Australia dilanda banjirlagi. Harus ada mitigasi yang cepat dan tepat untuk menangani berbagai bencana alam akibat krisis iklim.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
SYDNEY, RABU – Sebagian wilayah Sydney, kota terbesar di Australia masih direndam banjir. Sebanyak 50.000 warga diminta untuk mengevakuasi diri. Australia semakin terbebani fenomena alami yang diperparah dampak perubahan iklim. Harus ada tindakan yang cepat dan nyata untuk memitigasi alam yang kian tidak ramah.
“Jangan keluar rumah jika tidak darurat. Bagi mereka yang tinggal di titik-titik berbahaya, harap segera meninggalkan rumah dan menuju posko evakuasi,” kata Menteri Utama New South Wales Dominic Perottet di Sydney, Selasa (5/7/2022).
Pemerintah News South Wales memetakan ada 23 titik berbahaya di negara bagian itu. Di Sydney saja, tim tanggap darurat melakukan 100 tindakan penyelamatan untuk mengevakuasi warga yang terjebak banjir, baik di rumah maupun di dalam kendaraan. Pemerintah meminta 50.000 orang yang tinggal di titik-titik berbahaya untuk segera mengevakuasi diri. Jumlah ini meningkat dari Senin, yaitu 32.000.
Sydney didera hujan deras selama beberapa hari berturut-turut. Ketinggian air di beberapa tempat mencapai 20 sentimeter dalam 24 jam. Ketinggian ini 17 persen lebih banyak dibandingkan curah hujan rata-rata tahunan. “Kita benar-benar menghadapi cuaca ekstrem, baik karena fenomena alami maupun dampak dari kerusakan alam akibat perbuatan manusia,” kata Jonathan How dari Badan Meteorologi Australia.
Fenomena alam yang mengakibatkan curah hujan besar adalah La Nina. Fenomena ini membuat suhu di Samudera Pasifik mendingin sehingga meningkatkan kelembaban di timur Australia. Sementara itu, suhu di Samudera Hindia juga menurun dan membuat lembab Australia sebelah barat. Selain itu ada pula pergerakan angin dari selatan yang membawa hawa dingin dari Laut Tasman ke timur Australia.
Suhu di pesisir Australia relatif hangat, yaitu 21-23 derajat celcius. Hawa dingin dari selatan, timur, dan barat ini kemudian mengembun dan turun sebagai hujan. Kota-kota pesisir seperti Sydney dan Brisbane menjadi langganan banjir bandang. Pembangunan yang pesat dan bertambahnya jumlah warga membuat kerusakan akibat banjir menjadi semakin besar.
Badan Meteorologi mencatat, suhu Australia naik 1,5 derajat celcius sejak tahun 1910. Hal ini mengakibatkan berbagai cuaca ekstrem. Di musim hujan terjadi banjir bandang. Adapun di musim kemarau terjadi kebakaran hutan dan lahan selama berhari-hari.
Ahli teknik lingkungan Kalus Jehnk ketika berbicara dengan surat kabar Washington Post menjelaskan bahwa banjir sangat mengancam kelanjutan hidup manusia. “Persediaan air bersih menjadi berkurang drastis. Banjir juga merusak sarana-sarana pengolahan limbah dan penyaringan air. Kalau ini terus dibiarkan, warga Australia tidak punya air layak minum dan mandi,” ujarnya.
Biaya menangani banjir di Australia juga semakin mahal. Pada bulan Februari-Maret lalu, terjadi banjir di Queensland dan News South Wales. Dewan Asuransi Australia (ICA) mencatat, setelah bencana usai, ada 197.000 klaim asuransi yang diajukan warga maupun perusahaan. Total, asuransi harus membayar ganti rugi sebesar 3,35 miliar dollar Australia.
ICA meminta agar pemerintah menyiapkan rancangan terintegrasi mitigasi bencana. Di dalamnya mencakup pembangunan kota tahan bencana. Setidaknya, ini membutuhkan biaya federal sebesar 200 juta dollar Australia per tahun dan diperlukan untuk lima tahun mendatang. Biaya ini guna menyiapkan sarana dan prasarana mitigasi bencana. Sebagai gambaran, dalam 16 bulan terakhir, kota Sydney sudah empat kali banjir.
Perdana MenteriAustralia Anthony Albanese berjanji mempertimbangkan saran tersebut. Albanese dari Partai Buruh berkoalisi dengan Partai Hijau. Kampanye politik mereka menitikberatkan kepada komitmen mitigasi perubahan iklim, baik di dalam negeri maupun luar negeri. (AP)