Jepang dan China bermusuhan semasa Perang Dunia II. Perjanjian normalisasi yang berjalan selama 50 tahun tak otomatis membuat hubungan bilateral kedua negara itu mulus, bahkan kerap bertentangan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
TIANJIN, KAMIS — Dua pejabat tinggi pemerintahan China dan Jepang bertemu di Tianjin, China bagian utara. Dalam rapat selama tujuh jam itu, mereka membicarakan hubungan bilateral kedua negara serta perkembangan politik di kawasan. Isu mengenai kestabilan di Selat Taiwan menjadi topik utama, dilanjutkan dengan persoalan sengketa di sejumlah wilayah perairan di antara China dan Jepang.
Pertemuan itu terjadi di tengah masih panasnya situasi di kawasan Asia Timur. Pada Kamis (18/8/2022), Amerika Serikat dan Taiwan secara resmi memulai perundingan perdagangan bilateral dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi saat tekanan China terhadap Taiwan meningkat.
Dalam pertemuan tersebut, Beijing diwakili Yang Jiechi, Direktur Kantor Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China. Adapun lawan bicaranya dari Tokyo adalah Sekretaris Jenderal Sekretariat Kemananan Nasional Jepang Takeo Akiba.
Jepang dan China memiliki hubungan sejarah selama 2.000 tahun. Mereka sempat bermusuhan semasa Perang Dunia II. Akan tetapi, setelah itu ada perjanjian normalisasi hubungan yang sudah berjalan selama 50 tahun. Hal ini tidak membuat hubungan bilateral otomatis mulus. Jepang merupakan sekutu dari Amerika Serikat dan kerap bertentangan pendapat dengan China.
Pada awal Agustus, Jepang mengkritisi latihan militer China di Selat Taiwan. Latihan itu wujud kemarahan Beijing terhadap Washington karena Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan. Langkah itu dianggap China melanggar kesepakatan Satu China yang mengatakan Taipei berada di bawah pemerintahan Beijing.
Dalam latihan militer itu, lima rudal China jatuh ke wilayah yang diklaim Jepang sebagai zona ekonomi eksklusif. China melawan argumen itu dengan mengatakan bahwa wilayah perairan itu masih dipersengketakan oleh mereka berdua.
Sikap tidak bersahabat China dan Jepang juga tampak dalam pertemuan para menteri luar negeri Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bersama 18 negara mitra wicara di Phnom Penh, Kamboja, pada 2-5 Agustus 2022. Menteri Luar Negeri China Wang Yi membatalkan semua agenda bilateral dengan Jepang karena kelompok G7 mengkritik latihan militer China di Taiwan. Dalam rapat forum regional, Wang Yi dan Menlu Rusia Sergey Lavrov meninggalkan ruangan ketika Menlu Jepang Toshimasa Hayashi berpidato.
Dilansir dari kantor berita nasional China, Xinhua, Yang Jiechi menyampaikan kritik atas sikap Jepang yang seolah-olah mendukung kemerdekaan Taiwan. ”Jepang menyepakati Satu China. Oleh sebab itu, hendaknya jangan mau ditarik-tarik oleh pihak asing agar mengikuti agenda mereka,” kata Yang menyindir kedekatan Jepang dengan AS.
Ia menuturkan, Jepang sebagai negara merdeka, sahabat, sekaligus tetangga dekat China semestinya memiliki landasan yang kuat dalam menjalankan hubungan bilateral, misalnya prinsip Satu China. Relasi kedua negara idealnya berlandaskan kerja sama, pembangunan kesejahteraan di kawasan, dan berbagai isu pragmatis lainnya. Jangan sampai hubungan itu dipengaruhi pandangan politik negara lain yang mungkin tidak sesuai di kawasan.
Beberapa pekan sebelum bertemu Yang, Akiba bertemu dengan Penasihat Keamanan Gedung Putih Jake Sullivan. Dalam pernyataan bersama, mereka mengutarakan kecaman terhadap Rusia atas penyerangan ke Ukraina. Akiba dan Sullivan juga mengatakan agar Selat Taiwan menjadi lokasi strategis di kawasan yang harus dipastikan keamanan dan kestabilannya.
Akiba menuturkan kepada Yang bahwa Jepang mengkhawatirkan perilaku China yang semakin asertif di perairan kawasan. Hal itu tidak hanya diperlihatkan di Selat Taiwan, tetapi juga di wilayah sengketa yang disebut sebagai Kepulauan Senkaku oleh Jepang atau Kepulauan Diaoyu oleh China. Beijing semakin sering mengirim kapal-kapal militer memasuki perairan itu. Kedua belah pihak menyepakati bahwa perlu pertemuan-pertemuan lanjutan untuk membahas masalah bilateral mereka.
Jepang dan China sama-sama melakukan latihan militer. Setelah menyelesaikan latihan militer sebagai reaksi atas kedatangan Pelosi ke Taiwan, dua hari lalu China mengumumkan akan melakukan latihan militer lebih besar lagi pekan depan. Alasannya, ada lima senator AS yang akan berkunjung ke Taiwan. Komando Palagan Timur Tentara Pembebasan Rakyat China mengeluarkan keterangan pers bahwa latihan itu akan lebih besar daripada sebelumnya.
Sementara pada 8-14 Agustus, Jepang bersama AS dan Korea Selatan juga melakukan latihan militer bersama di Negara Bagian Hawaii. Operasi Naga Pasifik itu bertujuan untuk menangkal serangan rudal dari Korea Utara dan China.
Kantor berita Jepang, Kyodo, melaporkan, pekan depan, Ketua Dewan Penasihat Parlemen Jepang untuk Hubungan Jepang-Taiwan Keiji Furuya juga akan datang ke Taiwan. Belum diketahui apakah delegasinya akan beranggotakan legislator Jepang atau tidak. Jika anggota legislatif Jepang datang, ini akan dibaca sebagai perwakilan Pemerintah Jepang oleh China sehingga berisiko semakin memanaskan hubungan Tokyo-Beijing.
”Tampaknya, Jepang ingin meringankan sebagian tekanan atas Washington dari Beijing. Kemungkinan besar, tidak ada anggota eksekutif ataupun legislatif Jepang yang akan ke Taiwan karena berisiko membuat China melancarkan latihan perang lebih intensif,” kata Direktur Pusat Kajian Taiwan Universitas Fudan di Shanghai, Xin Qiang, kepada surat kabar Global Times. (AP)