Pasokan Gas Rusia Dikurangi, Eropa Ketar-ketir Hadapi Musim Dingin
Langkah Rusia mengurangi pasokan gas ke Eropa membuat para pemimpin di kawasan itu ketar-ketir terutama menghadapi musim dingin yang semakin dekat.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
Pemimpin dan masyarakat Eropa mulai ketar-ketir menghadapi kemungkinan krisis ekonomi, energi, dan politik pada musim dingin mendatang setelah Rusia mengurangi pasukan gas ke Benua Biru itu. Krisis terburuk mungkin saja bisa datang lebih awal, jauh sebelum musim dingin tiba.
Raksasa energi Rusia, Gazprom, pekan lalu telah memangkas hingga separuh atau lebih pasokan gas ke lima negara Uni Eropa (UE), termasuk Jerman, ekonomi terbesar di blok 27 negara itu. Jerman sangat bergantung pada gas Rusia untuk pembangkitan tenaga listrik dan industri listrik.
Gazprom memangkas 60 persen pasokan gas dari Rusia ke Jerman, yang selama ini dialirkan lewat pipa Nord Stream 1, pipa gas bawah Laut Baltik. Perusahaan raksasa energi Rusia itu juga memakas separuh pasokan ke Italia. Austria, Republik Ceko dan Slovakia juga mengalami penurunan pasokan.
Pasokan gas ke Jerman dan Italia berkurang saat para pemimpin dua negara itu bergabung dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron di Kyiv untuk bertemu Presiden Volodymyr Zelenskyy, baru-baru ini. Mereka juga mendukung status kandidat keanggotaan UE untuk Ukraina.
Sebelumnya, Rusia menutup aliran gas ke Polandia, Bulgaria, Denmark, Finlandia, Perancis, dan Belanda. Awalnya hal itu dianggap sepele. Polandia, misalnya, sudah secara bertahap menyetop gas Rusia sejak akhir tahun lalu. Beberapa lainnya sudah menemukan pasokan alternatif.
Langkah Rusia tersebut memukul negara-negara yang merupakan kekuatan ekonomi utama Eropa. Misalnya, 35 persen impor gas Jerman berasal dari Rusia dan Italia sebesar 40 persen. Pasokan gas yang ada cukup hanya untuk saat ini.
Menjelang musim dingin yang tinggal lima bulan lagi, negara-negara Eropa seharusnya sudah mulai menimbun gas di tempat penyimpanan bawah tanah. Pada musim panas saat ini mereka biasanya membeli dengan harga lebih murah dan mulai menyetok gas untuk menghadapi musim dingin.
Pada saat musim dingin tiba, permintaan gas biasanya melampaui kebutuhan normal karena penggunaan pemanas ruangan meningkat tajam. Namun, akibat pengurangan suplai gas itu para pejabat Eropa kelabakan: mencari sumber baru, harga yang mahal, dan musim dingin kian dekat.
Gas alam digunakan oleh beberapa industri padat energi di Eropa, seperti pembuat kaca dan pabrik baja, yang sudah menghadapi biaya lebih tinggi akibat pandemi Coid-19, kini terpukul lagi oleh langkah Rusia. Situasi ini juga akan menghambat pemulihan ekonomi Eropa dari pandemi.
Untuk produksi listrik, gas alam adalah sumber energi alternatif jika energi terbarukan, seperti energi angin dan matahari, berkurang karena gangguan cuaca. Juga jika terjadi lonjakan konsumsi listrik selama cuaca dingin atau panas, seperti gelombang panas akhir pekan lalu.
Tangki penyimpanan bawah tanah Eropa saat ini baru terisi 57 persen. Komisi Eropa menyarankan setiap negara agar menampung hingga 80 persen pada 1 November. Jerman telah menetapkan harus mencapai target 80 persen pada pada 1 Oktober dan 90 persen pada 1 November.
Analis lembaga kajian Bruegeldi Brussel, Belgia, memperingatkan bahwa Bulgaria, Hongaria, dan Rumania takkan memenuhi target 80 persen. Jerman, Austria, dan Slovakia akan merasa sangat sulit untuk mengisi fasilitas penyimpanan mereka jika aliran gas dari Rusia dihentikan.
Apa yang harus dilakukan UE? Blok 27 negara itu sebelum invasi Rusia ke Ukraina mendapatkan 40 persen gasnya dari Rusia. Dalam skema sanksi kepada Rusia, UE telah berencana mengurangi impor hingga dua pertiga pada akhir tahun ini dan menutup seluruh impor gas Rusia pada tahun 2027.
UE juga telah berencana memblokade batu bara Rusia mulai Agustus 2022 dan sebagian besar minyak Rusia dalam kurun enam bulan ke depan. Tujuannya untuk mengurangi 850 juta dollar per hari pendapatan Rusia dari ekspor migas ke Eropa demi mencegah pendanaan perang di Ukraina.
Eropa telah membeli gas alam cair (LNG) yang mahal dari AS yang dikirim dengan kapal. Biaya pengiriman gas dari Rusia lewat pipa sebenarnya jauh lebih murah. Namun perang membuat harga migas melambung, yang memicu rekor inflasi di Eropa.
Namun, langkah Gazprom membuat harga gas alam naik tajam menjelang musim dingin, setelah sempat jatuh pada musim panas. Itu berdampak positif bagi peningatan pendapatan Rusia, sekaligus menambah tekanan berat bagi Eropa karena memberikan dukungan politik dan militer ke Ukraina.
Penghentian total dapat membuat harga gas melonjak hingga seharga 206 euro atau sekitar Rp 3,2 juta per megawatt jam mulai 7 Maret, yang selanjutnya memicu inflasi. Pada awal tahun 2021, sebelum Rusia mengumpulkan pasukan di perbatasan dengan Ukraina, harga gas spot sekitar 19 euro per megawatt jam.
Ada upaya Eropa untuk mendapatkan lebih banyak gas yang dialirkan lewat pipa dari Norwegia dan Azerbaijan. Sementara peran energi terbarukan sangat kecil. Jerman yang tidak memiliki terminal impor LNG, mendatangkan empat terminal terapung, dua di antaranya akan beroperasi tahun ini.
Meskipun fokus pada energi terbarukan, krisis mendorong negara-negara kembali ke bahan bakar fosil. Jerman sedang di jalan untuk balik ke batu bara sebagai solusi alternatif. Belanda akan mengizinkan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk beroperasi pada kapasitas penuh lagi.
"Situasi di pasar gas alam Eropa semakin meningkat," kata analis komoditas Carsten Fritsch di Commerzbank Research, menunjuk penutupan Nord Stream 1 yang berarti tidak ada gas yang mengalir melalui pipa itu pada 11-21 Juli. (AP/REUTERS/AFP)