Presiden Rusia Vladimir Putin menasionalisasi proyek minyak dan gas asing, yang sebagian sahamnya milik investor Jepang dan Inggris. Ancaman terhadap kepentingan nasional jadi landasan sikap Putin.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
MOSKWA, MINGGU — Presiden Rusia Vladimir Putin menasionalisasi proyek minyak dan gas alam yang dimiliki tiga investor asing. Ancaman terhadap kepentingan nasional Rusia menjadi dasar bagi Putin untuk menasionalisasi proyek-proyek migas tersebut.
Keputusan itu dikeluarkan Putin, Kamis (30/6/2022) malam, tak lama setelah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyatakan akan memperkuat sistem pertahanan kolektif mereka di wilayah timur Eropa. Putin memerintahkan pembentukan perusahaan nasional baru yang akan mengambil alih kepemilikan Sakhalin Energy Investment Co, yang hampir 50 persen dikendalikan oleh perusahaan energi asal Inggris, Shell, serta dua perusahaan Jepang, Mitsui dan Mitsubishi. Pemilik saham lainnya adalah perusahaan Rusia, Gazprom, sebesar 50 plus 1 persen.
Perusahaan patungan tersebut mengerjakan proyek-proyek minyak dan gas alam bernama Sakhalin-2, yang dikendalikan oleh Gazprom. Proyek gas lepas pantai itu menyumbang sekitar 4 persen produksinya untuk pasar dunia gas alam cair (liqufied natural gas/LNG). Jepang, Korea Selatan, dan China adalah pelanggan utama proyek gas tersebut.
Proyek Sakhalin-2 mencakup tiga anjungan lepas pantai, fasilitas pemrosesan darat, jaringan pipa lepas pantai sepanjang 300 kilometer, jaringan pipa darat sepanjang 1.600 kilometer, serta terminal ekspor minyak dan kilang LNG.
Setelah keputusan Putin untuk menasionalisasi proyek gas tersebut keluar, ketiga perusahaan asing itu mempunyai waktu satu bulan untuk berpikir, apakah mereka ingin mempertahankan jumlah saham yang sama di perusahaan baru bentukan Kremlin atau benar-benar hengkang dari proyek tersebut.
Shell, perusahaan minyak dan gas asal Inggris, memegang 27,5 persen saham dalam proyek tersebut. Setelah Rusia menyerang Ukraina mulai 24 Februari 2022, Shell mengumumkan keputusan untuk menarik semua investasinya di Rusia. Disebutkan, langkah itu telah menelan biaya setidaknya 5 miliar dollar AS. Perusahaan itu juga memegang 50 persen saham di dua usaha patungan lainnya dengan Gazprom untuk mengembangkan ladang minyak.
Shell, dalam pernyataannya, Jumat (1/7/2022), mengatakan, mereka akan mempelajari keputusan Putin tersebut. ”Sebagai pemegang saham, Shell selalu bertindak demi kepentingan terbaik Sakhalin-2 dan sesuai dengan semua persyaratan hukum yang berlaku. Kami menyadari keputusan tersebut dan sedang menilai implikasinya,” kata manajemen dalam pernyataannya.
Seiji Kihara, Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, mengatakan, Pemerintah Jepang mengetahui keputusan Putin dan sedang meninjau dampaknya. Mitsui yang berbasis di Jepang memiliki 12,5 persen saham pada proyek tersebut, sementara Mitsubishi memiliki 10 persen saham.
Kihara menekankan bahwa proyek tersebut tidak boleh dirusak karena berhubungan dengan keamanan energi Jepang. Dia menambahkan, apa pun yang membahayakan hak sumber daya Jepang tidak dapat diterima.
”Kami sedang meneliti niat Rusia dan latar belakang di balik ini. Kami sedang melihat detailnya, dan untuk langkah selanjutnya, saya tidak memiliki prediksi untuk Anda saat ini,” katanya kepada wartawan di Tokyo.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan, perintah Putin belum bisa dijadikan dasar untuk menghentikan pasokan gas atau lebih jauh menghentikan proyek tersebut. Dia juga mengatakan, keputusan Putin untuk menasionalisasi proyek Sakhalin-2 belum bisa dijadikan landasan tindakan serupa dilakukan terhadap proyek-proyek asing lainnya.
”Tidak ada aturan umum di sini. Setiap kasus akan dipertimbangkan secara terpisah,” kata Peskov, menjawab pertanyaan wartawan.
Pasokan gas Romania
Romania, salah satu negara yang pasokan gasnya dihentikan oleh Rusia, mulai memanfaatkan deposit gasnya di Laut Hitam. ”Romania mengambil langkah tegas untuk memastikan keamanan energinya pada saat pasokan gas internasional terancam oleh perang di Ukraina,” kata Perdana Menteri Nicolae Ciuca saat meresmikan pabrik pengolahan milik Black Sea Oil & Gas (BSOG) di Vadu, Selasa pekan lalu.
Sejak dua pekan lalu, didukung oleh perusahaan ekuitas swasta Amerika Serikat, Carlyle Group LP, serta Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pengembangan (BSOG), Romania memanfaatkan cadangan gas bawah laut mereka untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Ini adalah pengembangan lepas pantai Laut Hitam pertama yang baru dalam 30 tahun terakhir. Platform senilai 400 juta dollar AS itu mengekstraksi tiga juta meter kubik gas per hari.
CEO BSOG Mark Beacom berharap infrastruktur canggih yang dibangun oleh perusahaannya akan digunakan untuk proyek gas atau energi terbarukan di masa depan di Laut Hitam. Meski tidak terlalu dekat dengan zona perang, Beacom mengakui, situasi perang Ukraina-Rusia telah berdampak pada bisnis perusahaannya.
”Kami menemukan ranjau yang terdeteksi dekat dengan platform, kami melihat ada kapal perang yang mendekati platform kami, dan kami menyaksikan ada pesawat terbang yang mengelilingi platform kami,” tambahnya.
BSOG memegang dua konsesi lokasi cadangan gas di Laut Hitam yang berjarak sekitar 120 kilometer dari pantai Romania. Romania diperkirakan memiliki cadangan gas hingga 200 miliar meter kubik. Namun, tidak semua calon investor berlomba-lomba untuk memanfaatkannya saat ini. Sebagian investor memilih bersikap hati-hati.
Grup Austria OMV dan mitranya asal Romania, Romgaz, belum memutuskan apakah mereka akan melanjutkan proyek Neptun Deep untuk memanfaatkan antara 42 miliar dan 84 miliar meter kubik gas.
Bucharest berharap kedua perusahaan itu akan bisa mengeksploitasi sumber gas tersebut pada tahun 2026. ”Hal itu akan memungkinkan Romania untuk menjadi sepenuhnya mandiri dalam hal gas dan mengekspor kelebihan stok gasnya ke negara-negara tetangganya,” kata Menteri Energi Virgil Popescu.
Menurut sebuah studi tahun 2018 oleh firma audit Deloitte, gas lepas pantai dapat menghasilkan 26 miliar dollar AS pendapatan pajak bagi Pemerintah Romania selama periode operasi 23 tahun yang direncanakan. (AP/AFP)