Myanmar termasuk pembuat dan peratifikasi Deklarasi ASEAN tahun 2012. Deklarasi ini menegaskan bahwa peradilan yang transparan adalah keharusan bagi penegakan hukum di kawasan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecaman bermunculan dari berbagai pihak setelah junta militer Myanmar mengumumkan telah mengeksekusi empat pegiat prodemokrasi Myanmar. Para pegiat ini ditahan dan divonis mati tanpa melalui prosedur pengadilan yang transparan.
Dari Indonesia, kecaman dilontarkan oleh Perwakilan Indonesia untuk Komisi Hak Asasi Manusia Antarpemerintah ASEAN, Yuyun Wahyuningrum, di Jakarta, Senin (25/7/2022). ”Eksekusi keempat pegiat atas tuduhan terorisme ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Keempat orang yang dieksekusi itu adalah mantan anggota DPR pemerintahan Liga Demokrasi Nasional (NLD) sekaligus bintang rap Phyo Zeya Thaw, aktivis veteran pergerakan mahasiswa tahun 1988 Kyaw Min Yu yang lebih dikenal dengan sapaan Ko Jimmy, Hla Myo Aung, dan Aung Thura Zaw.
Dua pegiat terakhir divonis mati atas tuduhan membunuh seorang informan junta. Adapun Zeya Thaw dan Ko Jimmy dituduh menyebarluaskan narasi antijunta serta mendalangi sejumlah serangan ke markas junta ataupun fasilitas negara.
Pengadilan dilakukan secara rahasia, baik jadwal maupun lokasinya. Vonis mati dijatuhkan pada Januari 2022. Mereka semua mengajukan banding pada April, tetapi junta melarang setiap pegiat ini menyewa pengacara. Junta sebagai pelaksana pemerintahan tidak menyediakan tim pembela.
”Tanggal 21 Juni AICHR menggelar rapat ke-35 dan kami telah meminta junta untuk menghentikan rencana eksekusi karena tidak melalui sistem peradilan yang terbuka dan berkeadilan,” kata Yuyun.
Ia mengingatkan, Myanmar termasuk pembuat dan peratifikasi Deklarasi ASEAN tahun 2012. Deklarasi ini menegaskan bahwa peradilan yang transparan adalah keharusan bagi penegakan hukum di kawasan.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang memegang keketuaan ASEAN tahun 2022 juga sudah bersurat kepada Pemimpin Junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. Isi suratnya memohon junta menangguhkan vonis mati untuk keempat pegiat tersebut. Akan tetapi, surat itu tidak digubris.
Berdasarkan data Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAP), eksekusi terakhir di Myanmar dilaksanakan tahun 1988. Hal ini yang membuat istri Zeya Thaw, Thazin Nyunt Aung, sempat berusaha optimistis suaminya maksimal mendekam di tahanan seumur hidup.
”Saya mengetahui kabar Zeya Thaw dieksekusi dari media sosial dan media junta pada Senin ini. Saya tidak percaya ini benar-benar terjadi,” tuturnya kepada BBC.
Nyunt Aung masih berada di persembunyian. Menurut dia, junta kemungkinan mengeksekusi keempat tahanan politik itu akhir pekan lalu. Media-media projunta tidak mengungkit kejelasan hari eksekusi.
Dilansir dari The Irawaddy, media prodemokrasi Myanmar yang dibentuk di pengasingan di Thailand, eksekusi dilaksanakan di Penjara Insein, Yangon. Para tawanan ini dijatuhi hukuman gantung. Pada Jumat (22/7/2022), mereka diizinkan mengontak keluarga atau orang terkasih melalui sambungan telepon ataupun video.
Junta tidak memberi tahu tawanan ataupun keluarga mereka bahwa waktu eksekusi telah dekat. Akan tetapi, pihak keluarga keempat pegiat ini curiga karena tiba-tiba ada pengumuman di media junta mengenai izin jadwal telekomunikasi dengan para tawanan. Junta kemudian mengatakan, waktu eksekusi masih jauh sehingga keluarga mengira ada harapan untuk lanjut banding.
”Tindakan ini tidak bisa dimaafkan dan kami semakin bertekad menggulingkan rezim junta. Mereka harus membayar perbuatan ini secara legal,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) U Moe Zaw Oo kepada The Irawaddy. NUG adalah pemerintahan bayangan yang dibentuk guna melawan junta.