India Larang Ekspor Gandum, Industri Berharap Negosiasi Antarpemerintah
Stok gandum di kalangan pelaku industri makanan dan minuman diperkirakan bisa bertahan sampai Juni 2022. Pemerintah sedang mempelajari larangan ekspor gandum dan akan membicarakan kebijakan itu dengan Pemerintah India.
Oleh
AGNES THEODORA, HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah India melarang ekspor gandum dinilai menambah ketidakpastian rantai pasok global dan menaikkan harga gandum dunia. Pasokan di dalam negeri Indonesia diperkirakan masih aman hingga sekitar dua bulan ke depan. Pelaku industri berharap pemerintah segera turun tangan dengan cara bernegosiasi dengan India agar mengecualikan larangan ekspor tersebut bagi Indonesia.
Kebijakan larangan ekspor gandum India yang diberlakukan sejak Jumat (13/5/2022) membuat pelaku industri makanan dan minuman dalam negeri khawatir. Pasalnya, larangan ekspor yang dikeluarkan akibat terjangan gelombang panas itu membuat harga gandum dunia naik ke level tertinggi dalam dua bulan terakhir dan semakin menambah biaya input bahan baku yang harus ditanggung produsen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono, Selasa (17/5/2022), menjelaskan, impor gandum dari India ke Indonesia sebenarnya sudah menurun sebelum kebijakan larangan ekspor dikeluarkan produsen gandum kedua dunia itu. BPS mencatat, nilai impor gandum dari India anjlok hingga 94,91 persen secara tahunan.
Pada April 2022, Indonesia mengimpor 2.000 ton gandum dari India, jauh di bawah impor pada April 2021 yang mencapai 55.650 ton. Nilai impor gandum dari India pun turun signifikan secara tahunan, yakni dari 15,34 juta dollar AS pada April 2021 menjadi 780.000 dollar AS pada April 2022.
Namun, meski impor secara langsung dari India tidak terlalu tinggi, dampak kebijakan itu dianggap tetap mengganggu stabilitas harga di dalam negeri. Apalagi, sejak perang Rusia-Ukraina, harga gandum dunia melonjak signifikan. Mengutip data Trading Economics, harga gandum dunia yang biasanya berkisar 7-8 dollar AS per bushel (gantang) meningkat menjadi 12,52 dollar AS per bushel pada Maret 2022.
Sepanjang Maret-Mei 2022, harga gandum sempat turun dan berfluktuasi di kisaran 10-11 dollar AS per bushel. Namun, setelah India melarang ekspor pada akhir pekan lalu, harga gandum dunia kembali melonjak ke 12,47 dollar AS per bushel pada Senin (16/5/2022).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, stok gandum di kalangan pelaku industri makanan dan minuman (mamin) dalam negeri diperkirakan bisa bertahan selama dua bulan sampai bulan Juni 2022. Beberapa perusahaan yang sudah berencana mengimpor bahan baku gandum dari India kini sedang kelimpungan mencari pemasok lain.
Setelah perang Rusia-Ukraina, produsen dalam negeri memang mengandalkan India sebagai pemasok gandum dengan harga terjangkau dibandingkan Australia dan Kanada yang harga gandumnya relatif lebih mahal.
Stok gandum di kalangan pelaku industri makanan dan minuman (mamin) dalam negeri diperkirakan bisa bertahan selama dua bulan sampai bulan Juni.
”Beberapa perusahaan khawatir kalau ekspor benar-benar distop karena berarti industri harus mencari alternatif sumber bahan baku baru. Sementara gandum dari Australia itu sudah hampir penuh, sudah 40 persen lebih dipasok ke Indonesia, dan kalau mau mengandalkan Kanada, harganya lebih mahal,” kata Adhi, Selasa.
Minta pengecualian
Adhi pun berharap ada solusi yang bersifat antarpemerintah (G2G), mengingat Pemerintah India sebenarnya membuka peluang untuk negosiasi pengecualian larangan ekspor tersebut. Syaratnya, ekspor gandum diperbolehkan untuk transaksi yang telah disertai letter of credit (L/C) sebelum tanggal 13 Mei 2022.
”Kami harap ada dukungan pemerintah untuk membuka peluang negosiasi dengan pemerintah India agar larangan itu dikecualikan untuk kita. Seharusnya, beberapa transaksi impor kita juga sudah ada L/C-nya, tetapi ini tetap harus disampaikan pemerintah kita ke Pemerintah India,” kata Adhi.
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Indonesia membeli gandum dari India sekitar sepertiga dari kebutuhan gandum impor untuk dalam negeri. Saat ini, Kementerian Perdagangan pun tengah mempelajari kebijakan larangan ekspor tersebut.
Lutfi memastikan, pasokan gandum di dalam negeri masih aman hingga tiga bulan ke depan. Indonesia juga akan membicarakan larangan ekspor gandum tersebut dengan India.
”Kami memahami India melarang ekspor gandum untuk mengamankan pasokan di dalam negeri. Demi kepentingan nasional, kami berharap larangan itu tidak terlalu lama agar perdagangan internasional tetap berjalan baik,” ujarnya seusai meninjau implementasi program Minyak Goreng Rakyat di Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.
Sementara itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Agus Suyanto mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum memang sangat tinggi. Sebagian besar masyarakat mengonsumsi produk turunan gandum dalam berbagai rupa, dari mi instan, gorengan, hingga roti. Sementara Indonesia sendiri tidak punya kapasitas untuk memproduksi gandum sendiri.
”Sebagai salah satu negara importir gandum terbesar di dunia, tentu jadi pergumulan ketika pasokan gandum dari luar negeri terhambat dan harganya meningkat seperti ini,” kata Agus.
Meski demikian, ia mengatakan, kebutuhan gandum untuk sementara dapat disubstitusikan. Masyarakat Indonesia sebenarnya beruntung karena memiliki berbagai alternatif pangan lain untuk karbohidrat. Meski tak dimungkiri akan memberatkan produsen dan konsumen, kendala bahan baku gandum ini, menurut dia, masih bisa dikelola ketimbang jenis komoditas lain.
”Jadi, ini kembali lagi ke konsumen. Untuk sementara, ini bisa divariasikan agar untuk sementara ketergantungan terhadap produk turunan gandum bisa dikurangi. Industri juga bisa melakukan inovasi, misalnya memproduksi mi instan yang bahan bakunya dari jenis tepung lain selain terigu (yang terbuat dari gandum),” katanya.