Ancaman China, Rusia, dan Korut Meningkat, Jepang Naikkan Anggaran Pertahanan
Jepang semakin menyadari adanya ancaman keamanan kawasan dari China, Rusia, dan Korut. Untuk mengantisipasinya, Jepang berencana meningkatkan anggaran belanja militer tahun 2023 menjadi hampir Rp 600 triliun.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·5 menit baca
Kementerian Pertahanan Jepang, Rabu (31/8/2022), mengajukan anggaran belanja militer tahun 2023 sebesar 5,59 triliun yen atau 40 miliar dollar AS (sekitar Rp 594,8 triliun). Anggaran itu meningkat sekitar 3,5 persen dari belanja militer tahun ini sebesar 5,45 triliun yen. Media Jepang menyebut, masih ada kemungkinan anggaran tersebut bertambah menjadi sekitar 6,5 triliun yen karena masih ada sekitar 100 item belanja yang belum dirinci anggaran alokasinya.
Peningkatan anggaran belanja militer Jepang itu dibuat di tengah semakin meningkatnya ancaman keamanan dari China, Rusia, dan Korea Utara. Kemenhan Jepang mengatakan, pihaknya baru dapat merilis anggaran pertahanan itu setelah pemerintah mengadopsi strategi keamanan nasional yang baru dan panduan-panduan pertahanan pada Desember mendatang.
Jepang tengah memperbarui strategi keamanan dan panduan pertahanan nasional guna memperkuat militer Jepang dalam lima tahun ke depan. "Sementara kami secara mendasar memperkuat kekuatan pertahanan kami untuk lima tahun ke depan, kami harus memastikan anggaran yang memadai untuk tahun pertama," kata Yasukazu Hamada, Menteri Pertahanan Jepang.
Rencana penguatan militer tersebut pernah disampaikan Perdana Menteri Fumio Kishida kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang melawat Jepang, Mei 2022. Anggaran pertahanan Jepang meningkat hampir setiap tahun selama dekade terakhir.
Namun, anggaran baru tahun 2023 yang fantastis itu diletakkan dengan menunjuk perang Ukraina. Tokyo memperingatkan bahwa dunia menghadapi "tantangan terberat" sejak Perang Dunia II. Tekanan tumbuh semakin besar setelah invasi Rusia ke Ukraina dan ancaman China yang semakin meningkat di Taiwan.
Kemenhan Jepang mengajukan sejumlah daftar anggaran, termasuk keinginannmya membeli pesawat nirawak bersenjata dan penelitian tentang rudal hipersonik. “Masyarakat internasional menghadapi masa tantangan terberat sejak Perang Dunia II. Tatanan yang ada menghadapi tantangan serius ketika dunia memasuki era krisis baru,” katanya.
“Apa yang terjadi di Eropa (kapan pun) dapat pula terjadi di kawasan Indo-Pasifik,” tambah Kemenhan Jepang dalam pernyataannya menggunakan istilah lain untuk kawasan Asia-Pasifik.
Selain memperkuat militernya, Jepang juga mengokohkan aliansi keamanan dengan AS di tengah meningkatnya aktivitas militer China di kawasan itu. Jepang juga telah memperluas kerja sama militernya dengan negara-negara sahabat di kawasan Asia-Pasifik dan Eropa.
Pejabat Kemenhan Jepang mengatakan, agresi militer seperti invasi Rusia ke Ukraina dapat terjadi di kawasan Indo-Pasifik. Tanda-tanda awal sudah mulai terlihat. China menembakkan lima rudal balistik ke perairan dekat Okinawa selama latihan militer besar Beijing di dekat Taiwan pada awal Agustus. Sementara Korea Utara terus menguji coba rudalnya dan memperkuat program nuklirnya.
