Hong Kong sudah 25 tahun kembali kepada China dan secara pasti berubah menjadi seperti kota-kota besar di China pada umumnya.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
HONG KONG, JUMAT - Sudah 25 tahun Hong Kong kembali kepada China. "Mutiara dari Timur" yang awalnya menjadi pujaan dunia karena perekonomian kapitalis dan sistem pemerintahan demokratis otonom ini semakin terkikis. Bahkan, diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan Hong Kong akan kehilangan keunikannya dan tidak berbeda lagi dari kota-kota di China.
Presiden China Xi Jinping merayakan 25 tahun Hong Kong diserahkan dari Inggris ke China di Pusat Konvensi dan Pameran Hong Kong, Jumat (1/7/2022). Ini adalah pertama kalinya Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC) bersama Ibu Negara Peng Liyuan meninggalkan Beijing sejak pandemi Covid-19.
Di hadapan para pejabat pemerintahan dan politisi Hong Kong yang pro-Beijing, Xi berpidato. "Sesungguhnya demokrasi yang sebenar-benarnya di Hong Kong terjadi 25 tahun lalu ketika Hong Kong tidak lagi sebagai wilayah kekuasaan Inggris. Para kompatriot Hong Kong menjadi tuan di tanah mereka sendiri dan berkuasa penuh menentukan nasibnya," tutur Xi seperti dikutip oleh kantor berita nasional China, Xinhua.
Hong Kong diberikan kepada Inggris pada tahun 1842 setelah Kekaisaran China yang dikuasai oleh Dinasti Qing kalah dalam Perang Opium. Inggris menguasai Hong Kong dengan sistem sewa yang mengatakan bahwa kewenangan mereka di kepulauan tersebut berakhir pada tahun 1997.
Pada tahun 1984, guna mempersiapkan pengembalian Hong Kong, Inggris dan China meneken perjanjian bersama. Intinya, Hong Kong diberi status istimewa sebagai wilayah otonomi yang diizinkan memiliki ekonomi kapitalis dan sistem politik demokratis.
Namun, sejak Xi Jinping menjadi presiden China di tahun 2012, aturan itu hanya di atas kertas. Beijing merangsek masuk ke dalam politik Hong Kong. Mereka mengganti semua pejabat pemerintahan dengan orang-orang yang pro-China. Akibatnya, pihak prodemokrasi Hong Kong marah dan melancarkan banyak unjuk rasa.
"Hong Kong harus dipimpin oleh para patriot, yaitu orang-orang yang setia kepada China. Tidak ada satu bangsa pun di dunia yang mau dipimpin dengan orang-orang yang tidak menghargai negara sendiri," kata Xi. Ia menyindir para pegiat prodemokrasi sebagai antek negara-negara asing yang ingin menjatuhkan China.
Dalam kesempatan itu, Xi melantik John Lee Ka-chiu sebagai Pemimpin Hong Kong yang menggantikan Carrie Lam. Lee adalah mantan kepala polisi yang terjun ke kancah politik. Sebenarnya, ia tidak populer di kalangan masyarakat Hong Kong. Akan tetapi, kesetiaannya terhadap Beijing membuat ia dipilih oleh komite pemilihan umum Hong Kong yang dibentuk oleh Beijing.
Saat ini, semua orang di pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif Hong Kong pro-Beijing. Mereka semua tidak dipilih langsung oleh rakyat. PKC menyaring semua calon dengan landasan utama setiap kepada Beijing. Para politisi yang berlaga di pemilu semuanya dicalonkan oleh PKC. Pemilu legislatif di awal tahun 2022 minim diikuti masyarakat karena menolak sistem demokrasi diatur oleh PKC.
Lee mengatakan, ia akan menjaga kebebasan Hong Kong. Pada tahun 2019, wilayah ini memberlakukan Undang-Undang Keamanan. Semua pegiat politik dan media arus utama yang dianggap menentang Pemerintah China dibungkam serta diberedel. Data Biro Keamanan Hong Kong yang dikutip media Hong Kong Free Press menyebutkan, sejak Oktober 2020 hingga Mei 2022 ada 186 orang yang ditahan atas tuduhan membangkang pemerintah dan melanggar UU Keamanan.
Dominic Lee, seorang anggota parlemen, menjelaskan kepada BBC bahwa masyarakat masih memiliki kebebasan untuk berekspresi dan berkumpul. Asal tidak bermaksud menentang UU Keamanan maupun pemerintah.
"UU Keamanan itu juga lahir dari gerakan pro-demokrasi. Mereka sering sekali berunjuk rasa dan menduduki gedung parlemen hingga pemerintahan mandeg," ujar Dominic Lee.
Perayaan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain pertama kalinya dihadiri oleh Xi Jinping yang mengatakan Hong Kong sukses mengatasi permasalahan kekacauan dan kekerasan, perayaan ini minim kehadiran masyarakat. Pada tahun-tahun sebelumnya, setiap 1 Juli selalu ada keramaian, mulai dari pesta kembang api hingga unjuk rasa politik. Kali ini, lokasi perayaan ditutup untuk umum dan dijaga ketat oleh polisi.
"Hong Kong hanya dalam beberapa tahun berubah drastis. Tidak ada lagi kesepakatan Perjanjian Inggris-China mengenai Satu Negara dengan Dua Sistem Pemerintahan yang menjadi keunikan Hong Kong. Tidak akan ada lagi ekspresi kedemokrasian di wilayah ini," kata Jeffrey Ngo, peneliti Dewan Demokrasi Hong Kong yang berbasis di Amerika Serikat.
Sementara itu, pegiat prodemokrasi yang berada di pengasingan di Inggris, Nathan Law mengungkapkan bahwa mereka akan terus berjuang. Ia menjelaskan kepada CNN bahwa para pegiat yang terpaksa kabur ke luar negeri maupun mereka yang tetap di Hong Kong masih terus berjejaring dan berkomunikasi. Mereka mengupayakan agar Hong Kong tidak melesap ke dalam China dan bisa mempertahankan nilai demokrasi.
Hal ini membutuhkan perjuangan berat. Pada tahun 1997, Hong Kong memiliki nilai tawar tinggi sehingga boleh mempunya sistem pemerintahan sendiri. Kala itu, pendapatan domestik bruto (PDB) Hong Kong setara 20 persen dari PDB China. Di tahun 2021, PDB Hong Kong hanya 2 persen dari China. Kota-kota di China, antara lain Shanghai dan Guangzhou sudah begitu pesat mengejar Hong Kong.
Data Badan Perekonomian Hong Kong menyebut, periode 2018-2021 jumlah perusahaan asing di Hong Kong menurun 10 persen. Sebaliknya, jumlah perusahaan China yang membuka kantor di daerah ini meningkat 28 persen. Apalagi, Hong Kong turut menerapkan kebijakan nihil Covid-19 dinamis seperti China yang mencakup penguncian wilayah secara ketat. Ini membuat banyak perusahaan internasional tidak betah karena bisnis tersendat. John Lee sejak dipilih menjadi pemimoin Hong Kong mengutarakan bahwa rencananya Hong Kong akan fokus kepada pasar China dibandingkan dengan pasar internasional.