Momen ”Vivere Pericoloso” Presiden Joko Widodo
Tanpa mengenakan rompi antipeluru, Presiden Jokowi menembus wilayah perang Ukraina dan Rusia. Perjalanan penuh risiko itu dilalui Presiden sebagai ikhtiar membuka dialog Kyiv-Moskwa demi satu misi: perdamaian.
Lawatan Presiden Joko Widodo ke empat negara selama satu pekan berakhir sudah. Membawa misi perdamaian, Kepala Negara menyempatkan berkunjung ke Kyiv (Ukraina) dan Moskwa (Rusia) setelah menghadiri KTT G7 di Jerman. Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, disinggahi sepulang dari Moskwa, dengan hasil penandatanganan kerja sama bilateral di berbagai bidang.
Sabtu (2/7/2022) pagi, pesawat Garuda Indonesia GIA-1 yang membawa Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Ketibaan Presiden di Tanah Air disambut oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan pejabat lainnya.
Dari rangkaian agenda lawatan satu pekan itu, perjalanan pulang pergi dari Polandia, tempat transit Presiden, ke Ukraina pada Selasa-Rabu (28-29/6/2022) bisa dibilang berisiko tinggi. Begitu pula perjalanan dari Polandia menuju Rusia berisiko tinggi. Hal ini tentu tak lepas dari fakta bahwa wilayah Ukraina dan Rusia, selama empat bulan lebih terakhir, menjadi mandala yuda alias medan pertempuran.
Terlebih di masa perang, semua pun kiranya mafhum dengan kiasan ”peluru tidak memiliki mata”. Berbagai kemungkinan dan dinamika dapat terjadi dalam kondisi darurat seperti perang. Secara tersirat, kondisi ini dapat ”dideteksi” dari baris terakhir salah satu rilis Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden.
Tertulis dalam rilis dengan penanda tempat dan waktu Rzeszow, 28 Juni 2022, tersebut, ”Pengaturan agenda kunjungan Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Jokowi beserta rombongan terbatas ke Ukraina tentu sudah dipersiapkan sangat matang, tetapi tentu saja pengaturan tersebut bersifat fleksibel menyesuaikan setiap dinamika kondisi di lapangan”. Kalimat bernada datar, tetapi tak urung mendebarkan bagi yang mencermati substansi dan nuansanya.
Kereta Luar Biasa disiapkan Pemerintah Ukraina untuk menjemput dan mengantar Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana beserta rombongan terbatas dari dan kembali ke Polandia. Berangkat dari peron 4 Stasiun Przemysl Glowny di kota Przemyl, Polandia, mereka melakukan perjalanan selama 11 jam menuju peron 1 Stasiun Central Kyiv di Ukraina.
Pengaturan agenda kunjungan Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Jokowi beserta rombongan terbatas ke Ukraina tentu sudah dipersiapkan sangat matang, tetapi tentu saja pengaturan tersebut bersifat fleksibel menyesuaikan setiap dinamika kondisi di lapangan.
Melalui foto dan video yang dikirim BPMI Sekretariat Presiden, publik di Tanah Air akhirnya dapat ikut menyaksikan ruang dalam kereta yang dinaiki Presiden dan Ibu Negara. Dinding, atap, dan gorden mewah berwarna dominan kuning dan keemasan yang melapisi interior kereta terasa sangat mencolok mata. Warna itu mengingatkan pada salah satu unsur warna bendera Ukraina.
Pengamat militer Connie Rahakundini pada acara Satu Meja The Forum yang disiarkan Kompas TV, Rabu (29/6/2022) malam, menuturkan bahwa pada awalnya dia merasa khawatir dengan perjalanan Presiden Jokowi ke Kyiv. Sebelum Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berangkat ke Jerman, Connie sempat berhubungan lewat telepon.
