Latihan Militer di Asia Timur Makin Intensif, Semua Siaga Ancaman Konflik Terbuka
Asia Timur terus menghangat. China dan Korea Selatan melakukan latihan perang secara terpisah, sementara politisi AS berdatangan ke Taiwan.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
SEOUL SENIN — Situasi di Asia Timur terus menghangat oleh latihan perang bangsa-bangsa di kawasan itu. Korea Selatan dan China sama-sama menggelar latihan perang, Senin (22/8/ 2022). Suasana di kawasan itu semakin hangat dengan lawatan politisi Amerika Serikat yang terus mengalir ke Taiwan.
Setelah tertunda akibat pandemi Covid-19, Seoul kembali menggelar latihan Ulchi Freedom Shield (UFS). Seperti tahun-tahun sebelumnya, UFS digelar Korsel bersama Amerika Serikat. Dengan UFS, AS menggelar tiga latihan perang di Indo-Pasifik selama Agustus. Angkatan Udara AS tengah mengikuti ”Pitch Black” di Australia. Sebelum itu, seluruh matra militer AS ikut ”Perisai Garuda” di Indonesia.
Digelar sampai 1 September 2022, UFS melibatkan 480.000 personel dari AS dan Korsel. Bukan hanya militer, Korsel juga melibatkan anggota pertahanan sipil. Skenario latihannya termasuk ledakan reaktor nuklir, pengeboman pabrik semikonduktor, dan serangan pada jaringan perbankan. Ada pula latihan menanggulangi terorisme di bandara, stasiun, dan pelabuhan.
”Kalau ada perang dengan Korea Utara, bentuknya pasti hibrida. Kami harus bersiap pada segala kemungkinan,” kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Korsel yang enggan diungkap identitasnya.
Pabrik semikonduktor menjadi perhatian karena peran vitalnya pada perekonomian Korsel dan global. Korsel menjadi pemain terbesar kedua di pasar semikonduktor global. Peringkat pertama ditempati Taiwan.
Latihan dibagi dua tahap. Pada tahap pertama, skenarionya ada serangan dari utara dan Korsel berusaha mempertahankan Seoul. Sementara di tahap kedua, latihan dipusatkan pada upaya serangan balik.
Pekan lalu, sebagaimana dilaporkan kantor berita China, Xinhua, Pyongyang sudah mengecam rencana latihan tersebut. Pyongyang menuding latihan itu sebagai persiapan Korsel dan AS menyerbu Korut.
Selepas kecaman itu, Pyongyang menembakkan dua rudal pada 17 Agustus 2022. Uji coba itu merupakan yang keempat selama Presiden Korsel Yoon Suk Yeol menjabat. Rudal terbaru ditaksir bisa menjangkau hingga 1.500 kilometer.
Lawatan
Tak hanya menggelar latihan, AS juga terus bermanuver lewat kunjungan pejabatnya ke Taiwan. Setelah sejumlah anggota Kongres, giliran Gubernur Indiana Eric Holcomb bertandang di Taiwan. Dalam lawatan empat hari itu, politisi Republikan itu antara lain diterima Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Holcomb dan rombongannya juga menemui perwakilan pebisnis di sana.
Holcomb mengatakan, Indiana ingin meningkatkan hubungan dagang dengan Taiwan. Lewat muhibah itu, Indiana berharap transaksi dengan Taiwan semakin bertambah. Lawatan itu terjadi sepekan setelah Pemerintah AS mengumumkan akan memulai perundingan dagang dengan Taiwan.
Politisi AS dari Partai Demokrat dan Republik sama-sama menunjukkan keinginan bertandang ke Taiwan. Kemarahan China atas lawatan itu malah membuat mereka semakin bersemangat datang ke Taiwan. Para pendukung kedua partai juga cenderung menyokong lawatan-lawatan itu.
Pamer kekuatan
Peneliti Liaoning Academy of Social Sciences, Lü Chao, mengatakan, UFS bukan hanya menyasar Korut. UFS bagian upaya AS menunjukkan kekuatan di Indo-Pasifik. ”Latihan itu merupakan bagian dari upaya menakuti China,” ujarnya kepada media China, Global Times.
Lu menuding AS akan memanfaatkan UFS untuk mengerahkan kapal induk dan pesawat pengebom. ”China harus berhati-hati sekaligus teguh di tengah ketegangan di sekitar Taiwan,” ujarnya.
Peringatan tersebut tidak lepas dari fakta sampai sekarang AS belum menunjukkan reaksi atas rangkaian latihan perang China sejak 4 Agustus 2022. Dalam rangkaian itu, China menggunakan rudal dan roket asli.
Hal ini antara lain dilakukan dalam latihan pada Senin kemarin. Otoritas maritim Zhejiang mengumumkan penutupan wilayah udara dan perairan Zhejiang gara-gara latihan itu. Wilayah udara dan perairan Zhejiang terletak di antara Taiwan-Jepang-Korsel.
Hingga tiga pekan China latihan, AS belum menunjukkan reaksi keras seperti dilakukan pada 2,5 dekade lalu. Dulu, AS mengerahkan dua gugus tempur laut yang melibatkan dua kapal induk setelah China menembakkan enam rudal ke arah Taiwan. Dari enam rudal itu, satu tidak berhasil menunjukkan kekuatan. Pengerahan tersebut membuat China menghentikan latihan perangnya.
Kini, AS menahan armadanya jauh dari China. Bahkan, kapal induk AS ditarik dari selatan Taiwan menjadi ke arah Jepang. Dibandingkan pada 1995, China memang menunjukkan kemajuan serius.
Total 16 rudal ditembakkan ke arah Taiwan dan Jepang. Sebagian rudal melintasi Taiwan dan jatuh di timur pulau tersebut. Selain itu, roket dalam jumlah tidak terhitung juga ditembakkan China sampai mendekati daratan Taiwan.
Pengamat militer China, Song Zhongping, mengatakan, UFS perlu dilihat dalam kerangka upaya AS membangun aliansi militer di Asia. Selama bertahun-tahun sudah jelas Washington berusaha membangun aliansi dengan Seoul dan Tokyo. Dalam pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada Juni lalu, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Presiden Yoon hadir. ”Sekarang (UFS) memang hanya diikuti AS-Korsel. Ke depan, bukan tidak mungkin Jepang akan ikut,” katanya.
Song mengingatkan, perkembangan di Taiwan dan Semenanjung Korea sama-sama perlu diperhatikan China. Keamanan China akan terimbas jika ada konflik terbuka di Semenanjung Korea.
Sementara dalam rapat kabinet pada Senin, Yoon menyebut kesiapsiagaan sektor pertahanan dan keamanan Korsel perlu terus dijaga pada aras tinggi. ”Kita ikut latihan ini sebagai kesiapan mempertahankan pemerintahan tetap berjalan, militer bisa beroperasi, dan keselamatan rakyat bisa dijamin dalam kondisi apa pun,” tuturnya, sebagaimana dikutip kantor berita Yonhap.
Korsel perlu mengikuti latihan perang yang mendekati situasi asli. Hal itu memastikan Korsel benar-benar siap seandainya perang benar-benar terjadi. (AFP/REUTERS)