Putin Bidik Semenanjung Korea, Perluas Poros Hubungan dengan Korut
Ketika Korea Utara terus-menerus menghadapi tekanan AS dan sekutunya terkait upaya denuklirisasi di Semenanjung Korea, Rusia mengulurkan tangan pada Korut. Moskwa-Pyongyang sepakat memperluas kerja sama bilateral mereka.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
SEOUL, SENIN — Rusia menyatakan akan memperluas hubungan bilateral yang komprehensif dan konstruktif dengan Korea Utara, mengikuti langkah China, sekutu utama Korut di Asia Timur. Kerja sama Rusia-Korut ini disebutkan akan berkontribusi memperkuat stabilitas keamanan di Semenanjung Korea dan seluruh wilayah Asia Timur.
Kabar perluasan hubungan Rusia-Korut itu tertuang dalam surat Presiden Rusia Vladimir Putin kepada Pemimpin Korut Kim Jong Un, seperti yang dirilis oleh media resmi Korut, yakni Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), Senin (15/8/2022). Surat itu dikirimkan bersamaan dengan peringatan Hari Pembebasan Korea, 15 Agustus ini. Kim juga mengirim surat balasan kepada Putin.
Dalam surat tersebut, Putin menyampaikan kepada Kim bahwa kedua negara ”memperluas hubungan bilateral yang komprehensif dan konstruktif dengan upaya bersama”. Putin menyebutkan, hubungan yang lebih erat menjadi kepentingan kedua negara. Ia juga berjanji membantu memperkuat stabilitas keamanan Semenanjung Korea dan seluruh wilayah Asia Timur.
Hari Pembebasan Korea, 15 Agustus, dirayakan di Korut ataupun Korea Selatan. Peringatan tersebut mengacu pada peristiwa berakhirnya penjajahan Jepang atas Semenanjung Korea pada 1945. Lewat surat balasannya, Kim mengatakan, persahabatan Rusia-Korut telah ditempa sejak Perang Dunia II dengan kemenangan atas Jepang yang menjajah Semenanjung Korea.
Kini, menurut Kim, ”Kerja sama strategis dan taktis, dukungan dan solidaritas” Rusia-Korut mencapai level baru berkat upaya bersama menggagalkan ancaman dan provokasi kekuatan musuh. KCNA tidak mengungkapkan secara eksplisit ”kekuatan musuh” yang dimaksud. Namun, Pyongyang biasa menggunakan istilah ”kekuatan musuh” untuk merujuk Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.
Kim memperkirakan kerja sama antara Rusia dan Korut akan tumbuh berdasarkan kesepakatan yang telah ditandatangani pada 2019 ketika dia bertemu dengan Putin. Pyongyang pada Juli 2022 mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, dua wilayah separatis Ukraina timur yang didukung Moskwa.
Tidak lama setelah pengakuan itu, para pejabat di Pyongyang melontarkan prospek pengiriman pekerja Korut ke Ukraina timur untuk membantu Rusia dan separatis Ukraina timur di Donetsk dan Luhansk. Sebagai respons atas langkah Korut, Kyiv segera memutuskan hubungan dengan Pyongyang.
Upaya perluasan hubungan bilateral Moskwa-Pyongyang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea. Semenanjung ini menjadi eskalatif karena Pyongyang meningkatkan uji coba rudalnya, termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM). Sebelum ini, terakhir kali ICBM diuji pada tahun 2017.
Menteri Pertahanan Korea Selatan (Korsel) Lee Jong-sup, akhir Juli lalu, mengatakan, Pyongyang sudah 18 kali menguji coba rudal sejak awal tahun ini. Saat itu pula, lembaga Wilson Center menyebutkan bahwa 31 rudal Korut telah ditembakkan sejak Januari 2022.
Kantor berita Agence-France Presse (AFP), pekan lalu, melaporkan bahwa Pyongyang mengecam akan ”memusnahkan” Seoul. Ancaman ini disampaikan kurang dari sebulan setelah Kim mengatakan Korut ”siap memobilisasi” nuklirnya dalam perang melawan AS dan Korsel.
Tawaran Korsel
Merespons ancaman Pyongyang, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, Senin ini, mengatakan akan menawarkan paket bantuan yang luas ke Korut sebagai imbalan atas denuklirisasi. Seperti Korut, Korsel pada 15 Agustus ini juga merayakan peringatan Hari Pembebasan Korea.
Yoon menyebut denuklirisasi Korut itu ”penting” untuk perdamaian abadi di Semenanjung Korea. Paket bantuan skala besar Seoul, yang ditawarkan dengan imbalan denuklirisasi Korut itu, mencakup paket makanan, bantuan energi, dan bantuan memodernisasi infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, dan rumah sakit.
Para analis mengatakan, peluang Pyongyang menerima tawaran semacam itu semakin tipis. Korut memandang, tawaran tersebut tidak menguntungkan. Pyongyang, yang menginvestasikan sebagian besar nilai produk domestik bruto (PDB) Korut ke dalam program senjatanya, juga telah lama menegaskan tidak akan berkompromi terkait senjata nuklirnya.
Dalam situasi tersebut, tidak sulit untuk memahami langkah Korut merapat pada Rusia, termasuk memberikan pengakuan pada kedaulatan kelompok separatis Donetsk dan Luhansk dukungan Moskwa. Besar kemungkinan, perluasan ”hubungan bilateral yang komprehensif dan konstruktif” Rusia-Korut akan meliputi kerja sama militer.
AS dilihat sebagai musuh bersama China, Rusia, dan Korut untuk alasan kepentingan masing-masing. China dan Korut mendukung posisi Rusia dalam perang di Ukraina. Korut dan Rusia mendukung China dalam menghadapi AS di Laut China Selatan dan Laut China Timur, termasuk isu Taiwan. Rusia dan China menyokong Korut dalam menghadapi tekanan AS dan para sekutunya yang mendesak denuklirisasi Korut.
Selama ini, Rusia dan China selalu memberikan dukungan yang kuat bagi posisi Korut dalam menghadapi tekanan sanksi AS dan sekutunya. Terbuka kemungkinan bagi Korut menjadi proksi Rusia untuk—bersama-sama China—menghadapi hegemoni AS di kawasan.
Pada Oktober 2021, China dan Korut mengumumkan rencana membangun sistem militer. Menurut Kim, kemampuan yang tak terpantau itu penting dikembangkan agar negara lain tak berani mengusik Korut. China juga sedang berupaya membuat kapal selam yang sulit dideteksi.
Dukungan AS atas Ukraina dalam melawan Rusia semakin besar. AS berencana membekukan aset Putin dan para kroninya. Putin telah bereaksi bahwa langkah Washington itu dapat memperburuk hubungan diplomatik Rusia-AS yang saat ini pun sudah rusak. China dan Korut mendukung posisi Moskwa. (AFP/REUTERS/AP)