”Saya tekankan harapan saya bahwa Presiden Jokowi itu tidak mengarah ke Kyiv. Tetapi, beliau (Menlu Retno) bilang, ’Enggak, Bu Connie, semua sudah betul-betul diatur’. Nah, kemudian, ketika saya lihat dari keretanya, kalau orang, kan, cuma lihat mewah gordennya, kalau saya enggak lihat itu,” ujar Connie.
Pengamanan
Connie meyakini, di balik gorden itu dipasang ragam peranti atau sistem pengaman sehingga perjalanan kereta yang dinaiki Presiden selama belasan jam itu dapat berjalan aman. ”Kenapa (awalnya) saya khawatir dan terus kontak dengan Ibu Menlu? (Hal tersebut) karena Ukraina ini, menurut saya, menjadi mandala perang yang aneh,” ujarnya.
Keanehan medan pertempuran ini karena yang terjadi di dalamnya bukan semata antara Rusia dan Ukraina, melainkan juga beberapa negara melawan Rusia. Selain itu, ada pula aktor lain yang bisa bermain, seperti Neo Nazi. ”Atau, mungkin, some crazy people yang bisa bergerak atas nama dirinya sendiri atau apa pun itu,” katanya.
Baca juga: Menggunakan Kereta, Presiden Jokowi ke Kyiv
Connie menuturkan, dengan segala respek terhadap keberangkatan 39 personel Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), kelengkapannya adalah senjata ringan. ”Jadi, hal yang saya khawatirkan dari awal itu artileri berat, misil jarak jauh, misil presisi. Kemudian yang paling menyeramkan sebenarnya, kalau kita lihat dari perang ini, kadang-kadang alatnya sederhana, (yakni) drone yang bisa dibeli di mal, tetapi dibekali bom,” katanya.
Risiko ancaman tersebut mesti diperhitungkan cermat. Namun, ketika melihat Presiden Jokowi juga dikawal pendamping setempat —selain Paspampres —dengan kelengkapan senjatanya, kekhawatiran mulai berkurang. Pengawalan menjadi lebih aman karena di dalam rombongan juga ada pejabat-pejabat tinggi setempat.
Saat ditanya, dari perspektif keamanan, terkait keikutsertaan Nyonya Iriana mendampingi Presiden Jokowi ke Kyiv, Connie mengatakan, pesan yang hendak disampaikan kepada publik adalah Iriana mendukung suaminya di mana pun dia berada. Keikutsertaan Iriana juga menenangkan karena dalam perjalanan itu dibawa pula seorang Ibu Negara. ”Tetapi, pasti sudah dipertimbangkan dengan begitu baik (alasan) kenapa Ibu Negara ikut ke Kyiv,” katanya.
Terkait langkah berani Presiden Jokowi menemui dua pihak yang bertikai, Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib, melalui rilis, beberapa waktu lalu, pun mengingatkan agar faktor keamanan benar-benar dihitung. Setidaknya ada tiga risiko keamanan yang mesti diwaspadai Paspampres dan komunitas intelijen Indonesia.
Ancaman pertama adalah risiko collateral war atau dampak tak disengaja saat kunjungan. Ini karena Kyiv masih menjadi sasaran Rusia sehingga bukan tidak mungkin kunjungan Presiden Jokowi bersamaan dengan serangan pesawat tempur atau rudal jarak jauh.
Baca juga: Misi Jokowi ke Ukraina-Rusia Jadi Momentum Tinggalkan Sikap "Inward Looking"
Ancaman risiko kedua datang dari pihak gelap yang tidak ingin kunjungan berhasil. ”Ini juga harus diwaspadai karena di medan perang, anonym army atau pasukan gelap bisa saja beroperasi. Mereka berupaya mempermalukan Ukraina sebagai tuan rumah,” kata Ridlwan.
Adapun ancaman risiko ketiga adalah saat kunjungan ke Moskwa, Rusia. Otoritas Rusia harus benar-benar menjamin keamanan Presiden Jokowi dari pihak-pihak anti-Rusia yang tidak ingin hubungan Indonesia-Rusia berjalan baik.
