Sepanjang Agustus ini, situasi tegang di Selat Taiwan tidak kunjung reda. Amerika Serikat bahkan baru saja mengirim dua kapal tempur melintasi selat selebar 160 killometer itu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TAIPEI, MINGGU – Amerika Serikat mengirim dua kapal perang melintasi Selat Taiwan, Minggu (28/8/2022). Hal ini menambah panjang daftar faktor pemicu ketegangan antara China dan AS selama Agustus saja.
Kedua kapal perang itu adalah USS Antietam dan USS Chancellorsville. Mereka berangkat dari pangkalan militer Armada Ketujuh AS di Yokosuka, Jepang. ”Ini adalah kegiatan rutin Angkatan Laut AS melakukan patroli di Selat Taiwan. Perairan tersebut merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang bebas dilewati kapal berbendera apa pun. AS melaksanakan misi menjaga kestabilan, keamanan, dan keterbukaan wilayah Indo-Pasifik,” demikian keterangan tertulis resmi Armada Ketujuh AS.
Selat Taiwan merupakan perairan selebar 160 kilometer yang memisahkan daratan utama China dengan Taiwan. Dalam prinsip Satu China, Taiwan berada di bawah kekuasaan Beijing, tetapi memiliki pemerintahan yang otonom. Atas dasar itu, Beijing melihat Selat Taiwan sebagai bagian dari kedaulatan China dan bukan ZEE. Perairan internasional, lanjut Beijing, selepas pesisir timur dan selatan Taiwan.
Namun, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 menyepakati bahwa Selat Taiwan merupakan perairan internasional. China, walaupun meratifikasi UNCLOS, terus melakukan kontestasi terhadap aturan ini. Mereka selalu melayangkan protes apabila ada kapal asing, misalnya kapal AS, Kanada, Inggris, dan Jepang, berlayar melewati Selat Taiwan.
”Kami terus mengikuti dan mengawasi pergerakan dua kapal AS ini. Seluruh pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Komando Palagan Timur dalam keadaan siaga kalau-kalau perlu menghadapi provokasi,” kata juru bicara komando tersebut, Kolonel Shi Yi. Butuh delapan hingga 12 jam untuk berlayar melewati Selat Taiwan.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengeluarkan keterangan bahwa kapal itu berlayar ke selatan. Mereka mengatakan, Taiwan mendukung segala upaya menjaga kestabilan Indo-Pasifik dan bahwa sejatinya Selat Taiwan adalah perairan yang bebas dan terbuka.
China sudah hampir satu bulan menggelar latihan militer di sekitar Taiwan. Operasi pertama pada awal Agustus sebagai respons atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei.
Dalam operasi militer itu, pesawat tempur China menembakkan sejumlah rudal. Ada lima rudal yang jatuh ke perairan yang dari pihak Jepang dianggap sebagai ZEE negara itu. Sementara China menganggap, perairan itu tidak bisa disebut sebagai ZEE Jepang karena masih dalam status sengketa dengan China.
China kemudian melanjutkan latihan militer setelah AS kembali mengirim lima senator ke Taiwan. Ketegangan tak berhenti di situ. Pada Kamis (25/8), Senator Marsha Blackburn dari Komite Perdagangan dan Pertahanan Senat AS bertandang ke Taiwan.
Artinya, pada Agustus ini, sudah tiga kali pejabat aktif pemerintahan AS ke Taiwan. Gedung Putih berdalih bahwa pemerintah eksekutif tidak bisa melarang tindakan legislatif. Sementara China menilainya sebagai provokasi.
Dilansir dari kantor berita Jepang, Kyodo, latihan militer kali ini mencapai perairan Kepulauan Nansei yang merupakan bagian dari Okinawa. Armada PLA juga tampak bergerak menuju perairan yang mencakup bagian dari Kyushu.
”Memang militer AS masih unggul, tetapi dari latihan-latihan militer China ini menunjukkan PLA mengalami perkembangan pesat. Mereka mempunyai kemampuan mengoordinasi pasukan darat, laut, dan udara. Mereka juga memiliki rudal jarak jauh,” kata mantan penasihat Departemen Pertahanan AS, James Schoff, yang kini menjadi pengamat militer internasional.
Schoff menjelaskan, terlepas dari segala keunggulan AS dan sekutu, sulit sekali melawan PLA jika terjadi perpecahan konflik. Hal ini senada dengan perkataan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Ia berniat memutakhirkan Strategi Keamanan Nasional Jepang. Tokyo memerlukan setidaknya 1.000 rudal jarak jauh, di samping rudal antibalistik, untuk mempertahankan diri dari serangan Beijing. (AP/REUTERS)