Isu Pangan Global Bagian dari Proses Perdamaian Ukraina-Rusia
Beberapa kalangan mempertanyakan keberhasilan misi damai Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Pemerintah berpandangan, pengutamaan isu pangan global merupakan bagian dari proses perdamaian.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketersediaan pangan global merupakan hal yang diutamakan Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Ukraina dan Rusia. Terkait ketersediaan pangan itu ada harapan agar gandum dan pupuk dapat keluar dari negara yang kini sedang berperang tersebut ke global sehingga ketahanan pangan dunia dapat terjaga.
”Nah, tentu (ketahanan pangan global yang terjaga) itu menjadi bagian dari proses perdamaian. Dan, proses perdamaian, kan, sebuah proses yang berjalan terus, bukan proses yang instan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjawab pertanyaan media di halaman kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/7/2022).
Nah, tentu (ketahanan pangan global yang terjaga) itu menjadi bagian dari proses perdamaian. Dan, proses perdamaian, kan, sebuah proses yang berjalan terus, bukan proses yang instan.
Ketika ditanya terkait indikator terukur ketahanan pangan global, Airlangga menuturkan bahwa hal itu akan dilihat dari bagaimana produk-produk seperti gandum dan pupuk nantinya dapat keluar dari Ukraina dan Rusia. Kunjungan Kepala Negara ke Ukraina dan Rusia pun dinilai merupakan awal yang baik.
”Tidak ada pemimpin negara yang diterima kedua belah pihak dalam waktu dekat. Ini hanya Bapak Presiden, Bapak Jokowi. Jadi, menunjukkan bahwa kedua pemimpin yang sedang bertikai (yakni Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin) menerima kehadiran Bapak Presiden Jokowi,” kata Airlangga.
Senada, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa salah satu tujuan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia agar pasokan pangan, terutama gandum, di dunia lancar. ”(Kondisi ketersediaan pangan global selama ini) sampai (menjadikan) India memboikot (pengiriman gandum) karena keperluan dalam negerinya, tetapi sekarang sudah mulai membuka,” ujarnya.
Zulkifli menuturkan, dirinya akan menemui asosiasi importir gandum. Hal ini untuk mengetahui hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperlancar arus gandum dan dapat menekan kenaikan harga sedemikian rupa.
Secara terpisah, sebelumnya, Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas dalam seminar daring ”Harapan dari Misi Perdamaian Jokowi” yang diselenggarakan Universitas Paramadina-LP3ES, Minggu (3/7/2022) petang, berpendapat bahwa peran dan misi damai Indonesia tak bisa dilepaskan dari mandat Presidensi G20 Indonesia. Kepemimpinan di G20 kali ini menghadapi kondisi dunia yang sedang mengatasi dampak pandemi Covid-29 dan konflik Ukraina-Rusia.
Namun, agresi Rusia pada Ukraina bukan yang pertama. Tahun 2014, sudah pernah terjadi khususnya di Crimea dan penembakan pesawat Malaysia Airlines. Akibatnya, Rusia sudah dihukum dan dikeluarkan dari G8 yang kini menjadi G7. Akibat agresi kali ini, Dewan Keamanan PBB sesungguhnya sudah mengeluarkan resolusi, tetapi diveto Rusia. Adapun di Sidang Umum PBB, mayoritas anggota PBB mendukung penghentian kekerasan. Namun, di Sidang Umum ini, Rusia kembali menolak dan tiga negara lain abstain.
Misi damai Indonesia dalam pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin, menurut Shiskha, tak lepas dari politik luar negeri bebas aktif, amanat konstitusi Indonesia, ditambah memiliki mandat PBB sebagai bagian dari global crisis respon group dan memegang Presidensi G20.
Namun, dalam penilaian Eksekutif Emerging Indonesia Project Joko Susanto, misi perdamaian ini semestinya dilanjutkan dengan upaya memfasilitasi dialog Ukraina, Rusia, ataupun Amerika Serikat yang berada di belakang Ukraina. Selain itu, Presiden Jokowi dinilai belum menyentuh kepentingan mendasar Rusia. Berbeda ketika dari Ukraina, Presiden Jokowi mengatakan membawa pesan dari Presiden Zelenskyy, tetapi saat di Rusia, tidak ada syarat atau keinginan Rusia yang dikomunikasikan.
”Kunjungan ke Ukraina cukup direspons baik Zelenskyy dan negara-negara Barat, tapi belum cukup menyentuh kepentingan dasar Rusia. Akibatnya, Rusia masih melakukan serangan-serangan ke Ukraina setelah kunjungan Presiden Jokowi,” tutur Joko yang juga pengajar Hubungan Internasional Universitas Airlangga Surabaya.
Kunjungan ke Ukraina cukup direspons baik Zelenskyy dan negara-negara Barat, tapi belum cukup menyentuh kepentingan dasar Rusia. Akibatnya, Rusia masih melakukan serangan-serangan ke Ukraina setelah kunjungan Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, menurut Joko, bila Indonesia ingin memainkan peran sebagai pendorong perdamaian (peace broker), sikap adil dan inklusif diperlukan. Kepentingan semua pihak perlu didengarkan dan dicarikan titik temunya. Ruang dialog perlu betul-betul dibuka. Tanpa itu, perang tak akan berhenti.
Mengingat tujuan lawatan yang disebutkan Presiden Joko Widodo di Bandara Soekarno-Hatta sebelum berangkat ke KTT G7 di Jerman, Ukraina, dan Rusia adalah membuka ruang dialog, menormalkan kembali rantai pasok pangan, serta menghentikan perang, upaya lebih kuat untuk mencari titik temu diperlukan.
Sebagai Ketua G20, lanjut Joko, Indonesia bisa aktif menjadi penyambung lidah kedua belah pihak yang berkonflik, mendorong penyelesaian dengan cara Indonesia yang menghargai kedaulatan, yang tidak pro Barat ataupun pro Timur, tetapi tetap mempunyai kepribadian dan integritas sendiri dalam menjaga perdamaian.
Pertemuan para menteri luar negeri G20 yang akan diselenggarakan pada 7-8 Juli 2022 pekan ini, menurut Joko, bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk terus mendorong perdamaian. Kendati demikian, level peluangnya menjadi lebih rendah ketimbang pertemuan para pemimpin negara sebelumnya. G20 juga umumnya lebih banyak membicarakan pemulihan ekonomi, selain lingkungan.
Sejauh ini, belum ada platform untuk membicarakan penyelesaian konflik di G20. Namun, sebagai tuan rumah, Indonesia bisa menyiapkan itu. Selain itu, lanjut Joko, G20 memiliki tradisi sebagai crisis committee. Pendekatan yang diambil semakin efektif ketika situasi krisis.
Indonesia justru perlu memainkan peran ini, apalagi ini match (sesuai) dengan karakter indonesia dan match dengan kebutuhan dunia. Kapan lagi. Yang penting, jangan terbawa arus rusiapora atau rusiaphobia.
Saat situasi landai, peran G20 malah tidak terlihat. Karena itu, Indonesia bisa menunjukkan kepemimpinan di tengah krisis dan menyiapkan langkah inklusif. ”Indonesia justru perlu memainkan peran ini, apalagi ini match (sesuai) dengan karakter indonesia dan match dengan kebutuhan dunia. Kapan lagi. Yang penting, jangan terbawa arus rusiapora atau rusiaphobia,” ujar Joko.