Persiapan dan kesiapan
Namun, Ridlwan pun menuturkan keyakinannya bahwa tim pengamanan gabungan yang terdiri dari Direktorat B Bais, Direktorat 1 Luar Negeri BIN, Paspampres, dan berbagai dukungan tim lainnya mampu membuat kunjungan bersejarah Presiden Jokowi berjalan lancar.
Deputi Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan, persiapan perjalanan Kepala Negara kali ini memang tidak dilakukan tiba-tiba. Setidaknya lima pekan sebelum keberangkatan, tepatnya setelah menyampaikan belasungkawa kepada Presiden Uni Emirat Arab Mohamed bin Zayed pertengahan Mei 2022, Presiden sudah memerintahkan Menlu Retno untuk mempersiapkan lawatan ke Ukraina dan Rusia.
”Lalu rapat rutin, bisa seminggu dua sampai tiga kali (rapat),” kata Bey.
Rapat yang demikian kerap diperlukan karena perjalanan ini bukan hanya mengunjungi satu negara, melainkan empat dan satu negara transit. Jerman, Ukraina, Rusia, dan Uni Emirat Arab, serta Polandia untuk transit. Apalagi, Ukraina sedang dalam keadaan perang. Karena itu, keamanan di jalur menuju Kyiv perlu diperhitungkan betul.
Beberapa personel perangkat Presiden pun berangkat ke Polandia sejak awal Juni untuk memantau kondisi. Kedutaan Besar RI di berbagai negara terkait juga dilibatkan untuk persiapan.
Untuk kehadiran Presiden di KTT G7 saja, reservasi sekitar 60 kamar hotel diperlukan. Masalahnya, lokasi KTT G7 berada di Schloss Elmau, yakni di kota pegunungan yang jaraknya sekitar 105 kilometer dari Muenchen, kota besar terdekat. Mereservasi sekian banyak kamar di saat ada event besar tentu tak mudah. Akhirnya, Presiden dan rombongan menginap di Muenchen. Presiden Jokowi sendiri ke lokasi KTT G7 menggunakan helikopter Sikorsky.
Perjalanan dari Polandia ke Ukraina tantangannya berbeda lagi. Komandan Paspampres Mayor Jenderal (TNI) Tri Budi sebelum perjalanan menjelaskan, latihan penyelamatan dari kereta, stasiun, di jalan, ataupun teknis untuk mengevakuasi di saat kondisi terburuk sudah dilakukan sejak beberapa pekan sebelum perjalanan. Selain itu, sebanyak 39 personel dipersiapkan khusus untuk pengawalan di Ukraina.
Baca juga: Presiden Jokowi: Indonesia Siap Jembatani Komunikasi Penyelesaian Damai Ukraina-Rusia
Persiapan berupa helm dan rompi antipeluru tak ketinggalan. Namun, seperti saat mengunjungi Kabul, Afghanistan, Presiden Jokowi tak mau mengenakan rompi antipeluru, apalagi helm. Bahkan, Presiden meminta supaya foto-foto yang dipublikasi tidak menunjukkan prajurit bersenjata yang mengelilinginya. Pemerintah Ukraina memang menyediakan personel bersenjata yang bekerja sama dengan Paspampres mengawal rombongan tamu negara ini.
Dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara RI, Jokowi—dengan istri tercintanya, Nyonya Iriana—telah mengalami momen perjalanan yang boleh dikata menyerempet bahaya, vivere pericoloso, saat berada di Ukraina dan Rusia. Semua dilakukan demi ikhtiar membuka ruang dialog bagi perdamaian Ukraina dan Rusia.
Misi itu juga dilakukan Presiden sebagai bentuk ketaatan menjalankan salah satu amanat konstitusi, yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Presiden Jokowi dan Ibu Negara kini telah kembali ke Tanah Air. Dan, kiranya, banyak warga dunia, termasuk Indonesia, yang berharap dua negeri yang telah dikunjungi, yakni Rusia dan Ukraina, secara bertahap dapat menapak ke perdamaian. Semoga.