai uji rudal dan nuklir.
Guna menggentarkan Korut agar tidak menggunakan senjata nuklir, kementerian menyatakan Korsel akan mengasah kembali rencana serangan preemptive (mendahului), pertahanan rudal, dan kapasitas pembalasan masif, sembari meminta penegasan komitmen keamanan AS untuk membela sekutunya dengan segala cara, termasuk nuklir.
Moon memperingatkan Korut agar segera kembali ke jalur denuklirisasi dan perlucutan persenjataan nuklir yang telah ada. Ia menekankan bahwa Korsel, AS, dan anggota sekutu sudah sepakat tidak segan untuk turut menggunakan senjata nuklir demi membela anggota mereka yang terancam.
Pada Jumat (16/9/2022), para anggota sekutu akan melakukan rapat di Washington, AS, guna membahas pengaktifan kembali Kelompok Konsultasi Strategi Penangkalan yang Diperluas (EDSCG). Ini adalah grup yang bertujuan mendorong percepatan perlucutan persenjataan nuklir di negara-negara yang tidak memiliki izin pengembangan nuklir sesuai Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti Korut dan Iran.
Presiden Korsel periode 2017-2022 Moon Jae-in mengambil pendekatan yang lebih lunak. Ia mengutamakan dialog di antara kedua Korea dengan berlandaskan persaudaraan. Akan tetapi, penggantinya, Presiden Korsel saat ini, Yoon Suk Yeol, berhaluan kanan dan lebih keras. Sejak kampanye, ia sudah mengutarakan perlunya Korsel berlaku lebih tegas terhadap Korut. Apabila Pyongyang tidak mau menanggapi ajakan dialog, tandanya sikap tegas yang harus diterapkan.
Pada Agustus, Presiden Yoon mengungkapkan keinginan untuk menjembatani normalisasi hubungan Korut dengan AS. Tujuannya agar diskusi denuklirisasi bisa berjalan lancar dan mencapai kemajuan. Tindakan ini merupakan kelanjutan dari janji Korsel untuk membantu Korut pada segi ekonomi dengan syarat Korut berhenti melakukan pengayaan nuklir.
Namun, para pengamat politik Semenanjung Korea meragukan niat Yoon. Pasalnya, Korut sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada gagasan normalisasi hubungan ataupun penghentian pengembangan nuklir mereka.
Dari pihak Korut, kakak Kim Jong Un, Kim Yo Jong, juga menolak gagasan tersebut. Ia menulis artikel di surat kabar Rodong Simun yang menyebut Korsel munafik. Di satu sisi, Korsel berjanji memperbaiki hubungan dengan Korut dengan landasan persaudaraan. Di sisi lain, Korsel tetap melakukan berbagai latihan militer dengan AS yang oleh Korut dianggap sebagai provokasi.
Aturan baru
Pekan lalu, Korut mengeluarkan peraturan baru yang menyatakan bahwa pemakaian senjata nuklir diperbolehkan jika negara itu sedang berada di bawah ancaman internasional ataupun demi memenangi peperangan. Aturan ini mengizinkan Korut memakai senjata nuklir sebelum diserang oleh pihak lain. Artinya, Korut bisa menembak musuh lebih dulu dengan nuklir. Korut memiliki rudal balistik antarbenua, antara lain Hwasong-15 dan Hwasong-17.
Kantor berita nasional Korut, KCNA, menyebutkan, Pemimpin Korut Kim Jong Un menyampaikan pentingnya peraturan baru itu di hadapan Majelis Tinggi Rakyat Korut. ”Aturan ini meniadakan segala pembicaraan mengenai denuklirisasi dan perlucutan senjata di masa depan. Mau kena sanksi selama 100 tahun sekalipun saya tidak akan menyerahkan senjata nuklir kita,” tutur Kim.
Kim beralasan, pengembangan senjata nuklir sangat penting bagi pertahanan negara. Guna mendukung hal tersebut, Pemerintah Korut mengeluarkan berbagai iklan propaganda yang mengandung gambar-gambar persenjataan serta fasilitas pengayaan nuklir. Motto di propaganda tersebut ialah pengayaan nuklir sama dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Badan Tenaga Atom Internasional (IEAE) dikutip oleh surat kabar Korea Joong Ang Daily menjelaskan, pabrik nuklir Yongbyon di Provinsi Pyongan kini mampu memproduksi 6 kilogram plutonium level senjata nuklir per tahun. Mereka juga menambah fasilitas uji coba dari dua terowongan menjadi empat terowongan.
Menanggapi kabar tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau agar semua pihak berkepala dingin. ”Tetap utamakan dialog. Di saat-saat seperti ini, justru pendekatan damai dan mengajak semua pihak duduk bersama adalah kuncinya,” ujarnya. (AP/REUTERS)