Permintaan Kemenhan berfokus pada tujuh bidang utama, termasuk serangan rudal dan sistem pertahanan, kendaraan tak berawak, ruang angkasa, dan pertahanan keamanan siber. Jepang sedang meningkatkan sistem rudal dan mempertimbangkan untuk menggunakannya dalam serangan pre-emptive, langkah yang menurut para kritikus bisa kebablasan.
Dalam menghadapi tantangan yang ada, Jepang harus menyediakan 5,59 triliun yen atau 40 miliar dollar AS untuk belanja pertahanan pada tahun fiskal 2023. Pejabat pertahanan menolak untuk berspekulasi tentang angka final anggaran belanja militer pertahanan itu. Namun, di tengah ancaman keamanan yang meningkat, Perdana Menteri Fumio Kishida mengharapkan agar belanja pertahanan mencapai dua persen dari PDB dalam waktu lima tahun, yakni sekitar 10 triliun yen atau 72 miliar dollar AS.
Dengan angka tersebut, Jepang bakal menjadi negara pembelanja militer terbesar ketiga setelah AS dan China, menandingi India dan melampaui Inggris dan Rusia. Militer Jepang tidak secara resmi diakui di bawah konstitusi negara pasca-perang. Pengeluaran untuk militer juga terbatas pada kemampuan defensif nominal.
Anggaran pertahanan Jepang secara tradisional dibatasi pada kisaran satu persen dari PDB. Namun, partai pemerintahan Kishida mengusulkan untuk menggandakannya di tahun-tahun mendatang, dengan merujuk pada standar aliansi militer Barat, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), sebesar dua persen dari PDB.
Namun, Nozomu Yoshitomi, purnawirawan Mayjen Angkatan Darat Jepang yang sekarang mengajar kebijakan pertahanan di Universitas Nihon, mengatakan, anggaran pertahanan harus terus ditingkatkan. Menurut dia, sangat wajar untuk Jepang meningkatkan anggaran pertahanannya.
“Jepang adalah negara yang rentan sekarang, secara langsung terkena (tekanan) China yang kuat,” katanya. “Rasanya wajar jika Jepang meningkatkan anggaran pertahanannya.”
Profesor Toshiyuki Ito dari Institut Teknologi Kanazawa mengatakan, rasanya sulit meningkatkan pengeluaran militer hingga dua persen dari PDB. "Sulit membayangkan itu akan langsung menjadi tambahan lima triliun yen," kata Ito yang juga pensiunan Lasamana Madya di Pasukan Bela Diri Maritim Jepang, seperti dikutip kantor berita AFP.
Menurut Ito, tambahan dua triliun yen per tahun adalah target yang lebih realistis dan akan menyediakan dana yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan gaji dan pasokan bagi pasukan Jepang. "Kita perlu berinvestasi pada manusia dan pemeliharaan rutin," katanya.
Kishida belum berkomitmen untuk target tertentu, tetapi mengatakan bahwa kenaikan akan dipertimbangkan dengan pendapatan pajak dan prioritas pengeluaran. Setiap peningkatan pengeluaran militer akan memberi lebih banyak tekanan pada pemerintah Jepang, yang sudah dibebani dengan biaya besar yang terkait dengan populasi yang menua dan menyusut.
Kemenhan ingin meningkatkan dan memproduksi secara massal rudal berpemandu permukaan ke kapal Tipe 12 . Kementerian juga meminta jumlah yang tidak diungkapkan untuk pengembangan dan produksi massal “wahana peluncur berkecepatan tinggi” untuk mempertahankan pulau-pulau terpencil, termasuk Okinawa dan pulau-pulau terluar dekat Taiwan di Laut China Timur.
Jepang telah mengalihkan pertahanannya dari timur laut ke barat daya Jepang di tengah meningkatnya ketegangan AS-China atas Taiwan. Invasi Rusia ke Ukraina dan peningkatan kerja sama militer antara Moskow dan Beijing, serta kemajuan rudal dan senjata nuklir Korea Utara telah mendorong dorongan Tokyo untuk membangun militernya. (AFP/AP)